Debat Terbuka Aktivis dan Bahlil Lahadalia, Jelaskan Polemik UU Cipta Kerja hingga Siap Kawal PP

- 5 November 2020, 07:23 WIB
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia: BKPM sebut tidak hanya mengurus pemodal besar namun pihaknya akan mengurus juga UMKM karena memiliki kontribusi paling besar.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia: BKPM sebut tidak hanya mengurus pemodal besar namun pihaknya akan mengurus juga UMKM karena memiliki kontribusi paling besar. /Tangkapan layar Instagram @bahlillahadalia./

PR CIREBON – Debat terbuka mengenai Undang-undang Cipta Kerja dilakukan antara delapan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia.

Debat tersebut digelar di Jakarta pada Rabu, 4 November malam yang juga disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube BKPM.

Sebanyak delapan OKP menyampaikan alasan keberatan mereka atas UU Cipta Kerja yang dinilai tidak menjawab kebutuhan penciptaan kerja sebagaimana namanya. Pembahasan dan penyusunan UU Cipta Kerja juga dinilai tidak melibatkan partisipasi publik sehingga tidak transparan.

"UU Cipta Kerja tidak disusun untuk penyelesaian pengangguran. Ini cuma politik hukum dari proyeksi IMF untuk mencapai pertumbuhan ekonomi," kata Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Susanto Triyogo, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Baca Juga: Tidak Terima Hasil Pilpres AS 2020, Kekacauan Hentikan Penghitungan Suara Terjadi di Michigan

Susanto juga menilai UU Cipta Kerja bagai ilusi terhadap investasi. Pasalnya, tren investasi sepanjang 2015-2019 yang terus meningkat tidak sebanding dengan serapan tenaga kerjanya.

Begitupun yang diutarakan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Arya Kharisma. Dia menilai masalah kemudahan perizinan dan upaya menarik investasi tidak cukup menjadi landasan bagi UU Cipta Kerja masuk ke semua lini.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM), Najih Prastiyo, menyoroti banyaknya aturan turunan UU Cipta kerja yang akan disusun nantinya yang justru kontradiktif dengan keinginan Presiden Jokowi untuk menyederhanakan aturan.

Baca Juga: Obama Kalah, Joe Biden Pecahkan Rekor Suara Terbanyak Sepanjang Sejarah Pilpres AS

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Benidiktus Papa menyoroti pemangkasan aturan mengenai lingkungan hidup dalam UU Cipta Kerja, sedangkan Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menilai UU Cipta Kerja sangat sentralitas, jauh dari semangat reformasi yang mendorong desentralisasi.

"Lalu, soal pengelolaan tanah, pemerintah mengatakan ini akan digunakan untuk pembangunan. Kalau mau bangun bangsa Indonesia, jangan kasih ke investor, coba kasih ke masyarakat sebagaimana diamanatkan Pasal 33 ayat 2," kata Ketua Umum KMHDI I, Kadek Andre Nuaba.

Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Corneles Galandjindjinay menilai UU Cipta Kerja sebaiknya disebut UU kemudahan investasi karena substansinya yang lebih memudahkan investasi, bukannya menciptakan lapangan kerja.

Baca Juga: Trump Curiga Wisconsin Lakukan Pelanggaran hingga Minta Penghitungan Suara Ulang

Menanggapi masukan-masukan dari kalangan aktivis, Bahlil mengakui kurangnya sosialisasi dalam proses perundang-undangan.

Namun, dalam penyusunan 36 peraturan pemerintah (PP) turunan UU Cipta Kerja nanti, pemerintah akan membuka masukan publik secara terbuka.

"Kami menyadari sosialisasi kurang. Maka dalam penyusunan 36 PP, kita akan buka posko untuk menerima masukan secara terbuka. Bahkan kita akan buka web supaya tidak ada kesan diam-diam. Kita buka," katanya.

Baca Juga: Serbu Promo Shopee Gajian Sale! Ada Promo Gratis Ongkir, Cashback Kilat 100%, dan Flash Sale 60RB!

Bahlil juga mengajak rekan-rekan aktivis mahasiswa untuk ikut berpartisipasi dalam penyusunan aturan turunan UU Cipta Kerja.

"UU ini pasti banyak yang menurut teman-teman perlu diperbaiki. Ruang memperbaikinya ada. Saya menawarkan, PP lagi dibuat, ayo teman-teman bikin rekomendasi pasal per pasal. Saya kawal dan saya akan bertanggung jawab," katanya.

Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan alasan tren investasi di Indonesia yang terus meningkat tapi tidak sejalan dengan penyerapan tenaga kerja. Hal itu terjadi karena adanya transformasi ekonomi, di mana Indonesia tengah mendorong nilai tambah.

"Kalau tidak menciptakan nilai tambah, dari zaman VOC kita akan kirim bahan baku terus. Presiden perintahkan setiap sumber daya alam harus didorong agar menciptakan nilai tambah, dan ada industri turunan yang beri tenaga kerja tidak langsung," katanya.

Baca Juga: Diduga Nyaris Jadi Korban Eksploitasi Manusia, Dua Wanita di Depok Diamankan Polisi

Namun, kata Bahlil, penciptaan tenaga kerja tidak langsung dari kegiatan investasi tetap terjadi.

Terkait Inpres Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha, Bahlil menjelaskan Inpres tersebut hanya memerintahkan pendelegasian wewenang dari 22 kementerian/lembaga kepada BKPM.

"Tapi proses notifikasinya belum ada aturan yang membatasi berapa lamanya. Di UU Cipta Kerja ada NSPK, itu yang jadi kunci kementerian dan lembaga, bupati, gubernur agar tidak lama beri izin. Di Inpres itu tidak ada," katanya.

Baca Juga: Pengganti Sementara Rossi di Grand Prix Eropa, Lorenzo: Perjuangan Berat, Tanpa Tahu Kondisi Motor

Sementara itu, terkait masalah upah yang juga jadi sorotan banyak pihak, Bahlil menegaskan tidak ada penghapusan upah minimum kabupaten/kota. Ia bahkan akan meminta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk bisa membuka ruang soal masalah upah di UU Cipta Kerja.

"Soal upah, bukan tidak ada upah kabupaten/kota, ada tuh. Kalau masih diragukan, saya bilang ke Bu Menaker diperkuat lagi, dimasukkan ke PP. Kita buka ruang kok," pungkasnya.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah