72 Persen Masyarakat Minta Pilkada Serentak Ditunda, Khawatir Timbul Klaster Baru Covid-19

16 September 2020, 10:49 WIB
Hasil Survei dari Polmatrix Indonesia terkait Pilkada 2020. /Antara News

PR CIREBON - Indonesia dalam waktu dekat akan melaksanakan Pemilihan Ketua Daerah (Pilkada) 2020 secara serentak di berbagai daerah.

Berbeda dengan Pilkada sebelumnya, pada pemilihan tahun ini, pemillihan tersebut harus dilaksanakan di tengah kondisi pandemi Covid-19. Hal itu, jelas membuat sebagian masyarakat dilanda rasa kekhawatiran bahwa Pilkada yang akan berlangsung ini menjadi klaster baru terkait penyebaran Covid-19.

Dikutp PikiranRakyat-Cirebon.com dari situs Antara, masyarakat meminta agar Pilkada serentak 2020 ini ditunda di tengah situasi pandemi Covid-19 serta pro dan kontra terkait pengetatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Baca Juga: Citra Islam Indonesia Hancur usai Kasus Penusukan Syekh Ali Jaber, PBNU: Teror Ulama Tak Bermoral

Direktur Polmatrix Indonesia, Dendik Rulianto, dalam siaran persnya di Jakarta, mengatakan berdasarkan temuan surveinya menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih agar Pilkada serentak tersebut ditunda di seluruh daerah.

“Temuan survei publik lebih memilih opsi Pilkada serentak 2020 untuk ditunda diseluruh daerah, sebanyak 72,4 persen responden, karena khawatir kerumunan massa dalam Pilkada akan meciptakan klaster baru Covid-19,” tuturnya, Rabu 16 September 2020.

Sementara itu, sebanyak 12,1 persen responden memilih untuk penundaan Pilkada serentak tersebut cukup dilakukan di daerah-daerah yang terkategori zona merah saja.

Sedangkan, masyarakat yang menginginkan Pilkada serentak ini untuk tetap dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 tercatat sebanyak 10,6 persen responden. Sementara 4,9 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Baca Juga: Trisakti Bung Karno Bisa Lawan Covid-19, Ekonomi Tetap Mandiri dengan Berdayakan Petani

Sebagaimana diketahui, bahwa Pemilihan Kepala Daerah sendiri telah ditunda dari jadwal sebelumnya pada 9 September 2020.

Menurutnya, pada tahap awal pendaftaran bakal calon sudah menimbulkan banyak kerumunan massa dari para pendukungnya, apalagi nanti ketika sudah memasuki masa kampanye.

Tercatat sebanyak 270 daerah, mencakup 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota di Indonesia yang akan melangsungkan Pilkada pada tahun ini.

“Bisa dibayangkan luasnya daerah yang akan menggelar Pilkada dan banyaknya kontestan yang akan beradu merebut suara pemilih di tiap daerah,” tuturnya.

Baca Juga: 115 Tenaga Medis Gugur Lawan Covid-19, IDI Desak Pemerintah Bentuk Komite Perlindungan Kesehatan

Sebanyak 63 orang bakal calon kepala daerah diketahui terindikasi positif Covid-19, dan jumlah tersebut akan terus bertambah.

Demikian pula dengan penyelenggara pemilu, dari komisioner KPU dan KPUD, Bawaslu, hingga petugas di tingkat bawah yang terjangkit.

Adapun opsi terkait protokol kesehatan dalam Pilkada diragukan keefektivitasannya. Hal itu, terbukti dengan banyaknya pelanggaran yang terjadi selama masa pendafataran.

Dendik mengatakan bahwa tanpa ada Pilkada saja penyebaran virus masih terus berlangsung, apalagi bila Pilkada tetap dilaksanakan.

“Dengan pola kampanye yang masih mengandalkan pengumpulan massa, virus akan lebih cepat menular. Dampaknya daerah-daerah tersebut bisa menerapkan kembali PSBB yang berujung pada hancurnya perekonomian dan penghidupan masyarakat,”ujarnya.

Baca Juga: Aib Manajemen Pertamina Dibongkar Ahok, dari Pengaturan Gaji Direksi hingga Melobi Menteri

Sementara itu, Survei tersebut dibuat pada tanggal 1-10 September 2020, dengan jumlah responden sebanyak 2.000 orang yang mewakili seluruh provinsi di Indonesia.

Metode survei dilakukan dengan menghubungi melalui sambungan telepon terhadap responden survei sejak 2019 yang dipilih secara acak. Margin of error survei sebesar ±2,2 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News

Tags

Terkini

Terpopuler