Berbeda dengan Aceh, Partai Lokal Papua Ditolak MK Masuk Pemilu, Ini Penjelasan Hakim Arief Hidayat

26 Oktober 2020, 22:06 WIB
ILUSTRASI. suasana sidang putusan uji materi sejumlah pasal Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI (UU Polri) dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta pada Senin, 16 Januari 2020.* /ANTARA FOTO/M. Agung Rajasa/

PR CIREBON - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua terkait partai politik lokal Papua tidak dapat menjadi peserta dalam pemilu.

Ketua Umum Partai Papua Bersatu Krisman Dedi Awi Janui Fonataba mengajukan pengujian Pasal 28 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Otonomi Khusus lantaran partai itu tidak dapat mengikuti pemilihan umum anggota legislatif pada tahun 2019.

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News, hal itu disampaikan dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin 26 Oktober 2020, yang disiarkan secara daring oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Baca Juga: Bukan Manuver Politik Penyebab Elektabilitas Gerindra Naik, Andre Rosiade Sebutkan Alasannya

Arief mengatakan bahwa pasal 28 UU Otonomi Khusus mengatur kekhususan mengenai partai politik di Papua berkaitan dengan rekrutmen yang memprioritaskan orang asli Papua dan wajib meminta pertimbangkan kepada Majelis Rakyat Papua.

Hal itu berbeda dengan Aceh yang diberi kekhususan membentuk partai politik lokal yang dalam hal mekanisme seleksi dan rekrutmen partai politik dilakukan secara mandiri oleh partai politik.

“Pengaturan partai politik di Papua sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 UU 21/2001 bukanlah dimaksudkan sebagai partai politik lokal sebab pengaturan partai politik dalam UU 21/2001 tidak secara tegas dikatakan dan sekaligus dimaknai sebagai partai politik lokal,” tutur Arief.

Baca Juga: JBMI Usulkan Megawati Jadi Pahlawan Demokrasi, K2RS: Ada Syarat Khusus, Harus Punya Hasil Kajian

Selain itu, kekhususan dalam hal rekrutmen politik oleh partai politik nasional yang memprioritaskan masyarakat asli Papua dan mewajibkan meminta pertimbangan kepada Majelis Rakyat Papua dinilai sudah sesuai dengan semangat otonomi khusus Papua.

Dengan adanya kewajiban itu, Mahkamah Konstitusi memandang orang-orang asli Papua memiliki peran penting dan bertindak sebagai subjek utama.

Justru melalui partai politik nasional, Arief Hidayat menuturkan bahwa keterlibatan orang asli Papua di tingkat politik nasional lebih terjamin karena kaderisasi tidak terbatas di tingkat lokal.

Baca Juga: Elektabilitas PAN Hanya 1,1 Persen, Waketum PAN: Tidak Aneh, Hasilnya Berbeda 500 Persen

Selain itu, karier politik mungkin sampai tingkat nasional sehingga aspirasi atau kepentingan terkait dengan Papua lebih mudah tersalurkan.

“Dengan demikian, meskipun tidak diberikan kekhususan untuk membentuk partai politik lokal, adanya ketentuan untuk memprioritaskan orang asli Papua," ucap Arief

"Dan kewajiban untuk meminta pertimbangan Majelis Rakyat Papua dalam rekrutmen politik oleh partai politik nasional lebih memberikan jaminan pengembangan sumber daya manusia di bidang politik orang asli Papua pada khususnya dan penduduk Papua pada umumnya,” lanjutnya.*** 

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler