UU Omnibus Law Jelas Langgar Konstitusi, Fahri Hamzah: Negara Demokrasi, Tak Boleh Rampas Hak Rakyat

8 Oktober 2020, 06:05 WIB
Fahri Hamzah tegur DPR RI soal UU Cipta Kerja. /Instagram/@fahrihamzah

PR CIREBON - Pengesahan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan melalui rapat paripurna DPR di Senayan, pada Senin, 5 Oktober 2020 kemarin, menjadi polemik di tengah masyarakat.

Gelombang penolakan terhadap UU Cipta Kerja itu pun masih terus bergulir. Pasalnya UU tersebut dinilai sangat memberatkan kaum buruh, dan hanya menguntungkan kaum kapitalis.

Aksi demo besar-besaran hingga mogok kerja yang dilakukan oleh serikat buruh di berbagai daerah, merupakan bentuk penolakan atas pengesahan UU Cipta Kerja tersebut.

Beberapa pengamat pun menilai bahwa DPR yang merupakan wakil rakyat lebih banyak mendengar dan membela kepentingan pemilik kapital ketimbang membela kepentingan rakyat banyak.

Baca Juga: Kebakaran Kejagung Masih Diusut, Bareskrim Polri Uji Forensik Kamera Mesin Absensi

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan semua isi undang-undang tersebut.

Fahri mengatakan, Omnibus Law itu dianggap melampaui tata cara pembuatan undang-undang sebagaimana mestinya, selain masih kurangnya sosialisasi RUU Cipta Kerja sebelum disahkan secara cepat oleh DPR.

"Omnibus Law itu, otomatis jelas melanggar konstitusi karena prinsipnya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang, itu nggak boleh,” kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu 7 Oktober 2020, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi.

Baca Juga: Meski Ngaku Cadangan Devisa Turun, Bank Indonesia Klaim: Masih di Atas Standar Internasional

Ia menambahkan, bahwa pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialisasi, tapi harusnya pakai Perpu dan diuji di DPR.

Menurutnya, UU Cipta Kerja ini bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang.

Selain melanggar konstitusi, UU Cipta Kerja itu juga dinilai merampas hak publik dan rakyat sehingga jelas-jelas melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Ini bukan open policy, tapi legal policy. UU ini dianggap oleh publik dan konstitusi merampas hak publik dan rakyat sehingga berpotensi dibatalkan secara keseluruhan oleh MK. Bisa dibatalkan total oleh Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

Baca Juga: Perusahaan Ritel Ace Hardware Digugat Pailit, Berikut Gugatan dan Dampaknya

Mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-209 ini pun menambahkan, MK sebagai penjaga konstitusi (The Guardian Of Constitution) akan mempertimbangkan untuk membatalkan UU Cipta Kerja apabila ada judicial review.

“Kalau di judicial review di Mahkamah Konstitusi, misalnya hakimnya menjatuhkan putusan isinya dibatalkan total, maka aturan lain jadi kacau. Demokrasi dan aturan kita sebenarnya sudah cukup, tidak perlu Omnibus Law Cipta Kerja ini,”tuturnya.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler