Jurnalis Alami Kekerasan dari Aparat saat Liput Unjuk Rasa, PWI Minta Polri Ambil Langkah Hukum

- 10 Oktober 2020, 10:45 WIB
Ketua Umum PWI, Atal S Depari
Ketua Umum PWI, Atal S Depari /

PR CIREBON – Tindakan kekerasan yang dilakukan petugas kepolisian terhadap para jurnalis yang meliput unjuk rasa penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, disayangkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Menurut Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari, wartawan dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam menjalankan tugasnya.

Atal mengatakan bahwa UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya untuk pers itu sendiri. Karena itulah, semua pihak termasuk petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers.

"Pers bekerja berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Di mana, pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers," jelasnya dalam siaran pers pada Jumat, 9 Oktober 2020, dilansir Pikiranrakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi.

Baca Juga: Tuntut UU Cipta Kerja Lewat Jalur Hukum, Sarbumusi akan Ajukan Judicial Review ke MK

Pihak mana pun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara.

"Dalam Peraturan Dewan Pers diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan kepada wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya dan apalagi sampai dibunuh," ungkap Atal.

Jika wartawan yang meliput aksi protes UU Cipta Kerja sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai kode etik jurnalistik, lanjut Atal, seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum.

Baca Juga: UU Cipta Kerja Sangat Dibutuhkan di Indonesia, Presiden Jokowi Beberkan Alasannya

Oleh karena itu, tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan termasuk penganiayaan dan intimidasi ketika meliput demonstrasi anti UU Cipta Kerja merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers.

"Perbuatan para oknum polisi itu bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers tapi juga merupakan tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi. Tegasnya, ini merupakan pelanggaran sangat serius," katanya.

PWI Pusat meminta Kepala Polri Jenderal Idham Azis mengusut tuntas dan segera melakukan langkah hukum terhadap oknum polisi yang sudah menghambat, menghalangi tugas wartawan dengan melakukan perusakan, perampasan, dan penganiayaan kepada wartawan yang meliput unjuk rasa UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Beri Dukungan Moril Buruh hingga Emak-emak, KAMI Kutuk Kekerasan Aparat pada Pendemo Omnibus Law

"Termasuk memberikan sanksi kepada oknum petugas yang sengaja menghambat kemerdekaan pers secara terang-terangan tersebut," lanjut Atal.

Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi menambahkan bahwa kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa UU Cipta Kerja bukan hanya terjadi di Jakarta. Berdasarkan laporan dari PWI-PWI di daerah, hal yang sama juga terjadi di Medan, Lampung, Bandung, dan beberapa provinsi lain.

"Kami mengimbau pimpinan Polri memberikan pembinaan, pelatihan, dan pendidikan kepada polisi yang bertugas di lapangan bagaimana seharusnya menghadapi pers, sehingga mereka paham bagaimana menghadapi pers di lapangan dan tidak main hakim sendiri yang merusak sendi-sendi demokrasi," tegas Mirza.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Warta Ekonomi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x