Penularan Virus Corona Jenis Baru Tinggi, Prof. Zubairi: Perketat Tali Masker

- 26 Desember 2020, 10:19 WIB
Ilustrasi menggunakan masker./
Ilustrasi menggunakan masker./ /Pixabay/Juraj Varga

PR CIREBON - Temuan varian atau jenis baru virus corona cukup menghebohkan publik minggu ini. Pasalnya, disebut jika angka penularannya kian masif.

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor Zubairi Djoerban pun menanggapi soal kabar tersebut.

Lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, Zubairi menyebut jika Covid-19 jenis baru itu ternyata sudah lama ditemukan, tepatnya 20 September lalu.

Baca Juga: Setuju Ucapan Cak Nun soal Tak Ada Islam Radikal, Musni Umar: Hindari Diksi yang Memecah Belah

"Saya mau bicara soal varian baru virus korona, yang sebenarnya sudah ada dari 20 September silam, tapi baru disadari beberapa hari lalu," tulis Zubairi.

Ia menjelaskan bahwa varian baru pada virus Corona itu bernama N501Y, yang mempunyai kemampuan infeksi lebih tinggi dibandingkan dengan strain lainya.

Bahkan N501Y ini lebih dominan sangat mudah tertular sebesar 70 persen terutama kepada anak-anak.
 
 
"Varian baru ini bernama N501Y dan mempunyai infeksi yang lebih tinggi. Lebih mudah menular 70 persen. Terutama kepada anak-anak," sambungnya.
 
Bahkan, Zubairi menyangga terhadap sebuah klaim yang menyebut kalau varian baru pada virus Corona yang bernama N501Y ini tidak bisa terdeteksi tes PCR. 
 
Ahli penyakit dalam ini menegaskan bahwa sebenarnya varian baru virus Corona yang bernama N501Y ini dapat dideteksi melalui alat PCR.
 
 
"Tidak usah khawatir. Tes PCR ini bisa mendeteksi tiga spike (seperti paku-paku yang menancap pada permukaan virus korona) berbeda. Sehingga, varian baru ini masih tetap bisa dideteksi tes PCR," pungkasnya.
 
Diberitakan PikiranRakyat-Cirebon.com sebelumnya, sejumlah negara melaporkan kejadian serupa, di mana pihaknya menemukan varian baru dari virus corona tersebut.
 
 
Negara tersebut antara lain, Inggris, Afrika Selatan, Denmark, Israel, Irlandia Utara, Austrlia, Italia, Belanda, Singapura, dan Prancis.
 
 
Bahkan varian pada virus Corona, mutasi strain ini pertama kali dilaporkan dari Inggris.
 
Kemudian, agar tidak menimbulkan sebuah kekhawatiran, Prof. Zubair menjelaskan bahwa mutasi yang terjadi pada virus Corona itu tidak akan mempengaruhi vaksinasi.
 
Hal tersebut terjadi karena antibodi yang ada pada vaksin Covid-19 tidak hanya membentuk satu respons antibodi.
 
 
Prof. Zubair menegaskan bahwa yang harusnya terpengaruh adalah keputusan orang-orang untuk melakukan liburan.
 
"Yang harusnya terpengaruh adalah kebijakan kita dan keputusan orang untuk berlibur. Sekali lagi, mari perketat tali masker," pungkas Prof. Zubairi.
 
***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Twitter @ProfesorZubairi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x