Sehingga, pendampingan hukum yang diberikan dikhawatirkan akan digunakan untuk melindungi Jaksa Pinangki dari jerat hukum.
Selain itu, penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan patut dicurigai tidak akan berjalan objektif, karena pendampingan hukum itu berpotensi mengganggu ritme penanganan perkara dan menimbulkan kesan adanya konflik kepentingan.
Baca Juga: Ngaku Ragu Angkat Pegawai Bermata Sipit, Ahok: Harusnya Merdeka Buat Meritokrasi Ada di Atas SARA
"Pendampingan hukum terhadap Jaksa Pinangki diduga bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Persatuan Jaksa Indonesia (PJI)," tambah Kurnia.
Dalam AD/ART tersebut dituliskan bahwa tujuan PJI adalah meningkatkan integritas dan profesionalisme jaksa sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya sebagai penegak hukum.
Selain itu dalam Pasal 2 AD/ART itu juga disebutkan bahwa PJI bertujuan membela dan mendampingi anggota yang menghadapi persoalan hukum terkait dengan tugas profesinya.
Baca Juga: Presiden Jokowi Didikte Kata Sambutan untuk Deklarasi KAMI, PKS: Bilang Makasih, Saya Butuh Vitamin
"Tentu tindakan yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki tidak terkait dengan tugas dan profesinya sebagai seorang Jaksa, sebab pertemuan yang bersangkutan dilakukan tidak atas dasar persetujuan dari atasannya dan dilakukan dengan seorang buronan Kejaksaan," tegasnya.
Sejak awal ICW sudah menaruh curiga bahwa Kejaksaan Agung akan 'memasang badan' saat oknum di internal lembaganya tersangkut kasus hukum.
Hal tersebut bisa dilihat saat Kejaksaan mengeluarkan pedoman pemeriksaan Jaksa beberapa waktu lalu, yang mana menyebutkan bahwa upaya hukum terhadap Jaksa mesti mendapatkan izin terlebih dahulu dari Jaksa Agung.