10 Hoax dalam Video Wawancara Anji dengan Hadi Pranoto, dari Gelar Profesor hingga Obat Covid-19

5 Agustus 2020, 16:04 WIB
Hadi Pranoto soal temuan herbalnya.*/Dok. PMJ/YouTube Duniamanji /

PR CIREBON - Belum lama ini, unggahan video dari kanal Dunia Manji pada 31 Juli 2020 lalu berhasil menarik perhatian masyarakat Indonesia.
Pasalnya, video itu memperlihatkan Anji tengah mewawancarai seseorang bernama Hadi Pranoto yang mengaku sebagai Profesor dan Ahli mikrobiologi.

Meski saat ini, video itu telah dihapus oleh pihak Youtube, tetapi faktanya isi video sudah terlanjur tersebar ke berbagai media, termasuk Facebook milik Anji (Anji Manji).

Adapun berdasarkan isi wawancara itu, PikiranRakyat-Cirebon.com dari Turn Back Hoax telah merangkum beberapa klaim Hadi yang dinyatakan sebagai informasi bohong, terlihat sebagai berikut:

Baca Juga: IDI Merasa Terhina Disebut 'Kacung WHO' hingga Pastikan Jebloskan Jerinx SID

1. Mengaku bergelar Profesor dan Ketua Tim Riset Formula Antibodi Covid-19.

Berdasarkan penelusuran dari situs Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) ada nama Hadi Pranoto dengan gelar akademik doktor (Dr) lulusan S3 Institut Pertanian Bogor (IPB).

Hanya saja, foto Hadi Pranoto dalam situs Dikti tersebut berbeda dengan Hadi Pranoto yang tampil dalam kanal YouTube Dunia Manji.

Padahal dalam video itu nampak Anji mengonfirmasi mengenai latar belakang pendidikan S-3 dari IPB atas nama Hadi Pranoto di data Dikti, Hadi Pranoto membenarkan sebagai pendidikan terakhirnya tersebut.

Sedangkan, Kepala Biro Komunikasi IPB University Yatri Indah Kusumastuti menyatakan bantahan terkait klaim Hadi Pranoto lulusan S3 IPB.

Baca Juga: Angka Kematian Lampaui 700.000, Satu Orang Meninggal karena Covid-19 Setiap 15 Detik Sekali

“Menurut penelusuran di internal institusi kami, sosok Hadi Pranoto yang dimaksud Kompas.com adalah orang yang berbeda dengan Hadi Pranoto yang merupakan alumnus IPB (saat ini dosen Universitas Mulawarman). Nama sama, tetapi beda orang,” tulis Yatri dalam rilis pada Senin, 03 Agustus 2020.

2. Dosen di Universitas Mulawarman

Penelusuran berikutnya adalah pernyataan Hadi Pranoto yang merupakan dosen di Universitas Mulawarman. Tepatnya, ia menegaskan jika ia bukanlah Hadi Pranoto yang tampil di YouTube musisi Anji.

“Dari fotonya juga bukan saya, terus bidang keahliannya juga bukan saya, dia (Hadi yang viral di YouTube musisi Anji) itu kan ngomongnya profesor dan bidang keahliannya Mikrobiologi, sedangkan saya bidangnya Agroforestri dan dosen Fakultas Pertanian dan saya alumni IPB S3, S1 UMM Malang, S2 Mulawarman Samarinda,” bebernya.

Baca Juga: Bak Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki, Ledakan Beirut Menjadi Bencana dengan Kehancuran Skala Besar

3. Bahwa dia telah menemukan cairan antibodi Covid-19.

Hasil penelusuran berikutnya, ditemukan pernyataan Jubir Satgas COVID-19, Prof Wiku Adisasmito yang menegaskan obat herbal yang diatur di Indonesia terdiri dari jamu, obat herbal berstandar, dan fitofarmaka.

Untuk itu, dia meminta masyarakat jeli dan memeriksa keaslian obat itu dalam daftar obat di Badan Pengawasan Obat dan Makanan atau Kementerian Kesehatan.

“Apabila ramuan herbal tersebut masih dalam tahap penelitian dan belum ada bukti ilmiah tentang keamanan dan efektivitasnya, maka tidak boleh dikonsumsi oleh masyarakat,” ucap Wiku.

Baca Juga: Ada Jihyo TWICE hingga Kang Daniel, Deretan Idol K-Pop ini Secara Resmi Mengubah Nama Lahir Mereka

Sedangkan, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan yang pernah menjadi Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menganggap klaim tersebut sebagai pembodohan.

Pasalnya, Yuri memandang ada sejumlah hal yang tidak dijelaskan dalam klaim obat Covid-19 yang disampaikan Hadi Pranoto, sehingga ia meminta Hadi Pranoto untuk datang kepada pemerintah jika memang benar-benar telah menemukan obat untuk Covid-19.

“Kalau memang dia menemukan, suruh datang ke pemerintah dan suruh menunjukkan buktinya,” papar Yuri.

Baca Juga: Bak Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki, Ledakan Beirut Menjadi Bencana dengan Kehancuran Skala Besar

4. Virus corona baru bisa mati jika terkena panas hingga 350 derajat celsius.

Penelusuran berlanjut pada pernyataan seorang pengajar mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Agung Dwi Wahyu Widodo.

Tepatnya, Agung mematahkan pernyataan Hadi Pranoto bahwa virus penyebab Covid-19 baru bisa mati di suhu 350 derajat celsius. Dari pengalaman Agung, pada suhu 120 derajat saja virus sudah inaktif.

“Selama ini kami pakai autoklaf yang 120 derajat, itu virusnya sudah inaktif,” ungkap Agung dalam pernyataan pada 2 Agustus 2020.

Sebagai informasi, autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk sterilisasi benda menggunakan uap panas dan tekanan tinggi.

Baca Juga: Kritik Anies Terapkan Ganjil Genap Lagi, DPRD DKI: Dia Tak Mau Memihak Rakyat di Tengah Masa Sulit

5. Telah mendistribusikan obat herbal itu ke sejumlah daerah di Sumatera, Jawa, Bali, dan kalimantan. Di Jakarta, obat ini didistribusikan ke RS Darurat Wisma Atlet.

Penelusuran berikutnya adalah pernyataan Dokter spesialis paru-paru Dr. Arief Riadi Arifin, SpP, MARS, FISR yang juga didaulat sebagai Koordinator Dokter Spesialis Paru BNPB dan RSD Wisma Atlet.

Dengan tegas, ia mengatakan bahwa dirinya tak tahu menahu dengan obat yang dimaksud Hadi.

“Saya tidak pernah pernah tau obat atau herbal yang dimaksud Hadi tersebut. Kalau obat atau herbal yang diberikan harus melalui komisi etik Rumah Sakit,” ungkap Arif dalam pernyataan pada Minggu, 1 Agustus 2020.

Baca Juga: Perintah Presiden Jokowi Kampanye Masker, DPR: Pengalihan Isu, Harusnya Ada Sejak Awal Pandemi

6. Covid-19 dibagi menjadi beberapa golongan. Golongan A adalah yang bisa dideteksi dengan rapid test. Golongan B dan C adalah yang tidak bisa dideteksi dengan rapid test, tapi bisa dideteksi dengan tes swab. Sementara golongan D adalah yang tidak bisa dideteksi dengan tes swab, tapi bisa dideteksi dengan tes DNA untuk melihat apakah virus sudah masuk ke jaringan pembuluh darah atau masih dalam proses asimilasi untuk masuk ke tubuh melalui oksigen.

Pada faktanya, hasil penelusuran menemukan tidak ada penggolongan Covid-19 yang didasarkan pada kemampuan deteksinya.

Terlebih, sejauh ini, tes PCR dianggap paling akurat untuk mendeteksi Covid-19 dibandingkan rapid test antibodi.

Baca Juga: Angka Kematian Lampaui 700.000, Satu Orang Meninggal karena Covid-19 Setiap 15 Detik Sekali

Apalagi, Tes PCR Covid-19 memang sudah dikembangkan untuk mendeteksi SARS-CoV-2 yang diambil dari lendir di saluran pernapasan.

Tes PCR ini pun didukung dengan adanya materi genetik sintetik atau primer yang hanya bisa menempel pada urutan materi genetik SARS-CoV-2, sehingga bisa mendeteksi keberadaan SARS-CoV-2 tanpa harus menunggu munculnya antibodi seperti rapid test.

Sedangkan, berkaitan dengan klaim golongan D yang hanya bisa dideteksi dengan tes DNA, terbukti keliru, seperti dituturkan ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, menyebutkan bahwa materi genom SARS-CoV-2 adalah RNA, sehingga tidak akan bisa dideteksi dengan tes DNA.

“Jadi, sampai kiamat pun, enggak akan ketemu virusnya kalau dites dengan tes DNA,” kata Ahmad.

Baca Juga: KABAR BAIK, Ridwan Kamil Nyatakan Jawa Barat Bebas dari Zona Merah Covid-19

Senada dengan itu, seorang pakar penyakit dalam spesialis paru-paru Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada, Sumardi, mengungkapkan bahwa virus Corona jenis baru penyebab Covid-19 ini merupakan virus RNA.

Virus RNA yaitu strain yang saat bertemu dengan inang dapat membuat salinan baru yang bisa terus menginfeksi sel lain.

7. Tes digital teknologi murah seharga Rp 10 ribu.

Penelusuran masih berlanjut dengan pernyataan Wakil Ketua Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo, menyatakan tidak mengetahui adanya tes Covid-19 yang bernama digital teknologi seperti yang dikatakan Hadi Pranoto, ditambah dengan tarif hanya Rp 10-20 ribu. Pasalnya, seluruh tenaga medis di dunia menggunakan reverse transcriptase polymerase chain reaction (PCR).

“Itu juga yang digunakan di Indonesia,” katanya.

Baca Juga: Sudah Ditangkap Imigrasi, IPW Sayangkan Sikap 'Cuek' Polri Soal 2 Buronan Kelas Kakap di Amerika

Senada dengan Herawati, pengajar mikrobiologi FK Unair, Agung Dwi Widodo, tidak paham dengan maksud digital teknologi yang disebutkan Hadi.

Untuk itu, dia pun bercerita tentang sejumlah guru besar yang sempat merasa jengkel dengan klaim tes Covid-19 yang dikatakan oleh Hadi tersebut.

“Kalau ada tes yang berbasis digital teknologi itu murah, maka semua sampel di ini Surabaya mau dikirim ke Hadi Pranoto,” canda Agung.

Adapun penyebab tes Covid-19 tergolong mahal karena sejumlah penyebab, di antaranya petugas harus menggunakan alat pelindung diri (APD) saat mengambil sampel; jumlah mesin pengujian yang terbatas; dan reagen yang masih impor.

Baca Juga: Kupas Tuntas Video Obat Covid-19 Anji dan Hadi Pranoto, Saksi Ahli Dihadirkan untuk Mengklarifikasi

8. Covid-19 bisa terdeteksi lewat keringat.

Penelusuran berikutnya adalah pernyatan seorang pengajar mikrobiologi FK Unair, Agung Dwi Widodo mengatakan belum ada penelitian yang menyebut bahwa deteksi Covid-19 bisa dilakukan melalui keringat.
Terlebih penelitian terbaru hanya menyebutkan banyak ilmuwan menyebut bahwa tes Covid-19 bisa menggunakan air liur atau saliva.

Senada dengan Agung, Wakil Ketua IDI Adib Khumaidi mengatakan belum ada penelitian yang menyebut bahwa tes Covid bisa menggunakan keringat.

“Belum ada penelitian secara ilmiah yang membuktikan itu,” kata Adib.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Presiden Jokowi Asyik Tertawa dalam Istana dengan Para Pelawak di Tengah Pandemi

9. Vaksin Covid-19 hanya akan semakin merusak organ.

Penelusuran berikutnya adalah bukti bahwa cara vaksin Covid-19 tak berbeda jauh pada vaksin pada umumnya, seperti vaksin dibuat dari produk biologi, yang sudah dilemahkan, sehingga produk inilah yang berguna untuk merangsang munculnya antibodi atau kekebalan tubuh.

Artinya, vaksin Covid-19 akan merangsang sistem imunitas untuk membuat zat kekebalan tubuh (antibodi) yang bertahan cukup lama.

Zat ini yang akan melawan antigen dari patogen (virus corona) COVID-19 masuk ke dalam tubuh, sehingga bila antigen penyakit COVID-19 menyerang kembali, maka akan muncul reaksi imunitas yang kuat dari tubuh untuk menghancurkan antigen tersebut.

Baca Juga: Anji Ambil Hikmah Kasus Hoax Obat Covid-19, Sebut Jadi Momen Filter Teman

10. Masker tidak dapat mencegah transmisi Covid-19.

Penelusuran terakhir adalah hasil penelitian para peneliti Amerika Serikat yang membandingkan tren tingkat infeksi Covid-19 di Italia dan New York AS, sebelum dan sesudah aturan penggunaan masker wajah diwajibkan.

Hasil penelitian yang diterbitkan di Prosiding National Academy of Sciences menyebutkan, kedua lokasi mulai menunjukkan tingkat infeksi melandai setelah kewajiban penggunaan masker wajah diberlakukan.

Artinya, penggunaan masker dapat mencegah lebih dari 78.000 infeksi di Italia selama 6 April dan 9 Mei, dan lebih dari 66.000 infeksi di New York City selama 17 April dan 9 Mei.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Ayahanda Habib Rizieq Kenal Dekat Presiden Soekarno dan Jenderal Soedirman

Dengan demikian, 10 klaim informasi yang disebutkan Hadi Pranoto sudah terbukti salah. Untuk itu, sebanyak 10 klaim informasi yang beredar itu masuk dalam kategori Konten yang Menyesatkan atau Misleading Content.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Turn Back Hoax MAFINDO

Tags

Terkini

Terpopuler