Tanggapi Soal Kudeta Myanmar, Fadli Zon Cemaskan Nasib Etnis Rohingya

- 3 Februari 2021, 20:27 WIB
Fadli Zon.
Fadli Zon. //Instagram/@fadlizon

PR CIREBON – Anggota DPR fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon mengaku sangat prihatin atas insiden kudeta yang terjadi di Myanmar.

Tak hanya menyayangkan soal demokrasi, Fadli Zon juga mencemaskan nasib etnis Rohingya pasca adanya kudeta tersebut.

Fadli Zon mencemaskan krisis politik di Myanmar tersebut akan menghambat penyelesaian tragedi kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya.

Baca Juga: Viral, Gadis ABG Dikroyok Diduga Karena Merebutkan Seorang Pria

Sebagai catatan, sejak 2017 silam, ratusan ribu etnis Rohingya terusir dan telah mengungsi ke berbagai negara, termasuk Indonesia, karena tindakan keras militer Myanmar.

Tindakan militer Myanmar ini, menurut Fadli Zon, sudah jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara brutal.

"Pada akhir 2017, saya telah melihat langsung kamp pengungsian di Cox Bazaar, perbatasan Bangladesh, yang dihuni ratusan ribu warga Rohingya.

Baca Juga: Sambangi Keraton Yogyakarta, dr. Tirta Sampaikan Edukasi Covid-19 dan Jadi Jembatan Penggiat UMKM

"Mereka adalah korban yang selamat dari penyiksaan dan penindasan militer Myanmar,” kata Fadli dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari laman resmi DPR.

Menurut Fadli Zon, tindakan kaum militer Myanmar terhadap etnis Rohingya sangatlah tidak berperikemanusiaan.

Menurutnya, dominasi militer Myanmar sangat berbahaya. Bahkan Mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan pun membenarkannya.

Baca Juga: Salah Satu Syarat Naik Kereta Api, GeNose Siap Digunakan Mulai 5 Februari 2021

“Bahkan saya telah bertemu langsung di Jenewa dengan Mantan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kofi Annan yang menginisiasi investigasi melalui Annan Report. Annan sangat prihatin atas dominasi militer dalam formasi pemerintahan sipil Myanmar," ungkap Fadli.

Menurut Fadli Zon, jika di era kepemimpinan sipil saja, masalah Rohingya tak bisa diselesaikan dengan baik, karena pemimpin sipilnya takut kepada militer, apalagi jika militer sudah benar-benar berkuasa.

Oleh karena itulah, Fadli Zon khawatir nasib etnis Rohingya akan lebih buruk dibawah kepemimpinan militer Myanmar.

Baca Juga: Dudukan Toilet Adolf Hitler Akan Dilelang Minggu Depan, Diperkirakan Laku Rp254 Juta

Dengan adanya kudeta militer dan krisis politik, kasus Rohingya akan semakin diabaikan pemerintah Myanmar. Itu sebabnya pihaknya mendesak agar semua pihak yang terlibat konflik di Myanmar menahan diri.

Atas hal tersebut, Fadli Zon juga mendesak agar ASEAN segera melakukan tindakan dalam menyikapi kasus kudeta tersebut.

"Selain itu, saya juga mendorong agar ASEAN melakukan tindakan progresif dalam menyikapi persoalan yang terjadi di Myanmar,” kata Fadli.

Baca Juga: Dewan Pers sebut Kekuatan Platform Digital Asing Menggerus Revenue Perusahaan Media Dalam Negeri

Menurutnya, ASEAN perlu mendorong terjadinya dialog, dan mungkin juga power sharing antar faksi yang terlibat konflik.

Sebab, selama ini ASEAN sangat lamban dan tak banyak berfungsi dalam mengatasi persoalan-persoalan semacam itu.

“ASEAN kelihatan tak berdaya dalam menangani masalah Rohingya apalagi kini ada kudeta," tegasnya.

Baca Juga: Minta Berhenti Kirimkan Pupuk Non Organik Subsidi untuk Petani, ini Alasan Dinas Pertanian Kuningan!

Politisi yang pernah dipercaya menjadi Presiden Organisasi Parlemen Antikorupsi Sedunia (GOPAC) di tahun 2015-2019 ini menegaskan, ASEAN dituntut harus bisa menafsirkan asas non-interference secara lebih progresif.

Sebab, selama ini prinsip tersebut telah membelenggu ASEAN untuk melakukan tindakan berarti, jika ada konflik yang terjadi di negara anggotanya.

"Kita memang harus menghormati kedaulatan negara lain. Namun, asas non-interference seharusnya tak dimaknai bahwa ASEAN bersikap pasif atas situasi di Myanmar,” ujarnya.

Baca Juga: Dorong Bisnis Ritel dan Adopsi Pembayaran Digital, ShopeePay Hadir di Seluruh Gerai Matahari Department Store

Fadli Zon juga mendorong agar pemerintah Indonesia bisa menginisiasi dialog tersebut.

“Tentu DPR akan sangat mendukung langkah tersebut sebagai wujud komitmen terhadap demokrasi dan HAM," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui militer Myanmar pada hari Senin, 1 Februari 2021 kemarin, telah melakukan kudeta terhadap pemerintahan Myanmar.

Baca Juga: Jelang Sidang Pemakzulan, Anggota Parlemen AS Sebut Trump Bertanggung Jawab atas Kerusuhan Capitol

Sejumlah pemimpin sipil Myanmar, seperti Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, beserta sejumlah pejabat negara dan tokoh politik lainnya, telah ditangkap dan ditahan oleh pihak militer.

Peristiwa pengambilalihan kekuasaan dari pemerintah pimpinan Aung San Suu Kyi yang baru saja terpilih secara demokratis itu juga telah memancing keprihatinan dunia.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: DPR


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah