"Saya kutip dari Rizal Ramli misalnya, masalah kita sesungguhnya adalah satu pengangguran, dua ketidakadilan, tiga soal kemakmuran, empat soal kemiskinan. Seharusnya itulah yang dijawab oleh pemerintah sekarang," ucapnya.
"Bukan dengan menghembus-hembuskan isu intoleransi dan radikalisme," sambung Refly.
Baca Juga: Tri Rismaharini Dapat Peringatan dari Denny Darko: Hati-hati, Orang Ini Akan Rela Melakukan Apapun
Ia menambahkan hal itu juga termasuk untuk para pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang seperti kehilangan dan kehabisan isu untuk menyetop kelompok politik yang berbeda dengan mereka.
Sehingga, selalu menggunakan cap radikalis dan intoleran, pendukung ISIS, dan lain sebagainya.
"Padahal ketika banyak intelektual memprotes pembubaran FPI bukan karena mereka pro FPI, bukan karena mereka pro ISIS, tetapi mereka melihat prosedur pembubaran FPI sudah melanggar hukum yang dibuat pemerintah sendiri," jelas Refly.
Baca Juga: Sepakat Dengan Wakil MUI Soal Radikalisme, Refly Harun: Harus Pahami itu Semua Tentang Politik
Refly mengungkapkan komitmen Indonesia adalah untuk menegakkan negara hukum dan menegakkan konstitusi.
Oleh karena itu, sebagai seseorang yang berkecimpung dalam hukum tata negara, atau jika konstitusi itu dicederai, maka Refly dan pakar hukum tata negara lainnya pasti bersuara.
"Cobalah cek para pakar hukum tata negara yang berada di luar kekuasaan, hampir semua suaranya sama, bahwa pembubaran FPI itu bertentangan dengan hukum. Ada juga yang mengatakan semena-mena, ada yang bilang otoriter, dan lain sebagainya," paparnya.