Prancis Menolak Menyerah Meski Diserang Muslim Dunia, Presiden Macron: Kami Bebas di Tanah Sendiri

- 31 Oktober 2020, 19:32 WIB
Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Presiden Prancis Emmanuel Macron. //Twitter

PR CIREBON - Menyerah, sepertinya bukan kata yang mudah diucapkan penduduk Prancis, meski situasi mereka sudah genting dengan peringatan keamanan dinaikkan ke level tertinggi, seperti yang teguh dijunjung Presiden Prancis, Emmanuel Macron menyatakan pasca serangan yang terjadi di Kota Nice pada Kamis 29 Oktober kemarin, membuat peringatan keamanan di Prancis dinaikan ke level tertinggi.

Padahal, salah satu kotanya, Kota Nice sempat mendapat serangan pada Kamis, 29 Oktober. Hanya saja, Prancis justru bertahan dengan kembali menambahkan ribuan tentara untuk mengamankan lokasi penting, seperti tempat ibadah dan sekolah.

Dalam salah satu perbincangan terbarunya, di luar gereja, Macron tegas menyataan Prancis akan tetap memperjuangkan kebebasan berkeyakinan dan ia juga menegaskan bahwa tidak akan menyerah.

Baca Juga: Sumbangsih KAMI untuk Negeri, Bagikan Sembako ke Terdampak Covid-19

“Atas nilai-nilai kami, untuk selera kami akan kebebasan, untuk kemampuan di tanah kami untuk memiliki kebebasan berkeyakinan. Dan saya mengatakannnya dengan jelas lagi hari ini: Kami tidak akan menyerah,” tegas Marcon, seperti dikutip dari Antara News.

Sebagaimana telah diberitakan Lingkar Kediri dengan judul "Kondisi Semakin Memanas di Prancis, Macron: Kami Tidak Akan Menyerah", serangan tersebut terjadi dalam kurun waktu kurang dari dua minggu, terhitung setelah seorang guru sekolah menengah di pinggiran Paris meninggal akibat di penggal oleh penyerang berusia 18 tahun.

Diketahui tak lama setelahnya, penyerangan tersebut disebabkan karena ia marah kepada gurunya yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad SAW di kelasnya.

Baca Juga: Bebas Murni dari Tuduhan Gratifikasi, Siti Fadilah Sempat Menunggu Empat Tahun dalam Penjara

Setelah kejadian tersebut, Kepala Jaksa Anti-Teroris, Jean-Francois Ricard mengatakan bahwa tersangka dalam serangan di Kota Nice adalah pria Tunisia yang lahir pada tahun 1999, pria tersebut tiba di Eropa pada tanggal 20 September tepatnya di Lampedusa, pulau Italia yang terletak di lepas Tunisia yang merupakan titik pendaratan utama bagi para migran asal Afrika.

Setelah itu, sumber keamanan Tunisia,dan sumber polisi Prancis telah menetapkan pria bernama Brahim Aouissaoui sebagai tersangka utama.

Sedangkan pada konferensi pers di Kota Nice, Ricard mengatakan bahwa pria itu memasuki kota dengan kereta api pada Kamis pagi. Hingga ia terdeteksi pergi ke gereja, tetapi disana ia justru menikam dan membunuh petugas gereja berusia 55 tahun, bahkan juga memenggal kepala seorang perempuan berusia 60 tahun.

Baca Juga: Sanksi untuk Turki dari AS Menanti, Pasca Pengujian Rudal S-400 Rusia yang Dilakukan Turki

Setelah membunuh dua orang digereja, pria tersebut juga menikam wanita berusia 44 tahun yang sempat melarikan diri ke kafe, tempatnya menyembunyikan alarm sebelum ia dibunuh, kata Ricard.

Polisi kemudian langsung datang dan menangkap pelaku pembunuhan yang masih meneriakkan ‘Allahu Akbar’, dan menembak serta melukai dia.

“Pada penyerang kami menemukan sebuah Al Quran dan dua telepon, pisau kejahatan 30cm sengan ujung tajam 17cm. Kami juga menemukan tas yang ditinggalkan oleh penyerang. Disamping tas ini ada dua pisau yang tidak digunakan dalam penyerangan,” kata Ricard.

Baca Juga: Ikut Tanggapi Emmanuel Macron, Presiden Jokowi: Prancis Lukai Perasaan Umat Islam Seluruh Dunia

Adapun saat ini, tersangka penyerangan masih dirawat di rumah sakit karena dalam kondisi kritis.

Juru bicara pengadilan khusus kontra-militansi Tunisia, Mohsen Dali menyatakan bahwa Aouissaoui tidak terdaftar oleh polisi disana sebagai tersangka militan, ia mengatakan bahwa Aouissaoui meninggalkan negara itu pada tanggal 14 September dengan menggunakan perahu, Tunisia juga telah melakukan penyelidikan forensiknya sendiri terkait kasus tersebut.

Bagian ironisnya, serangan pada hari Kamis tersebut bertepatan dengan hari ulang tahun Nabi Muhammad SAW, hal tersebut terjadi karena kemarahan Muslim yang meningkat atas pembelaam Prancis untuk hak penerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW.

Demonstrasi pun terjadi di berbagai negara mayoritas Muslim dan mengecam Prancis atas keputusan memberikan ijin terhadap penerbitan kartun bernada penghinaan tersebut.***(Lingkar Kediri/Alfan Amar Mujab)

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News Lingkar Kediri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x