PR CIREBON — Rizal Ramli politikus senior Indonesia ungkap keprihatinan penerimaan pajak pemerintah rendah. Tapi sebut penindasan saat sembako dan jasa pendidikan mau dikenai pajak oleh pemerintah.
Hal itu diungkapkan Rizal Ramli dalam acara Indonesian Lawyers Club (ILC) yang dipandu Karni Ilyas.
Namun, kali ini pernyataan Rizal Ramli ditayangkan kanal YouTube Karni Ilyas Club, pada hari Sabtu, 12 Juni 2021.
Rizal Ramli tuturkan tak pernah bisa menolak jika diundang oleh jurnalis legend Karni Ilyas, meski tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC) tak lagi muncul di stasiun tv nasional seperti dahulu.
Diwawancarai Rizal Ramli terkait masalah rencana kebijakan sembako dan jasa pendidikan sekolah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Saya prihatin sekaligus kaget. Memang pemerintah lagi panik, lagi kesulitan likuiditas penerimaan pajak rendah. Tapi kok tega-teganya kasih tambahan pajak sembako kemudian pada jasa pendidikan,” katanya.
“Kaya kehilangan akal kita,” menurutnya. Tapi di sisi lain, pajak untuk yang besar-besar malah dikasih pembebasan pajak (tax holiday 20 tahun) bebas pajak pendapatan. Batu bara dan pembelian mobil diturunin royaltinya dijadikan nol.
“Jadi benar-benar ini pemerintah sangat pro sama yang sudah gede, yang sudah kaya, dan nindas yang miskin dengan kebijakan tersebut,” tandasnya.
Sudah tentu tuturnya, hal itu bakal berdampak pada kenaikan harga secara berantai pada sembako dan sebagainya.
Lalu Rizal Ramli mengajak untuk berpikir secara objektif apa yang menjadi permasalahan.
Masalah utama Pemerintah Indonesia dikatakan Rizal Ramli adalah kewajiban bayar bunga hutang sebesar Rp273 Triliun satu tahunnya.
“Itu bunga hutangnya saja?” tanya Karni Ilyas. “Iya itu bunganya saja bukan pokok hutang, karena kita meminjam dengan bunga dua persen lebih tinggi dari seharusnya,” jawab Rizal Ramli.
Baca Juga: Tom Cruise Berpacu dengan Waktu Selesaikan Syuting 'Mission Impossible 7' di Tengah Pandemi
Kemudian, Rizal Ramli mengusulkan agar pemerintah melakukan langkah-langkah terobosan agar bunga hutang negara tersebut bisa dipangkas separuhnya.
Diujarkannya, berdasar pengalaman Rizal Ramli berkunjung ke Gubernur Bank Sentral di suatu negara besar. “Kebetulan Gubernur Bank Sentralnya temen lama.”
“Kamu kalau nerbitin surat hutang atau bon, kamu bayar bunga kepada yang minjem. Mau enggak, kamu ambil surat hutang kita, saya kasih bunga plus satu persen,” katanya.
“Dia bilang Doktor Ramli, I love to the does, saya mau banget kalau Indonesia mau begitu. Karena selama ini kita meminjami lembaga keuangan, kita yang harus membayar bunga minus one persen. Kalau Indonesia kasih kita satu persen mau banget,” tuturnya.
Dalam perbincangan itu, Rizal Ramli menuturkan meminta syarat, yakni tenor pinjaman Indonesia rata-rata tujuh tahun, saya mua jadi 30 sampai 50 tahun, supaya punya stabilitas nasional.
“Doktor Ramli, tell me kapan Indonesia akan putusin itu, will do that for you,” katanya.
Ia juga menceritakan pada waktu itu Jerman dan Amerika juga mengalami minus satu persen.
Terus yang kedua, dilakukan sewaktu Rizal Ramli menjabat Menko di zaman Presiden Gus Dur, menjadi yang pertama di dunia. Yaitu, tukar hutang dengan hutang.
“Waktu itu dengan Jerman mencari win win solution, saya sediakan 300.000 hektar hutan untuk konservasi, tapi Jerman potong hutang Indonesia sebesar 600 juta dolar AS,” ujarnya.
Hari ini soal lingkungan hidup nomor satu di dunia, bahkan Tiongkok pun sangat setuju akan hal ini.
Rizal Ramli bercerita juga kala berbincang dengan orang berpengaruh dari Amerika Serikat.
Ia punya ide, menyediakan hutan di luar Pulau Jawa seluas 30 juta hektar lahan untuk konservasi, untuk memotong hutang Indonesia senilai 60 Miliar dolar AS.
“We love to do it, karena itu untuk menyelamatkan paru-paru dunia,” kata Rizal Ramli menceritakan obrolannya dengan tokoh berpengaruh dari Amerika Serikat.
Karni Ilyas menanyakan apakah hal itu pernah diusulkan kepada Pemerintah Indonesia.
“Saya sudah ngomong di sosial media, tapi mereka gak pernah mengerti, masih menggunakan pola yang lama,” jawabnya.
Rizal Ramli menegaskan, pemungutan pajak di kala ekonomi sedang resesi hanya semakin meningkatkan beban rakyat kecil.
Lalu soal usul meningkatkan Pajak Pendapatan jadi 35 persen, dia menilai hanya akan mengakibatkan ‘capital out low’ ke luar negeri.
“Di Singapura pajak pendapatan 17 persen. Jadi, orang yang punya transaksi 5 juta dolar AS akan lakukan semua transaksinya di Singapura. Langkah ini justru mengakibatkan ‘capital out low’ ke luar negeri!" ujarnya.
"Orang-orang besar akan pindahin semua uangnya ke Singapura atau Hongkong” sambungnya.
Baca Juga: Ramalan Horoskop 13 Juni 2021: Capricorn, Aquarius, dan Pisces Ada Hal yang Mungkin Tidak Tepat
Masalah utama negara Indonesia terlalu besar hutang. Dan, kalau jagoan potong hutang tersebut atau kejar pajak orang-orang besar jangan rakyat kecil.
Rizal Ramli menyarankan kalau menaikan pajak lebih baik pajak Capital Gain, pajak keuntungan dari investasi atau surat berharga bursa efek. Serta, kenakan pajak pada ‘warisan’.***