Heran Bendera HTI Sakral di Indonesia, Boni Hargens: Habib Rizieq pun Ditangkap Kepolisian Arab

- 9 September 2020, 19:15 WIB
Ilustrasi HTI.
Ilustrasi HTI. /Antara

PR CIREBON - Fenomena sertifikasi penceramah yang akan dilaksanakan Menteri Agama Fachrul Razi, ternyata mengusik Pengamat Politik dan Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Boni Hargens.

Pandangan Boni ini bukan untuk membela atau mendukung, apalagi menjatuhkan siapapun, tetapi ia ingin menyajikan benang merah kenapa sampai muncul wacana sertifikasi, deradikalisasi, hingga adanya pernyataan 'radikalisme good looking' dari mulut Menag Fachrul.

Mengamati masyarakat saat ini, politik identitas menjadi trend yang menguat secara global, terutama di dekade kedua Abad ke-21.

Baca Juga: DPR Ragu Keampuhan Vaksin Sinovac, Alex: Mutasi Covid-19 Bukannya Lebih Ganas ?

Bahkan, agenda politik berbalut ayat kitab suci dengan tafsir sempit yang terjadi di Indonesia, hanya menjadi bagian dari gejala mondial yang tak terbendung di tingkat dunia.

Sedangkan bila dibandingkan di banyak tempat luar negeri, pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mengeluarkan kebijakan yang tegas dan keras untuk merespons kebangkitan mereka.

"Di Arab Saudi dan banyak negara Timur Tengah, bendera khilafah yang oleh orang Indonesia kerap diidentikkan dengan bendera HTI, dianggap sebagai bendera teroris, sehingga dilarang untuk dikibarkan," ungkap Boni Hargens saat dihubungi RRI di Jakarta, seperti dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com pada Rabu, 09 September 2020.

Baca Juga: DPR Bingung Harga Vaksin Covid-19 Berbeda dari BUMN dan Menristek, Mulan: Jangan Bebani Rakyat, Pak

Artinya, siapapun yang dengan sengaja mengibarkan bendera khilafah di Arab Saudi, maka ia akan ditangkap dan diproses secara hukum. Bahkan, Habib Rizieq pun pernah ditangkap kepolisian Arab Saudi hanya karena menemukan bendera khilafah di dinding rumah sewanya.

"Itu sebabnya dulu Habib Rizieq sempat ditangkap dan diperiksa kepolisian di sana (Arab Saudi) saat ditemukan adanya bendera itu di dinding rumah kontrakannya," tambah Boni.

Hanya saja, keanehan terjadi di Indonesia yang sebagian masyarakatnya lebih senang melihat bendera HTI yang dianggap sakral daripada bendera kebangsaan Merah Putih.

Tak tanggung-tanggung, mereka pun menolak menghormati bendera nasional, kecuali bendera HTI yang mereka cium dengan bebas.

"Itu saya temukan di lapangan sebelum Pilpres 2019 kemarin," ucapnya.

Baca Juga: Puan Maharani Pahlawan Keutuhan NKRI, Boni Hargens: Berani Pertaruhkan Reputasi di Sumbar

Dengan demikian, kebangkitan politik identitas yang merebak saat ini, seharusnya sudah diketahui akan mengarah pada gerakan politisasi agama dengan balutan demokrasi.

"Saya ingin mengatakan bahwa kebangkitan politik identitas di kekinian Indonesia sudah mengarah pada gerakan politisasi agama, bukan pada upaya memperjuangan identitas kelompok dengan memakai perangkat demokrasi," papar Boni

Artinya, kelompok ini yang memang sudah tepat diwaspadai Menag Fachrul karena mereka ingin mengubah sistem negara yang dianggap bodoh, sekaligus menjadi ancaman nyata buat keutuhan NKRI di masa mendatang.

Baca Juga: Pengungsi Rohingya Diterima karena Kemanusiaan, Menlu Retno Desak ASEAN Gabung Selesaikan dari Akar

Mereka yang kita sebut “kelompok radikal” mempunyai cita-cita ingin mengubah sistem negara karena mereka melihat demokrasi sebagai sistem thogut. Ini jelas ancaman yang nyata dan serius terhadap keberlangsungan demokrasi, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan keutuhan NKRI ke depan," tegas Boni.

Untuk itu, kajian yang komprehensif dan penguatan kebijakan perlu digalakkan oleh negara termasuk upaya deradikalisasi yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus diperkuat dengan adanya kebijakan lain di bidang sosial, politik, dan ekonomi.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah