Belum Terlihat Tanda-tanda Harga Minyak Goreng Jadi Rp 14.000/lt, Instruksi Presiden tidak Diindahkan.

- 1 Mei 2022, 22:44 WIB
Masih mahal. Stok Minyak goreng menumpuk, tapi harga masih mahal. Jauh dari harapan harga minyak goreng menjadi Rp 14.000 sesuai harapan Presiden./pikiran-rakyat.com
Masih mahal. Stok Minyak goreng menumpuk, tapi harga masih mahal. Jauh dari harapan harga minyak goreng menjadi Rp 14.000 sesuai harapan Presiden./pikiran-rakyat.com /

SABACIREBON-Apakah maksud  Presiden Jokowi yang melarang ekspor CPO, bahan minyak goreng, minyak goreng dan turunannya akan membuahkan hasil?

Presiden Jokowi lewat instruksinya awal pekan minggu kemaren melarang industri pengolahan sawit untuk mengekspor CPO, minyak goreng dan turunannya.

Mulai Kamis pukul 00.00 28 April ekspor yang dimaksud harus dihentikan. Presiden minta semua jajarannya mematuhi kebijakan itu. Menjalankannya, mengamankannya,   mengawasinya dan memproses secara hukum terhadap siapa yang melanggarnya. Karenanya Presiden juga minta Direktorat Jendral Bea dan Cukai mengawasinya dari kemungkinan adanya penyelundupan dari larangan yang dimaksud.

Baca Juga: Shahnaz Laghari Perempuan Pertama yang Menerbangkan Pesawat juga Berjilbab dan Bercadar

Namun sampai hari ini, apa yang menjadi keinginan Presiden, belum terlihat tanda-tanda akan dilaksanakan dan dipatuhi.

Pasar-pasar tradisional masih menjual harga minyak goreng curah di kisaran Rp 21.000-Rp 22.000/lt. Sedangkan pasar-pasar modern belum menurunkan harga minyak gorengnya ke angka yang diinginkan kepala negara.

Kalau toh terjadi perubahan harga, penurunan itu sangat jauh dari apa yang menjadi harapan Presiden. Harga minyak goreng kemasan masih berkisar Rp 45.000-Rp 51.000 untuk kemasan 2 liter. Di antara range harga itu, ada beberapa merek harga yang telah diturunkan antara R- 1.000-Rp 2.000 per kemasan 2 liter.

Sebelumnya minyak goreng kemasan, hampir rata dijual di harga Rp 50.000-Rp 52.000 untuk setiap kemasan 2 liter.

Baca Juga: Jonatan Gagal di BAC 22 Ditekuk Lee Zii Jia dengan Dua Set Langsung, 17-21 dan 21-23

Namun anehnya, pemerintah telah menetapkan penurunan, di harga referensi produk crude palm oil (CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) periode Mei 2022 sebesar US$ 1.657,39 per metrik ton. Harga referensi tersebut turun US$ 130,11 atau 7,28% dari periode April 2022, yaitu mencapai US$ 1.787,50 per metrik ton.

Penetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar.

“Saat ini harga referensi CPO telah jauh melampaui threshold sebesar US$ 750 per metrik ton. Untuk itu, Pemerintah mengenakan BK CPO sebesar US$ 200 per metrik ton untuk periode Mei 2022,” kata Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Veri Anggrijono dalam keterangan tertulisnya, Minggu (1/5).

Baca Juga: Arab Saudi Imbau Jemaah yang Berangkat Umrah dan Haji Patuhi Aturan Bagasi

Tidak dipatuhi

Instruksi Presiden itu sebetulnya mengacu kepada keinginan untuk mendapatkan harga minyak yang terjangkau bagi masyarakat. Bukan mahal seperti sekarang.

Sejak Januari harga minyak melonjak dari Rp 9.500 menjadi Rp 22.000/lt untuk minyak curah dan Rp 25.000/lt untuk minyak kemasan. Harga curah naik menjadi tinggi karena minyak itu sulit didapatkan di pasar. Kesulitan itu menmbulkan disparitas harga yang mengecil antara curah dengan kemasan. Masyarakat mskin dpaksa dan terpaksa mengkonsumsi minyak curah dengan harga kemasan.

Kenaikan harga yang begitu tinggi, dicegah oleh pemerintah lewat beberapa kebijakan yang mengatur tata niaga minyak berdasarkan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (DMO) dan PMO. Industri minyak goreng diwajibkan memasok kebutuhan masyarakat.

Baca Juga: Ada Arab Saudi, Negara-Negara yang Tetapkan Idul Fitri pada Senin, 2 Mei 2022 atau 1 Syawal 1443 H

Harga lantas ditetapkan menjadi Rp 13.000/lt untuk minyak curah dan Rp 14.000/lt untuk minyak kemasan. Kebijakan yang dikeluarkan Kementrian Perdagangan ini tidak mendapatkan respon. Minyak menjadi makin sulit dan harga bergerak  makin tidak terkendali.

Padahal produksi minyak nasional telah melebihi kebutuhan konsumsi dan keperluan biodiesel, sehingga masih banyak yang dapat digunakan untuk keperluan ekspor.

Memang,  harga minyak goreng di pasar internatisional sedang mengalami lonjakan tinggi akibat perang Rusia Ukrainia, dan mulai beralihnya konsumsi minyak goreng sebagian negara-negara Eropa ke minyak sawit. 

Baca Juga: Pramudya/Yeremia Juara Ganda Putra Badminton Asia Championship 2022

Meresa tidak direspon, pemerintah membuat kebijakan baru dengan menyerahkan harga minyak goreng kepada mekanisme pasar. Besoknya, pasar dibanjiri minyak goreng,  baik yang curah dan kemasan. Harga langsung melejit. Harga minyak goreng "bertengger anteng" di Rp 24.000-Rp 25.000/lt.

Masyarakat konsumen menjerit. Cercaan banyak tertuju ke pemerintah. Industri minyak goreng begitu gampang dan mudah mengatur pemerintah. Pemerintah dinilai tidak berpihak kepada masyarakat. Pemerintah tidak memperlihatkan sisi kekuasaan yang dimilikinya.

Pemerintah sangat lemah, tidak berdaya dan tidak memiliki daya cengkram. Apa pemerintah begitu mudah  diatur oleh 20 industri minyak goreng yang ada disini? Oligopoli ini benar-benar mempermainkan kebutuhan jutaan masyarakat akan konsumsi minyak goreng. 

Baca Juga: Tak Masuk Skuad Timnas ke SEA Games, Begini Perasaan Kakang Rudianto

Upaya pemerintah yang memberikan subsidi untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat miskin menguap. Rp 6.7 triliun dikeluarkan pemerintah untuk itu.

Padahal Malaysia yang merupakan  salah satu produsen utama minyak sawit, menetapkan harga minyak goreng tidak sampai Rp 10.000/lt. Investor negeri jiran ini, memiliki banyak  kebun sawit di Indonesia.

Susah

Lalu apakah keinginan Presiden melarang ekspor CPO, minyak goreng dan turunnya dengan maksud menciptakan harga minyak goreng menjadi murah bisa terwujud.

Baca Juga: Link Twibbon Gratis Buat Ucapan Idul Fitri 1443 H/2022 M

Sampai hari ke 3, setelah ekspor dihentikan tidak kelihatan tanda-tanda keinginan dapat terwujud. Harga minyak goreng tetap tinggi. Upaya Presiden untuk memaksa industri menjual minyak goreng kembali ke Rp 14.000/lt belum direspon.

"Kebijakan melarang ekspor diberlakukan sampai harga minyak goreng menjadi Rp 14.000," tegas  Jokowi dalam Facebook Sekretariat Presiden ketika mengumunkan larangan impor.

Sisi lainnya, larangan itu telah memakan korban. Para indsutri mengurangi pembelian sawit (TBS) dari para petani sawit, sehingga berdampak kepada jatuhnya harga sawit. 

Baca Juga: Cercaan Terhadap Budi Santosa Rektor ITK Makin Membesar,

Sekali lagi industri minyak goreng diuntungkan, karena mendapatkan harga bahan baku yang lebih rendah. Lalu siapa yang bermain dan mempermainkan instruksi Presiden?.***

 

 

 

 

 

Editor: Aria Zetra


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah