BKPM Sebut PNS Bukan Solusi Atasi Pengangguran, Lebih Baik Cipta Lapangan Kerja

- 27 Oktober 2020, 19:25 WIB
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia: UU Cipta Kerja telah dinilai hanya menguntungkan investor asing, BPKM langsung klarifikasi dan sebut ini melindungi UMKM habis-habisan.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia: UU Cipta Kerja telah dinilai hanya menguntungkan investor asing, BPKM langsung klarifikasi dan sebut ini melindungi UMKM habis-habisan. /Twitter/@bkpm/

PR CIREBON – Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia memang merupakan permasalahan yang tidak ada hentinya, karena setiap tahunnya angka angkatan tenaga kerja baru terus bertambah dan tidak seimbang dengan lapangan kerja yang ada, sehingga menyebabkan angka pengangguran yang semakin sulit untuk dikendalikan.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan bahwa penerimaan warga negara menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak bisa dijadikan solusi untuk mengatasi permasalahan pengangguran.

“Pihak kami meyakini bahwa untuk menciptakan lapangan kerja untuk pengangguran yang mencapai 15 juta (jiwa) itu, tidak mungkin dengan hanya penerimaan PNS, enggak mungkin. Swasta harus masuk, caranya dengan investasi,” ujar Bahlil, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Baca Juga: Beredar Video Jokowi Melempar Sesuatu, Refly Harun: Beliau Tidak Niat, Tapi Seperti Menghina Rakyat

Total Angka 15 juta orang pengangguran itu merupakan akumulasi dari angka pengangguran saat ini yang mencapai 7 juta jiwa, ditambah angka tenaga kerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19 mencapai 5 juta jiwa dan jumlah angkatan kerja per tahun mencapai 3 juta jiwa.

“Dapat dari mana datanya? Datanya kami dapat dari beberapa asosiasi. Dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin), dan dari Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi). Jadi total sekarang kondisi total orang yang mencari pekerjaan kurang lebih 15 juta (jiwa),” ujar Bahlil.

Baca Juga: Erdogan Berselisih dengan Macron, Ketegangan Uni Eropa dan Turki Makin Meningkat

Namun, kemudian muncul pertanyaan berapa banyak serapan penerimaan PNS, ditambah TNI/Polri, dan BUMN bisa berdampak pada pengurangan angka 15 juta pengangguran tersebut.

“Karena amanat pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 adalah Negara hadir harus memberikan lapangan pekerjaan yang layak untuk warga negaranya, kan begitu,” tutur Bahlil.

Bahlil menyebutkan total serapan penerimaan TNI/Polri dan PNS terhadap tenaga kerja hanya berkisar 400.000 sampai 500.000. Kalau hanya itu yang diandalkan untuk mengatasi jumlah pengangguran, maka ada 14.500.000 jiwa lagi yang belum mendapatkan pekerjaan.

Baca Juga: Tolak Klaim Pemerintah Soal Salah Komunikasi UU Ciptaker, Refly: Masalahnya, Tidak Ada Partisipasi

Hal tersebut menjadi ironi, tutur Bahlil, dimana Indonesia akan memasuki puncak bonus demografi pada 2030. Artinya, dominasi penduduk di Indonesia pada tahun 2030 adalah usia produktif.

Bahlil yang merupakan Mantan Ketua Umum Hipmi itu mengaku pernah melakukan survei terhadap harapan pekerjaan 5,7 juta Mahasiswa strata 1 dari Aceh sampai Papua baik perguruan tinggi swasta maupun negeri pada tahun 2015.

“Hasil surveinya mengatakan bahwa 83 persen dari mereka itu ingin jadi karyawan. 14 persen jadi pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat (Non-Government Organization/NGO) sama politisi. Tiga persen itu ingin jadi pengusaha (entrepreneur),” sambungnya.

Baca Juga: Prancis Tidak Melarang Kartun Nabi Muhammad SAW, Arab Saudi Ikut Kritik: Kebebasan Tanpa Menghormati

Bahlil menambahkan ketika partisipan survei tersebut ditanya apakah mau kaya, semua menjawab mau. Namun angka presentase yang memilih menjadi pengusaha sangat rendah.

“Jadi antara pilihan kerjaan dengan hasil pekerjaan itu engga nyambung, engga terkoneksi. Lalu ada pertanyaan berikut, kenapa tidak ingin jadi pengusaha? Ternyata karena izinnya susah, bapak-ibu semua, dan saya sudah merasakan kok (susahnya mengurus izin jadi pengusaha,” ujar Bahlil.

Maksud Bahlil dalam pernyataan tersebut, menjadi pengusaha di Republik ini tidak semudah menjadi karyawan atau politisi. Karena pihak pemerintah Indonesia saat itu tidak memiliki regulasi yang berpihak kepada pengusaha.

Baca Juga: Sorot Aktivitas Belanja, ShopeePay Deals Rp1 Hadir di Euforia 11.11

Pada akhirnya, tutur Bahlil, pilihan untuk menjadi pengusaha hanya dimiliki oleh dua golongan, yaitu pengusaha yang dibentuk oleh garis keturunan (nasab) dan pengusaha yang dibentuk oleh takdir (nasib).

Hal itu tentu saja tidak boleh dibiarkan terus. Bahlil menjelaskan, negara harus mendesain pola pikir generasi muda untuk menjadi pengusaha. Sehingga generasi muda mau meninggalkan pola pikir lama (old fashion) yaitu kalah sukses harus mencari kerja bukan membuat lapangan kerja.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x