Terdakwa Penyerang Novel Baswedan Divonis Ringan, Tim Advokasi: Sejak Awal Skenario Sempurna

17 Juli 2020, 15:53 WIB
Novel Baswedan. Antara /Ardi Soedirjo/

PR CIREBON - Terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan hanya divonis ringan dengan putusan penjara 2 tahun dan 1,5 tahun.

Tim advokasi Novel Baswedan mengatakan putusan penjara yang dijatuhkan kepada dua orang terdakwa penyerang merupakan upaya agar keduanya tidak dipecat dari Polri.

"Mengapa putusan harus ringan, agar terdakwa tidak dipecat dari Kepolisian dan menjadi 'whistle blower' atau 'justice collaborator'," kata anggota tim advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Jumat, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara.

Baca Juga: Menipu Puluhan Janda Muda, Seorang Kuli Bangunan Berhasil Menggasak Uang hingga Puluhan Juta

Pada Kamis, 16 Juli 2020, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis selama 2 tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan 1,5 tahun penjara kepada Ronny Bugis karena terbukti melakukan penganiayaan yang menyebabkan luka berat terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

Hakim mengatakan Rahmat dan Ronny tidak terbukti berniat untuk menyebabkan luka berat meski sudah merencanakan penyerangan.

Keduanya terbukti berdasarkan dakwaan subsider pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga: Resmi, PDIP Usung Gibran Rakabuming Raka Menjadi Calon Wali Kota Pilkada Solo 2020

"Sejak awal skenario sempurna sudah selesai ketika dakwaan sampai ke tangan hakim. Skenario ini adalah tuntutan yang ringan untuk mengunci putusan hakim. Nyaris tidak ada putusan yang dijatuhkan terlalu jauh dari tuntutan, kalaupun lebih tinggi daripada tuntutan," tambah Isnur.

Skenario menjadi sempurna dengan sikap kedua terdakwa yang menerima dan tidak banding meski diputus lebih berat dari tuntutan penuntut umum.

"Mengapa tuntutan harus ringan terkait keyakinan kami bahwa barang dan alat bukti yang dihadirkan di persidangan tidak memiliki keterkaitan serta kesesuaian dengan para terdakwa dengan demikian putusan majelis hakim harus dikatakan bertentangan dengan Pasal 183 KUHAP yang mengamanatkan bahwa hakim harus memiliki keyakinan dengan didasarkan dua alat bukti sebelum menjatuhkan sebuah putusan," ungkap Isnur.

Baca Juga: Hotel del Luna Siap di Remake Hollywood, Yeo Jin Goo 'Ngarep' Timothee Chalamet Mainkan Perannya

Sejak awal persidangan, tim advokasi sudah mencurigai proses peradilan tersebut dilaksanakan hanya untuk menguntungkan para terdakwa.

Kesimpulan tersebut bisa diambil dari dakwaan, proses unjuk bukti, tuntutan Jaksa, dan putusan yang memang menafikan fakta-fakta sebenarnya.

"Dengan dijatuhkannya putusan hakim ini pihak yang paling diuntungkan adalah instansi Kepolisian sebab dua terdakwa yang notabene berasal dari anggota Kepolisian tidak mungkin dipecat dan pendampingan hukum oleh Divisi Hukum Polri pun berhasil dijalankan," tambah Isnur.

Baca Juga: Temukan 2 Paket Sabu di Rumah Catherine Wilson, Polisi: Dia Sudah Akui Itu Miliknya

Isnur mengungkapkan, sikap yang tidak mengungkap kejahatan politik sampai akarnya hanyalah perulangan terhadap kasus-kasus serangan terhadap aktivis anti korupsi serta aktivis-aktivis lain dan penegak hukum pemberantas korupsi.

"Proses persidangan ini juga menunjukkan bahwa potret penegakan hukum di Indonesia tidak pernah berpihak pada korban kejahatan. Terlebih lagi korban kejahatan dalam perkara ini adalah penegak hukum," kata Isnur.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler