Jelaskan Ketentuan Pajak Pulsa dan Token Listrik, Menteri Keuangan Sri Mulyani: Ada Kesalahpahaman

- 31 Januari 2021, 14:50 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Menteri Keuangan Sri Mulyani /Kemenkeu Foto/Biro KLI

PR CIREBON - Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani Indrawati melalui akun media sosialnya menjelaskan perbedaan ketentuan pajak pulsa dan token listrik.

Seperti yang telah tertera pada sebuah peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 06/PMK.3/2021 perbedaan ketentuan sebelumnya atas pajak pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher.

Oleh karena itu, agar tidak salah paham dan mengerti apa maksud penyederhanaan pemungutan perbedaan pajak pada PPN dan PPh atas pulsa dan token listrik, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskannya melalui media sosialnya.

Baca Juga: Ribuan Orang Gelar Demo, Pemerintah Polandia Keluarkan Aturan Pembatasan Aborsi

Seperti yang telah dilansir oleh PikiranRakyat-Cirebon.com dari akun Instagram Menkeu RI Sri Mulyani @smindrawati, Minggu, 31 Januari 2021, menjelaskan tentang penyederhanaan pemungutan PPN dan PPH atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer.

"Apa maksud penyederhanaan pemungutan PPN dan PPH atas pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer sebagaimana diatur di dalam PMK 60/2021?" tulis Sri Mulyani dalam unggahan di akun Instagram @smindrawati, Sabtu, 30 Januari 2021 dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com.

Dijelaskan oleh Sri Mulyani bahwa pada pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pulsa atau kartu perdana ada penyederhanaan.

Penyederhanaannya itu adalah pungutan yang dilakukan sebatas pada distributor tingkat dua atau server saja.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Datang Terlambat, Pemerintah Arab Saudi Tunda Pembukaan Jalur Masuk

Sehingga, distributor selanjutnya dan pengecer yang menjual ke konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi.

Menkeu Sri Mulyani juga menjelaskan, pada ketentuan sebelumnya bahwa PPN dipungut pada setiap rantai distribusi.

Maksud dari Menkeu RI Sri Mulyani yaitu dari operator telekomunikasi, distributor utama, distributor besar dan seterusnya sampai penjualan pada pedagang pengecer.

"Distributor kecil dan pengecer mengalami kesulitan melaksanakan mekanisme PPN sehingga menghadap masalah pemenuhan kewajiban perpajakan," kata Menkeu RI Sri Mulyani.

Selanjutnya Menkeu RI Sri juga mengatakan kalau untuk token listrik, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pembayaran yang berupa komisi.

Atau bisa juga disebut sebagai selisih harga yang diterima agen penjual, bukan atas nilai token listriknya.

Baca Juga: Viral Video Pria Bakar Bendera Indonesia, Komisi III DPR: Proses Penghinaan Simbol Negara

Lalu Menkeu RI Sri Mulyani juga menjelaskan pada ketentuan sebelumnya bahwa jasa penjualan terutang PPN.

Namun, ada kesalahpahaman bahwa PPN dikenakan atas seluruh nilai token listrik yang dijual oleh agen penjual.

Kemudian Menkeu RI Sri Mulyani menjelaskan Kalau pada voucher, PPN hanya dikenakan atas jasa penjualan atau pemasaran berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual, bukan atas nilai voucher.

Karena voucher sendiri merupakan alat pembayaran atau setara denga uang yang tidak terutang PPN.

"Di ketentuan sebelumnya, jasa penjualan atau pemasaran voucher terutang PPN. Namun, ada kesalahpahaman bahwa voucher terutang PPN," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Penelitian Temukan Misteri di Balik Kotoran Wombat Berbentuk Kubus

Lalu untuk yang terakhir Menkeu RI Sri Mulyani mengatakan untuk pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian oleh distributor pulsa serta PPh Pasal 23 atas jasa penjualan.

Atau pembayaran agen token listrik dan voucher merupakan pajak di muka bagi distributor atau agen yang dapat dikreditkan dalam SPT tahunan.

"Dengan penjelasan tersebut, maka ketentuan tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucher," kata Sri Mulyani.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Sri Mulyani Indrawati (@smindrawati)

***

Editor: Tita Salsabila

Sumber: Instagram @smindrawati


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x