Tuduh RUU HIP Memuat Paham Komunis, Habib Rizieq Center Desak Pemerintah Gugat Partai Pengusung

- 20 Juni 2020, 16:31 WIB
Tolak RUU HIP.
Tolak RUU HIP. /(asa)

PR CIREBON - Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila sedang dalam proses penggodokan kembali oleh para wakil rakyat di gedung DPR.

Namun rupanya, Habib Rizieq Center (HRC) mengamati dan merasa menemukan kejanggalan didalamnya, sehingga melalui Abdul Chair yang menjabat Direktur HRS meminta Pemerintah mengajukan gugatan Mahkamah Konstitusi (MK) kepada para perancang UU HIP, termasuk bila harus membubarkan partai yang mendukung RUU HIP tersebut.

Adapun menurut Chair, pengajuan gugatan ini didasarkan pada asa pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan yang dilakukan partai politik pengusul RUU HIP atau dalam bahasa hukum disebut sebagai asas strict liability.

Baca Juga: Agresif Olok AS, Media Tiongkok Berani Kutuk Rezim Trump sebagai Kapitalis Biadab yang Serakah

"Pengurus partai politik menggunakan partai politiknya untuk melakukan tindak pidana kejahatan terhadap Keamanan Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 107 UU Nomor 27 Tahun 1999 atau didasarkan atas alasan menganut, mengembangkan serta menyebarluaskan ajaran Komunisme/Marxisme–Leninisme," jelas Direktur Habib Rizieq Syihab (HRS) Center, Abdul Chair Ramadhan dalam rilisnya pada Jumat, 19 Juni 2020.

Seperti yang diberitakan Seputar Tangsel, Chair pun menilai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dapat diberlakukan untuk menjerat para perancang UU HIP.

Terlebih, tindak pidana itu dilakukan atas dasar adanya kesengajaan untuk menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Baca Juga: Hoax atau Fakta: IDI dan Menteri Ketahanan Pangan Sebut Anggur Merah dapat Cegah dan Obati Covid-19

Secara detail disampaikan bunyi dari UU no 27 Tahun 1999 terkhusus Pasal 107 huruf d, sebagai berikut

”Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”

Dalam arti lain, disimpulkan UU no 27 Tahun 1999 ini memang dikhususkan untuk mempertahankan kemanan pancasila dari ancaman ajaran Komunisme/Leninisme.

Baca Juga: Besok Jadi Hari Kiamat Dunia, Astronom Arab Beri Pesan 'Waspada' dengan Siapkan Tindak Pencegahan

"Undang-undang ini diterbitkan memang secara khusus guna mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dari adanya ancaman dan bahaya ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, yang terbukti bertentangan dengan agama, asas-asas dan sendi kehidupan bangsa Indonesia yang ber-Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Umumnya," ungkap Chair dalam penjelasan lainnya.

Bahkan, Chair juga menjelaskan alasan para perancang UU HIP bisa dikenai Pasal 107 huruf d, karena tergolong delik formil yang artinya tidak memerlukan adanya suatu akibat.

Selain itu, hal paling mendasar dari adanya pengajuan RUU HIP adalah membebaskan pelaku paham Komunisme/Leninisme untuk menyebarkan atau mengembangkan ajarannya dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara.

Baca Juga: Kedaulatan Negara Makin Terancam, Taiwan Memohon Internasional Bantu Tekan dan Tindak Tiongkok

Selama pengamatannya, HRC menilai RUU HIP amat bermasalah karena menggunakan nomenklatur ’ideologi'.

Sehingga, dikhawatirkan substansi inti dalam RUU justru memasukkan dasar filsafat negara (philosofische grondslag), sekaligus melakukan perubahan siqnifikan terhadap Pancasila.

"Perubahan dimaksud antara lain yang paling prinsip adalah perihal Ketuhanan Yang Maha Esa dan Keadilan Sosial. Keberadaan Keadilan Sosial disebutkan dalam RUU-HIP sebagai Sendi Pokok Pancasila," ujarnya.

Baca Juga: Peringati Hari Musik, Rian D'Masiv Gagas Kolaborasi dengan Siswa Berkebutuhan Khusus dari Timur

Chair pun berpendapat, bila perubahan RUU HIP ini terjadi, maka akan menggantikan posisi sila pertama Pancasila yang mengalami mutasi sila serta mengamandemen Pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945.

"Dengan demikian, posisinya menggantikan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Tegasnya terjadi perubahan posisi (mutasi) sila. Hal ini secara tidak langsung juga mengamandemen Pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945, 'Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa', akan tergantikan dengan 'Negara berdasar atas Keadilan Sosial'," lanjut Chair.

Terlebih, selama ini sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai “causa prima” Pancasila, dengan kata lain Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi titik sentral dari kehidupan kenegaraan.

Baca Juga: Gagah Hadang Tank Israel, Prajurit TNI Konga PBB Sukses Cegah Konfrontasi Militer di Lebanon

Sedangkan kaitannya dengan ancaman dan bahaya ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, Chair menilai jika terjadi perubahan makna sentral tadi, maka akan ada peluang masuknya konsep Keadilan Sosial versi Sosialisme-Komunisme.

Di sisi lain, pembahasan 'Ketuhanan yang Berkebudayaan' juga menjadi sorotan HRC, karena dianggap melekat erat dengan sosio-nasionalisme yang menghimpun menjadi ekasila, sekaligus mengubah Pancasila.

"Kemudian perihal Ketuhanan yang berkebudayaan dalam RUU-HIP. Ketuhanan yang berkebudayaan melekat erat dengan sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang kemudian terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," terangnya.

Baca Juga: WhatsApp Sempat Down, Pengguna Diimbau Tak Gegabah Ambil Langkah Uninstall

Meskipun, pemahaman 'Ketuhanan yang berkebudayaan' ini berasal dari pidato Bung Karno saat sidang BPUKI kedua, tetapi bukan menjadi keputusan akhir BPUPKI.

"Walaupun pemahaman ini diambil dari pidato Bung Karno saat sidang di BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, namun itu bukan menjadi keputusan BPUPKI. Oleh karenanya, penggunaan istilah Ketuhanan yang berkebudayaan adalah sama dengan mengubah atau mengganti Pancasila," tambahnya.

Mengakhiri rilis pernyataannya, Chair pun menilai bahwa perubahan makna seperti itu adalah kesengajaan dengan maksud tertentu, termasuk dengan niat menyebarkan ajaran Komunisme kembali di tanah air ini.

Baca Juga: Angkut Warga Bepergian, Pengelola Bus Taat Terapkan Protokol Kesehatan di Masa Normal Baru

"Perubahan atas Pancasila sebagai dasar negara disederajatkan dengan mengganti. Tindakan mengubah atau mengganti Pancasila menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 menunjuk pada perbuatan tindak pidana asal (predicate crime) yakni menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme," tegasnya menutup pernyataan.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Seputar Tangsel


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x