Tanggapi Masa Jabatan Presiden 3 Periode, Ini Pandangan Refly Harun dari Kacamata Hukum Tata Negara

- 21 Desember 2020, 13:10 WIB
Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun.*
Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun.* /tangkap layar Youtube/Refly Harun

PR CIREBON - Isu terkait wacana masa jabatan presiden yang diperpanjang hingga tiga periode kembali muncul dan ramai di media sosial.

Wacana perpanjangan masa jabatan presiden tersebut dikemukakan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.

Dalam pernyataannya, Puan Maharani mengatakan wacana jabatan presiden hingga tiga kali periode perlu dibicarakan dan dikaji di Komisi II DPR.

Baca Juga: Putra Sulung Jokowi Diduga Terseret Kasus Korupsi Bansos, Mardani: KPK Perlu Usut Tuntas

Menanggapi wacana tersebut, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyampaikan sikap yang diambil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam kicauan akun Twitternya, dia menyatakan Jokowi tegak lurus terhadap sumpah presiden.

"Presiden @jokowi TEGAK LURUS terhadap SUMPAH PRESIDEN di depan MPR untuk memegang teguh UUD 1945 (pasal 9) yang MEMBATASI memegang jabatan Presiden selama DUA PERIODE (pasal 7)," kata Fadjroel Rachman yang dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dalam cuitan akun @fadjroeL pada 20 Desember 2020.

Baca Juga: Kebakaran Mako Brimob Belum Diketahui Sebabnya, Pemadam Kebakaran Sebut Tak Ada Korban Jiwa

Di sisi lain, ahli Hukum Tata Negara Refly Harun pun turut memberikan pandangannya terkait wacana tersebut.

Baca Juga: Update Aktivitas Gunung Merapi, Terdengar Suara Guguran Sebanyak 5 Kali dalam Sehari

Hal ini disampaikan sang ahli Hukum Tata Negara melalui tayangan yang diunggah kanal YouTube Refly Harun pada 20 Desember 2020.

"Hari ini tidak tidak tidak, besok ya. Tergantung kesempatan dan peluangnya," kata Refly Harun yang dikutip Cirebon.Pikiran-Rakyat.com dari kanal YouTube Refly Harun pada 20 Desember 2020.

"JK misalnya, sempat mewacanakan wakil presiden bisa dipilih untuk masa jabatan yang ketiganya, artinya punya maksud keinginan kalau bisa menjadi wakil presiden kembali," sambungnya.

Baca Juga: Update Aktivitas Gunung Merapi, Terdengar Suara Guguran Sebanyak 5 Kali dalam Sehari

Mengenai waana masa jabatan itu Refly mengungkapkan kalau dia sebenarnya punya pendapat yang sedikit berbeda dengan apa yang berlaku saat ini yaitu dua periode berturut-turut.

Dia menganggap masa jabatan Jokowi tidak efektif, terutama pada periode pertama.

Disebutnya kerja pada periode pertama tidak full selama lima tahun, karena enam bulan pertama itu adjustment, lalu bekerja selama 2,5 tahun, tetapi 2 tahun terakhir sudah persiapan untuk pilpres agar terpilih kembali.

Baca Juga: Diplomat Jerman Sambangi FPI Petamburan, Pakar: Jika Terbukti Spionase Bisa Diusir Paksa

Lantaran tahapan pemilu yang panjang, sehingga yang terlihat adalah dimulainya program-program pembangunan dan lain sebagainya yang ditujukan untuk membuat seseorang menjadi presiden, seorang incumbent agar terpilih kembali.

"Dan memang iya, termasuk juga mempertahankan aturan-aturan yang membelenggu demokrasi yaitu presidential threshold. Akhirnya kita hanya dua pasangan calon saja, padahal banyak sekali bibit pemimpin bangsa," ujarnya.

Diungkapkannya kalau mereka yang mampu menjadi pemimpin bangsa tidak dapat mencalonkan diri, karena pencalonan itu bisa bersifat elitis dan oligarkis.

Baca Juga: Cerita Warga soal Penangkapan Teroris Zulkarnaen, Suka Pakai Masker dan Jarang Bergaul

Refly mengatakan dengan masa jabatan dua periode yang seperti sekarang maka incumbent bisa memanfaatkan jabatan untuk kemenangannya, melibatkan state apparatus, dan itu sudah menjadi rahasia umum baik di pilpres maupun pilkada.

Dijelaskannya dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) itu terbukti bukan karena tidak mampu membuktikannya, tetapi lebih pada kondisi yang sangat tidak memungkinkan.

"Bagaimana mungkin pembuktian hanya satu hari untuk masalah yang seabreg-abreg dari Sabang sampai Merauke," ucap Refly.

Baca Juga: Soal Penembakan Enam Laskar FPI, Fadli Zon Minta Jokowi Bentuk TGPF

Oleh karena itu dikatakannya, kalau pilpres sudah masuk ke MK maka tidak akan diapa-apakan, karena yang sudah pasti adalah yang menang akan tetap dinyatakan menang.

"Karena kalau ada perubahan yang luar biasa, situasi chaos akan terjadi kecuali pilpres sedemikian buruknya dan MK punya keberanian untuk memutuskannya mengalahkan incumbent," ucapnya.

Disebutnya hal itu yang menjadi masalah sendiri.

Baca Juga: Tuai Polemik, HNW dan Fadli Zon Tanggapi Wacana Jabatan Presiden Tiga Periode

Menurut Refly mengatakan bahwa masa jabatan itu cukup satu kali saja tapi diperpanjang misalnya enam tahun atau tujuh tahun maksimal.

"Jadi cuma satu kali saja sehingga presiden yang terpilih benar-benar berkonsentrasi untuk menyelesaikan masa jabatannya dan tidak berpikir untuk terpilih kembali. Jadi benar-benar enam atau tujuh tahun itu digunakan secara efektif," katanya.

Refly menjelaskan, kalau memang masalahnya kecurangan yang dilakukan oleh incumbent, dan incumbent sering memoles diri dengan program-programnya agar terpilih kembali maka tidak boleh ada jabatan yang berturut-turut.

Baca Juga: Blak-blakan! Teroris Zulkarnen Ungkap Misi Rahasia Tim Khusus Pengeboman

Jadi, kalau misalnya seseorang sudah menjalani jabatan selama lima tahun maka dia tidak boleh ikut untuk periode berikutnya.

Kalaupun ikut tetapi diberi jarak minimal satu periode.

"Persoalannya adalah satu hal yang tidak akan membuat gaduh adalah kalau perubahan tentang masa jabatan itu tidak dikaitkan dengan eksistensi Presiden Jokowi, maksudnya apa?" ujarnya.

Baca Juga: Jauh dari Keramaian, Bunker Milik Teroris Upik Lawanga Ditutup Terpal

Refly mengungkapkan, masa jabatan itu diperpanjang dari lima tahun ke enam atau tujuh tahun, maka Jokowi akan tetap menghabiskan masa jabatannya selama lima tahun sampai 2024.

Dituturkannya, tidak ada yang namanya masa jabatan di tengah jalan sebagaimana diberlakukan para hakim MK, mereka dipilih untuk masa jabatan lima tahun tiba-tiba di tengah jalan ada perubahan undang-undang jadi lima belas tahun.

"Ini secara teori pembentukan perundang-undangan tidak benar, tapi ya sudahlah, sudah disahkan dan konon sudah dimintakan judicial review," urainya.

Baca Juga: Surati Kabareskrim, Komnas HAM akan Periksa Mobil 6 Laskar FPI yang Tewas

"Tapi apakah bisa mereka melakukan judicial review undang-undang yang menguntungkan mereka sendiri. Itu satu pertanyaan sesungguhnya, tapi untuk ini satu yang harus diyakinkan adalah, tidak berlaku untuk Presiden Joko Widodo," lanjut urainya.

Demikian juga jika kebijakan yang diambil adalah mengenai presiden yang dapat mencalonkan diri lagi selang masa jabatan.

Hal itu pun harus dianggap tidak berlaku untuk Jokowi, karena Jokowi sudah menjabat secara berturut-turut dua periode.

Baca Juga: Ungkap Fakta Tragedi Tol Japek, Komnas HAM akan Tinjau Kendaraan Polisi dan FPI

Refly beranggapan kalau ini dianggap tidak berlaku untuk mereka yang sudah menjabat dua periode secara paripurna, maka ini tidak akan menjadi bola liar yang kemudian dianggap bahwa ini untuk melanggengkan kelompok politik yang kebetulan menempatkan Jokowi sebagai presiden.

Dinyatakannya, kalau yang namanya usul itu tidak lepas dari dinamika politik yang terjadi, dan itu sah-sah saja dalam politik.

Yang terpenting adalah tidak boleh mengubah sebuah kebijakan di tengah jalan, ketika sudah ada keputusan orang bisa menjabat lima tahun dan bisa dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya.

"Jadi apapun dinamikanya silakan didiskusikan untuk masa jabatan, tapi satu yang penting itu tidak boleh diberlakukan untuk Presiden Jokowi, agar semua bebas untuk mengeksplorasi ide-ide itu," tandas Refly Harun.***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: YouTube Refly Harun Twitter @fadjroeL


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah