Beri Dukungan Moril Buruh hingga Emak-emak, KAMI Kutuk Kekerasan Aparat pada Pendemo Omnibus Law

10 Oktober 2020, 09:30 WIB
Aparat kepolisian menjaga kerumunan pengunjuk rasa agar aksi demontrasi dapat berjalan dengan damai. /Heriyanto Retno

PR CIREBON - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyayangkan cara aparat kepolisian menangani massa penolakan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja Kamis, 8 Oktober 2020 di sejumlah daerah di Indonesia.

Dalam pernyataan sikapnya, KAMI mengutuk sejumlah tindakan kekerasan dan brutal aparat yang dilakukan terhadap seluruh massa aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker).

"KAMI mengutuk semua tindakan kekerasan dan brutal yang dilakukan oleh aparat kepada buruh, mahasiswa, pelajar, dan emak-emak yang sedang memperjuangkan hak konstitusionalnya," demikian bunyi pernyataan tertulis KAMI yang ditandatangani sejumlah presidium KAMI, Gatot Nurmantyo, M Din Syamsuddin, dan Rachmat Wahab, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Warta Ekonomi partner sindikasi konten Republika.

Baca Juga: Covid-19 Disebut Penyakit Seribu Wajah, Dokter Paru: Sebagai Dokter, Ini Membingungkan

KAMI menekankan bahwa tugas aparat adalah melayani, melindungi, mengayomi, serta mengatur masyarakat. Bukan melarang kegiatan rakyat penyampaian aspirasi.

"Karena sejatinya aparat, setiap bulan menerima gaji dan makan dari uang rakyat," ujar mereka.

KAMI menyatakan, pihaknya membuka Posko Advokasi dan posko pengaduan yang siap untuk mendampingi dan memberikan bantuan hukum kepada korban kekerasan dalam unjuk rasa UU Omnibus Law.

Baca Juga: Aksi WO Demokrat Disebut Drama Basi oleh PDIP, Ossy Dermawan Singgung Drama Puan saat Kenaikan BBM

Terkait aksi penolakan yang terjadi di berbagai tempat, KAMI juga memberikan dukungan moril terhadap kaum buruh, mahasiswa, pelajar, akademisi, emak-emak, dan tokoh agama yang berjuang membela dan mempertahankan hak dan aspirasinya.

"Untuk ikut menyuarakan aspirasi rakyat, khususnya Kaum Buruh, yang terampas hak-haknya oleh UU Omnibus Law Cipta Kerja, dalam semangat memperjuangkan kebenaran dan keadilan, demi kesejahteraan," tulis mereka dalam pernyataan tersebut.

Mereka juga menyatakan bahwa aksi yang terjadi kemarin merupakan akibat dari keputusan DPR dan presiden yang abai dan tidak memperhatikan aspirasi buruh, kampus, para guru besar, ormas keagamaan khususnya PBNU, PP Muhammadiyah, mahasiswa, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

Baca Juga: Sebut Pemerintah Butuh Omnibus Law, Jokowi Targetkan Aturan Turunan UU Ciptaker Rampung 3 Bulan

Namun, tetap memaksakan untuk memutuskan dan mengesahkan RUU Omibus Law.

"Atas reaksi penolakan yang masif terjadi di seluruh Indonesia, sudah seharusnya presiden sebagai kepala pemerintahan tidak menghindar dan membuka ruang dialog yang seluas-luasnya," tegas mereka.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Warta Ekonomi Republika

Tags

Terkini

Terpopuler