Hapus WhatsApp, Militer Turki Pindahkan Sistem Pesan ke Aplikasi Lokal

12 Januari 2021, 12:33 WIB
Ilustrasi WhatsApp /Pixabay

PR CIREBON - Kepresidenan Turki dan militer telah memindahkan sistem pesan mereka dari WhatsApp ke aplikasi perpesanan lokal Turki karena masalah persyaratan terbaru terkait dengan data pribadi.

Para pejabat mengatakan bahwa kantor media akan memperbarui jurnalis melalui BiP, sebuah unit perusahaan komunikasi Turki Turkcell.

Sementara itu dewan antitrust Turki meluncurkan penyelidikan terhadap Facebook dan layanan pesan WhatsApp atas persyaratan mereka yang baru dan memicu kontroversi masalah privasi.

Baca Juga: Haikal Hassan Blokir Akun 'Tukang Lapor', Muannas Alaidid: Bener-bener Ular Ente Beh

Baca Juga: Tanggapi Pemalsuan Hasil Tes Covid-19, Bamsoet Sarankan Pemberian Tanda Khusus PCR

Dilansir Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari Middle East Monitor pada Senin, 11 Januari 2021, kebijaksanaan persyaratan baru WhatsApp akan mulai berlaku pada 8 Februari 2021.

Menurut media lokal yang mengutip Turkcell, BiP memperoleh lebih dari 1,12 juta pengguna hanya dalam 24 jam, dengan lebih dari 53 juta pengguna di seluruh dunia.

WhatsApp dalam hal ini meminta semua pengguna untuk menyetujui atau menangguhkan akun mereka jika tidak setuju dengan persyaratan yang diajukan.

Baca Juga: Gorila di Taman Safari San Diego AS Bergejala Corona, Dua Ekor Dikonfirmasi Positif Covid-19

Baca Juga: Habib Rizieq jadi Tersangka Kasus Tes Swab, Muannas: Semua karena Dikomporin FZ

Pihak aplikasi tersebut mengatakan akan ada pembagian informasi tambahan antara WhatsApp dan Facebook, serta aplikasi lainnya seperti Instagram dan Messenger, ditekankan yang akan dibagi adalah kontak dan data profil bukan konten pengguna dari pesan yang tetap dienkripsi.

Namun pesan yang disimpan sebagai cadangan, baik di cloud atau online tidak mendapatkan keuntungan dari enkripsi ini dan dapat diakses.

Pada November, Turki mendenda perusahaan media sosial global, termasuk Facebook, Twitter dan Instagram hingga puluhan juta lira, dikarenakan para platform tersebut dianggap tidak mematuhi undang-undang media sosial yang baru.***

Editor: Tita Salsabila

Sumber: Middle East Monitor

Tags

Terkini

Terpopuler