Peneliti: Pemerintah Sukses Tekan Isu Jelek Omnibus Law dengan Strategi Gaslighting, Apa Itu ?

- 3 November 2020, 12:08 WIB
Ilustrasi Omnibus Law
Ilustrasi Omnibus Law /
PR CIREBON - Omnibus Law UU Cipta Kerja yang telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada 5 Oktober 2020 lalu, telah menuai polemik di kalangan masyarakat luas.
 
Berbagai gelombang demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja terus digemakan masyarakat di berbagai daerah, bahkan hingga kini. Isu tersebut menjadi perbincangan hangat pada akhir September hingga puncaknya pada awal Oktober 2020.
 
Namun, mendekati akhir Oktober 2020, topik pembicaraan dengan kata kunci Omnibus Law UU Cipta Kerja perlahan mulai berkurang di media sosial dan cenderung digantikan dengan topik "disinformasi".
 
 
Dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari The Conversation, Ika Karlina Idris, Ph.D selaku dosen Paramadina Graduate School of Communication, Universitas Paramadin melakukan penelitian terkait padamnya isu UU Cipta Kerja yang digantikan dengan topik disinformasi di pertengahan sampai akhir Oktober 2020.
 
Ika menilai padamnya isu tersebut berkaitan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berusaha mengklarifikasi informasi yang beredar di masyarakat tentang Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 9 Oktober 2020, tepat sehari setelah demo besar-besaran terjadi. Hal ini disebut juga dengan strategi gaslighting.
 
"Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan, strategi pemerintah sangat efektif dalam mengalihkan perhatian masyarakat dari demo," tulis Ika Karlina Idris dalam The Conversation.
 
 
Data dari CrowdTangle, alat yang merekam percakapan publik yang dimiliki dan dioperasikan oleh Facebook, seminggu sebelum pernyataan presiden terdapat 15.819 percakapan dengan kata kunci “cipta kerja” di Indonesia.
 
"Berdasarkan total jumlah Likes, Comments, Shares, dan pemberian impresi Loves, Wow, Haha, Sad, Angry, dan Care di Facebook, konten yang paling mendominasi adalah terkait demontrasi dan kejanggalan proses pengesahan UU," tulisnya.
 
Namun, setelah adanya pernyataan dari Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa demo itu dipicu hoaks atau disinformasi, arah diskusi di ruang publik berubah.
 
 
"Dari 21.971 percakapan di Facebook yang dikumpulkan, narasi yang dominan adalah demonstran tidak paham substansi UU dan dukungan terhadap Jokowi," tulis Ika.
 
Hal ini disebut sebagai teknik gaslighting, dimana pemerintah memberikan narasi "hoaks di balik demo". Narasi Presiden Jokowi kemudian diteruskan oleh akun pendukungnya, seperti Denny Siregar dan laman Info Seputar Presiden di Facebook.
 
"Dukungan dari Bank Dunia dan pengacara Indonesia terkemuka Hotman Paris juga dipakai untuk membentuk argumen dari narasi presiden bahwa UU ini baik bagi Indonesia. Media massa pun turut mendukungnya dengan pemberitaan yang memperkuat narasi tersebut," tulis Ika.
 
"Teknik ini juga berhasil karena memanfaatkan kondisi politik yang semakin terpolarisasi sejak pemilihan presiden 2019. Hal ini mengakibatkan orang-orang yang berada di kubu Jokowi akan membela narasinya habis-habisan," demikian Ika.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: The Conversation


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x