Mengapa Indonesia Harus Mereformasi Kebijakan Susidi Energi? Ini kata Habib Rab

- 22 Juni 2022, 17:55 WIB
Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab dalam acara Peluncuran Laporan "Indonesia Economic Prospects June 2022" secara daring di Jakarta, Rabu 22 Juni 2022
Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab dalam acara Peluncuran Laporan "Indonesia Economic Prospects June 2022" secara daring di Jakarta, Rabu 22 Juni 2022 /

 

SABACIREBON- Indonesia disarankan bisa segera mereformasi kebijakan subsidi, meskipun subsidi energi yang saat ini diberikan mungkin diperlukan untuk bantuan jangka pendek dari tekanan harga komoditas.

Alasan pertama adalah subsidi sebagian besar menguntungkan rumah tangga kelas menengah dan atas, lantaran rumah tangga tersebut mengonsumsi solar bersubsidi dan LPG bersubsidi dalam porsi yang besar.

Baca Juga: Tak ada Tempat bagi Pelaku Pelecehan Seksual untuk Naik Kereta ApiBaca Juga: Tak ada Tempat bagi Pelaku Pelecehan Seksual untuk Naik Kereta Api

Alasan kedua untuk mengadvokasi reformasi subsidi, yaitu pemberian subsidi energi hanya bersifat sementara dalam menahan inflasi, sehingga diperlukan pemikiran rencana keluar atau exit plan yang bertahap dan terukur.

Jika  subsidi ini diganti dengan transfer sosial yang ditargetkan untuk masyarakat miskin, rentan, dan kelas menengah, pemerintah dapat memiliki tambahan 0,6 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk belanja prioritas pembangunan.

Baca Juga: Pertemuan Petinggi PKS dan Nasdem Belum Ada Kesepatan Koalisi

"Ada dua alasan penting mengapa reformasi subsidi harus tetap dilakukan," ucap Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab dalam acara Peluncuran Laporan "Indonesia Economic Prospects June 2022" secara daring di Jakarta, Rabu.

"Keputusan terbaru untuk menaikkan harga bahan bakar tertentu dipersilakan. Namun hal tersebut hanya akan berdampak kecil pada subsidi," tegasnya.

Baca Juga: Pertemuan Tertutup PKS dan Partai Nasdem, Mengapa?

Habib menyebutkan pula Bank Dunia memperkirakan subsidi energi eksplisit hanya meningkat sedikit dari 0,8 persen dari PDB di tahun 2021 menjadi sekitar 0,9 persen PDB pada 2022.

Namun, subsidi implisit yang dibayarkan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengompensasi penjualan listrik dan bahan bakar di bawah harga pasar diproyeksikan meningkat dari 0,7 persen dari PDB pada tahun 2021 menjadi 1,5 persen PDB pada tahun 2022.

Baca Juga: Tiga Ribu Jemaah Haji Rawat Jalan, Dua dirawat di RS Arab Saudi

Dengan demikian, lanjut Habib, subsidi energi memang akan membantu menjaga inflasi harga konsumen dalam jangka pendek dan membantu mempertahankan pemulihan permintaan domestic. ***

Editor: Uyun Achadiat

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x