Baca Juga: Tolak Klaim Pemerintah Soal Salah Komunikasi UU Ciptaker, Refly: Masalahnya, Tidak Ada Partisipasi
Hal tersebut menjadi ironi, tutur Bahlil, dimana Indonesia akan memasuki puncak bonus demografi pada 2030. Artinya, dominasi penduduk di Indonesia pada tahun 2030 adalah usia produktif.
Bahlil yang merupakan Mantan Ketua Umum Hipmi itu mengaku pernah melakukan survei terhadap harapan pekerjaan 5,7 juta Mahasiswa strata 1 dari Aceh sampai Papua baik perguruan tinggi swasta maupun negeri pada tahun 2015.
“Hasil surveinya mengatakan bahwa 83 persen dari mereka itu ingin jadi karyawan. 14 persen jadi pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat (Non-Government Organization/NGO) sama politisi. Tiga persen itu ingin jadi pengusaha (entrepreneur),” sambungnya.
Baca Juga: Prancis Tidak Melarang Kartun Nabi Muhammad SAW, Arab Saudi Ikut Kritik: Kebebasan Tanpa Menghormati
Bahlil menambahkan ketika partisipan survei tersebut ditanya apakah mau kaya, semua menjawab mau. Namun angka presentase yang memilih menjadi pengusaha sangat rendah.
“Jadi antara pilihan kerjaan dengan hasil pekerjaan itu engga nyambung, engga terkoneksi. Lalu ada pertanyaan berikut, kenapa tidak ingin jadi pengusaha? Ternyata karena izinnya susah, bapak-ibu semua, dan saya sudah merasakan kok (susahnya mengurus izin jadi pengusaha,” ujar Bahlil.
Maksud Bahlil dalam pernyataan tersebut, menjadi pengusaha di Republik ini tidak semudah menjadi karyawan atau politisi. Karena pihak pemerintah Indonesia saat itu tidak memiliki regulasi yang berpihak kepada pengusaha.
Baca Juga: Sorot Aktivitas Belanja, ShopeePay Deals Rp1 Hadir di Euforia 11.11
Pada akhirnya, tutur Bahlil, pilihan untuk menjadi pengusaha hanya dimiliki oleh dua golongan, yaitu pengusaha yang dibentuk oleh garis keturunan (nasab) dan pengusaha yang dibentuk oleh takdir (nasib).