Pasca Aksiden Berdarah yang Tewaskan 38 Orang, Militer Myanmar Nyatakan Siap Hadapi Sanksi dan Isolasi

4 Maret 2021, 16:55 WIB
Unjuk rasa di Myanmar. Militer Myanmar menyatakan diri siap menghadapi sanksi dan isolasi pasca aksiden berdarah yang menewaskan 38 orang.* /Reuters/Stringer

PR CIREBON — Militer Myanmar menyatakan pihaknya siap menerima sanksi dan isolasi setelah kudeta 1 Februari 2021, dan aksiden berdarah yang menewaskan 38 orang pada Rabu, 3 Maret 2021.

Hal ini diungkapkan pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat pihaknya mendesak negara-negara untuk mengambil tindakan kepedulian terhadap pemulihan demokrasi di negara Asia Tenggara, khususnya Myanmar.

Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener mengatakan, sebanyak 38 orang tewas pada aksiden berdarah kala militer ingin memadamkan demonstrasi dari warga pro-demokrasi sipil, Rabu 3 Maret 2021.

Baca Juga: Pasca Aksiden Berdarah, Aktivis Myanmar Berjanji Lakukan Demonstrasi Besar-besaran Lawan Militer

Menurutnya, merupakan aksiden paling kejam sejak kudeta yang terjadi di Myanmar belum lama ini.

Dikutip Cirebon.Pikiran-rakyat.com dari The Straits Times, Schraner Burgener dijadwalkan memberi pengarahan kepada Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat, 5 Maret 2021 besok.

Situasi terkini, Myanmar berada dalam kekacauan sejak junta militer merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar kepemimpinan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Baca Juga: Diplomatik ASEAN Terhenti, Polisi Myanmar Bubarkan Protes

Sebelumnya, NLD memenangkan pemilu Myanmar pada November 2020 secara telak, tetapi dituding pihak militer terdapat kecurangan.

Walaupun, komisi pemilihan umum negara setempat mengatakan pemungutan suara itu adil.

Schraner Burgener mengatakan bahwa dalam percakapan dengan wakil kepala militer Myanmar Soe Win, dia telah memperingatkannya bahwa militer kemungkinan besar akan menghadapi tindakan keras dari beberapa negara dan isolasi sebagai pembalasan atas kudeta tersebut.

Baca Juga: Kerusuhan Menentang Kudeta Militer di Myanmar Semakin Mematikan, Para Menlu ASEAN akan Gelar Pertemuan

"Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat," jawab Soe Win.

"Ketika saya juga memperingatkan mereka akan pergi dalam isolasi, jawabannya adalah: 'Kami harus belajar berjalan hanya dengan beberapa teman’," sambungnya.

Saat ini, negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Uni Eropa, telah menerapkan atau sedang mempertimbangkan sanksi yang ditargetkan untuk menekan militer Myanmar berikut sekutu bisnisnya.

Baca Juga: Penembakan Pengunjuk Rasa di Myanmar oleh Militer Terus Terjadi, Indonesia Ucapkan Bela Sungkawa

Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 orang telah menyuarakan keprihatinan atas keadaan darurat di negara Myanmar tersebut.

Akan tetapi, tidak mengutuk kudeta tersebut bulan lalu karena ditentang oleh Rusia dan Tiongkok, yang memandang perkembangan tersebut sebagai urusan dalam negeri Myanmar.

Tindakan apa pun oleh dewan di luar pernyataan tidak mungkin dilakukan, kata para diplomat.

Baca Juga: Situasi Myanmar Makin Tidak Terkendali, Tujuh Orang Tewas dalam Unjuk Rasa

"Saya berharap mereka menyadari bahwa ini bukan hanya urusan internal, tapi juga mengenai stabilitas kawasan," kata Schraner Burgener tentang China dan Rusia.

Schraner Burgener mengatakan Wakil Senior Jenderal Soe Win mengatakan kepadanya bahwa "setelah satu tahun, mereka ingin mengadakan pemilihan lagi".

Ms Schraner Burgener terakhir berbicara dengannya pada 15 Februari 2021 dan sekarang berkomunikasi dengan militer secara tertulis.

Baca Juga: Dipecat Junta Militer dengan Alasan Mengkhianati Negara, Utusan Myanmar untuk PBB: Saya akan Melawan

"Jelas, menurut saya, taktiknya sekarang adalah menyelidiki orang-orang NLD untuk memenjarakan mereka," katanya.

"Pada akhirnya, NLD akan dilarang dan kemudian mereka mengadakan pemilihan baru, di mana mereka ingin menang, dan kemudian mereka dapat terus berkuasa."

Ms Schraner Burgener mengatakan dia yakin militer "sangat terkejut" dengan protes terhadap kudeta.

Baca Juga: Polisi Myanmar Atasi Aksi Protes Warga dengan Kekerasan, Beberapa Orang Dikabarkan Tewas

“Saat ini, kami memiliki anak muda yang hidup dalam kebebasan selama 10 tahun, mereka memiliki media sosial, dan mereka terorganisir dengan baik dan sangat bertekad,” katanya.

"Mereka tidak ingin kembali dalam kediktatoran dan isolasi," pungkasnya.***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: The Straits Times

Tags

Terkini

Terpopuler