Ali Purwito, Mantan Pejabat Bea & Cukai Telah Tiada. Tinggalkan Sejumlah Warisan Buku yang Ditulisnya

- 4 Mei 2023, 17:13 WIB
Dr. Ali Purwiro Musdradjad, SH., MM./APM
Dr. Ali Purwiro Musdradjad, SH., MM./APM /

Ditulis oleh: Otang Fharyana, SH., MH *)

PEJABAT Bea Cukai (BC) yang ramah tapi tegas itu kini telah tiada. Ali Purwito Musdradjad,  purna bhakti Direktorat Jenderal Bea & Cukai itu meninggal dunia di Jakarta pada hari Kamis 4 Mei 2023 pkl. 12 siang karena sakit.

Saya yang mengenalnya sejak tahun 1976 mendapat kabar dari putra pertamanya, Axis Pranoto yang kini menjadi advokat di Jakarta dua jam setelah sahabat saya meninggal dunia. Meski selalu berpindah-pindah tempat karena tugasnya sebagai abdi negara pada Ditjen Bea & Cukai, Ali selalu memberi kabar dan mengundang berkunjung ke tempat tugas barunya itu.

Sahabat saya  yang setelah pensiun sebagai pejabat Bea & Cukai lebih banyak aktif sebagai akademisi dengan sederet gelar akademik tambahan, Dr. Ali Purwito, SH., MM juga aktif menulis sejumlah buku berkaitan dengan Kepabeanan dan Perpajakan serta sebagai advokat pada Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Baca Juga: PT KCI Pastikan Tidak Ada Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Mengikuti Peraturan Baru  

Saya Mengenalnya pada tahun 1976 ketika  sebagai wartawan Kantor Berita Nasional Antara sedang bertugas meliput persidangan kasus korupsi mantan Kadolog Kaltim Budiadji di PN Balikpapan, Kaltim.

Awalnya saya dibekali secarik kertas berisi pesan dan nama serta alamat yang diberikan rekan wartawati di kantor yang sama, Tini Nurzain yang ternyata sepupuan dengan Ali Purwito. Karena saya tugas liputan cukup lama di Balikpapan, Tini lalu mengenalkan saya dengan sepupunya itu yang kebetukan bertugas di kantor BC Balikpapan.

Ketika kami berjumpa dan menunjukkan secarik kertas berisi pesan, nama dan alamat Ali Purwito, dalam beberapa hari kami langsung akrab.

Baca Juga: FIlm Netflix Asal Thailand, Hunger Berhasil Menarik Penonton dengan Sajiannya 

Sebagai “Ibu Rumah Tangga”.

Ali Purwito di mata saya adalah sosok seorang ayah yang sangat perhatian kepada anak-anaknya. Ketika kami pertama bertemu dan berkenalan, saya baru tahu isterinya baru saja meninggal dunia karena kecelakaan mobil di Balikpapan. Dari pernikahan pertamanya, Ali Purwito dikaruniai tiga anak, semuanya laki-laki. Kemudian setelah menduda puluhan tahun, dia menikah yang kedua dan dikaruniai dua orang anak, juga keduanya laki-laki.

Ketika ditinggal isteri dari pernikahan pertamanya ketika itu, usia anak pertamanya Axis Pranoto mungkin baru 9 tahun, masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dan anak bungsunya Yudha malah masih balita. 

Seingat saya sejak kenal pertama dengannya di Balikpapan hingga dia menjadi Kepala Kantror  BC Bali di Denpasar tahun 1981an dia merawat sendiri anak-anaknya itu. Bak seorang ibu rumah tangga, Ali tidak menyerahkan anak-anaknya dirawat  dan diasuh oleh  suster atau pembantu di rumahnya.Walau sesungguhnya secara ekonomi, dia mampu melakukannya.

Baca Juga: Pemilu 2024 di Kota Cirebon, Caleg Petahana (Status Quo) Vs Caleg Baru, Siapa Promosi, Siapa Degdradasi? 

Ada peristiwa yang membuat saya “trenyuh” ketika kami suatu pagi sepakat untuk golf bersama di Bedugul, Bali. Sejam kemudian dia membatalkan kesepakatan kami karena tiba-tiba ditelpon anak pertamanya Axis yang memberitahukan anak terkecilnya, Yudha sakit dan perlu membawanya ke dokter.

“Kita tunda dulu golfnya ya pak. Saya mau bawa Yudha dulu ke dokter,” katanya lewat saluran telfon kantor saya.

Ada lagi kenangan bersamanya. Sahabat saya itu punya  sebuah kebiasaan  yang menginspirasi sahabat-sahabatnya dalam menyantap makanan. Tak pernah terlihat Ali Purwito menambah porsi makan dari yang sudah ditetapkan dalam piring satapannya. Seenak dan selezat apa pun makanan itu jika sudah habis, ya berhenti. 

Ketika saya bertanya, mengapa tidak pernah mau  nambah porsi makannya, dia menjawab:"Itu sudah cukup untuk saya. Bukankah ada kata bijak, berhentilah makan sebelum kenyang." Luar biasa pendapatnya dan sangat filosofis. 

Bersahaja dan Tegas

Saya juga mengenal  Ali Purwito sebagai sosok seorang pejabat yang bersahaja. Tidak pernah berpenampilan berbeda dari yang lain. Kadang saya melihat dia  memakai kemeja yang hasil setrikaannya saja masih ga rapih. Pernah saya harus membantu membetulkan kerah kemejanya yang berlipat ketika kami bertemu pada sebuah acara publik di Denpasar ketika itu.

Sikap baik lainnya ialah, selama saya mengenalnya saya tidak pernah melihat dia marah atau memperlihatkan muka "keruh", baik ketika berada di lingkungan para stafnya apalagi menghadapi anak-anaknya.

Baca Juga: Buddy's Coffee and Grill, Kafe di Pinggir Sawah di Kabupaten Majalengka

Persahabatan kami terus berlanjut meski hanya diawali dengan sebuah pertemuan karena tugas kerja masing-masing. Kami berada bersama di Denpasar sekitar 3 tahun-an, saat saya menjadi Kepala LKBN Antara Bali 1980-1983 dan Ali Purwito sebagai Kepala BC Ngurah Rai, Bali.

Ali Purwito  pernah pula menjadi Kakanwil BC Nusra di Denpasar yang wilah kerjanya meliputi provinsi Bali, NTB, NTT dan Timtim pada periode tahun 1990-an. Jabatan lain yang pernah dieembannya termasuk sebagai Direktur Cukai, direktur  P2, Kakanwil BC Tanjung Balai (Riau), Atase BC RI di Hongkong dan sebagai Hakim Pengadilan Pajak.

Selepas tugas resmi sebagai pejabat  negara, Kawan saya  itu kemudian aktif ngajar di sejumlah perguruan tinggi dan menulis sejumlah buku, diantaranya buku tentang Pengadilan Pajak dan buku Kepabeanan Indonesia. Karya-karya akademisnya itu menjadi referensi para pengambil kebijakan dan mahasiswa  dari  berbagai perguruan tinggi. 

Selamat jalan sahabatku, pejabat yang bersahaja, ramah dan mudah mengulurkan tangan tetapi tegas.***

*) Wartawan Senior/Advokat/dosen di Bandung

 

 

 

Editor: Otang Fharyana


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah