"Kita ditemukan diduga bahwa pemilik pondok pesantren itu adalah HRS, yang didirikan sejak tahun 2012. Upaya imbauan oleh Satgas Covid-19 tidak dipatuhi, jadi kegiatan tetap berlangsung," ucapnya.
Meski demikian, pihak kepolisian menyebut pondok pesantren tersebut masih diperbolehkan beroperasi, namun berdasarkan aturan Bupati Bogor, pondok pesantren tidak diperbolehkan menerima kunjungan.
Baca Juga: Pelaku Pencabulan Anak di Bawah Umur Diringkus, Polisi: Tersangka Sudah Melakukan Aksinya Sejak 2018
Selain itu, menurut Patoppoi kegiatan tersebut dihadiri oleh sekitar 3.000 orang, sehingga kerumunan tersebut dapat menyebarkan virus Covid-19 dan melanggar protokol kesehatan.
Padahal, menurutnya aturan dari Bupati Bogor mewajibkan kegiatan harus dibatasi jumlah pengunjungnya maksimal 50 persen dari total kapasitas atau maksimal sebanyak 150 orang.
"Penyidik telah memutuskan bahwa telah ditemukan dugaan peristiwa pidana, bahwa diduga ada upaya menghalang-halangi penanggulangan wabah dan penyelenggara kekarantinaan kesehatan," jelas Patoppoi.
Baca Juga: 3 Anggota TNI AD Terluka saat Kontak Tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata di Nduga
Dalam kasus kerumunan HRS tersebut, Kepolisian menggunakan pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 thaun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan dan Pasal 216 KUHP.***