Media Asing Soroti Gugatan Warga Jakarta atas Hak Udara Bersih Bebas dari Polusi

9 Juni 2021, 17:45 WIB
Warga Jakarta mendesak pemerintah bertanggung jawab atas masalah polusi dan menuntut hak udara bersih dari polusi melalui gugatan ke pengadilan.* /Pixabay.com/marcinjozwiak

PR CIREBON — Ibu kota Indonesia, Jakarta, kena gugatan warganya atas masalah hak udara bersih bebas dari polusi yang selama ini terjadi.

Dalam gugatan tersebut, warga memaksa pemerintah untuk bertanggung jawab atas udara ibu kota Indonesia, yang secara teratur melebihi batas kualitas udara.

Gugatan terhadap Jakarta pun sampai disorot media asing asal timur tengah Al Jazeera hari ini, Rabu 9 Juni 2021.

Baca Juga: Mengira Miliki 8 Anak dalam Kandungan, Wanita Afrika Selatan Ini Kaget Saat Lahirkan 10 Bayi

Pada lansiran PikiranRakyat-Cirebon.com, mengungkapkan pernyataan seorang dosen Akademi Pariwisata Nusantara Jaya, Istu Prayogi, yang menuturkan pengalaman hidupnya telah tinggal di Jakarta sejak tahun 1990-an.

Mengutarakan masalah kepadatan penduduk, volume kendaraan yang sangat banyak, hingga sepanjang waktu dia harus berjuang melawan pilek, sakit kepala, dan sesak napas.

Ternyata masalah ini dirasakan oleh warga lain yang ada di sekelilingnya, dan dia bukan satu-satunya yang menderita.

Baca Juga: Ramalan Horoskop Karier dan Keuangan, 9 Juni 2021: Pisces dan Aries Ada Peluang Besar, Aquarius Banyak Pikiran

“Saya didiagnosa oleh dokter spesialis paru dengan flek di paru-paru saya akibat polusi udara,” ungkap Istu.

“Pemerintah tidak memperhatikan buruknya kualitas udara di Indonesia,” tandasnya.

Coba menghindar dari masalah tersebut, kini Istu pindah tempat tinggal ke kota yang masih berdekatan dengan Jakarta, yakni Depok.

Baca Juga: Sebagai Musisi Sekaligus Politikus, Pasha Ungu Bela Para Pengamen dan Sayangkan Arogansi Satpol PP

Di pinggiran Jakarta terdapat 32 penggugat dalam "gugatan warga" soal hak udara bersih bebas dari polusi.

Yang dinilai sangat penting, bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah karena gagal memenuhi hak warga negara Indonesia atas udara bersih.

Diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan memberikan putusannya atas kasus tersebut pada hari Kamis, 10 Juni 2021 esok.

Baca Juga: Komentari Mahmud MD Soal Revisi UU ITE, Rizal Ramli Singgung Terkait Kejahatan Finansial

Hal itu, setelah hampir dua tahun perdebatan hukum tentang siapa yang harus disalahkan atas udara kotor sebuah kota yang secara teratur menempati peringkat di antara yang paling tercemar di dunia, menurut indeks kualitas udara dunia.

Pada tahun 2019, sebuah studi yang dihasilkan oleh Vital Strategies dan Institut Teknologi Bandung (BIT) menemukan bahwa Indonesia memiliki jumlah kematian dini terkait polusi udara tertinggi di Asia Tenggara.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa, di Jakarta, “tingkat partikel halus (PM 2.5), polutan paling berbahaya bagi kesehatan, secara rutin melebihi pedoman kualitas udara Organisasi Kesehatan Dunia sebanyak empat atau lima kali”.

Baca Juga: Ramalan Horoskop Karier Keuangan Rabu, 9 Juni 2021: Hari Keberuntungan Zodiak Taurus, Cancer, dan Gemini

Sebagai bagian dari gugatan warga, sebuah manuver hukum di mana warga negara secara tradisional mengajukan gugatan dalam upaya untuk menegakkan undang-undang dan taktik yang sering digunakan dalam kasus hukum lingkungan.

Penggugat tidak meminta kompensasi finansial tetapi berharap tindakan hukum akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan masalah pencemaran udara di Jakarta dan mendesak pemerintah untuk bertindak.

Gugatan tersebut menyebutkan nama Presiden Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Jakarta dan Gubernur Provinsi Banten dan Jawa Barat.

Baca Juga: Ibadah Haji Resmi Dibatalkan, Anggota DPR: Masyarakat Boleh Menarik Dana Haji Tetapi Ada Konsekuensinya

Dalam gugatannya, para penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara tersebut menyatakan bahwa para tergugat telah lalai dalam memenuhi hak warga negara atas lingkungan hidup yang sehat dan memerintahkan mereka untuk memperketat standar kualitas udara nasional.

“Kami membutuhkan kerangka hukum yang lebih kuat dan undang-undang serta sanksi yang lebih progresif terkait polusi udara,” Leonard Simanjuntak, direktur negara Greenpeace Indonesia, yang juga merupakan penggugat dalam gugatan sebagai warga negara.

Masalah HAM

Lebih dari 10 juta orang tinggal di Jakarta, tetapi jumlah itu membengkak melampaui 30 juta begitu kota-kota di lima kota satelit dan kabupaten sekitarnya, lokasi ribuan kawasan industri dan pusat manufaktur disertakan.

Baca Juga: Menyamar Jadi Keluarga Donald Trump untuk Tipu Pendukungnya, Pria Ini Terancam Hukuman Penjara

“Kasus ini sangat penting karena kita sudah tahu bahwa menghirup udara bersih adalah hak kita sebagai manusia,” kata Bondan Andriyanu, juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia.

“Pencemaran udara pada skala saat ini jelas melanggar hak atas hidup dan kesehatan, hak anak dan hak untuk hidup dalam lingkungan yang aman, bersih, sehat dan berkelanjutan.

Perspektif hak asasi manusia ini mengubah segalanya karena pemerintah kemudian memiliki kewajiban yang jelas dan dapat ditegakkan secara hukum untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia (warga negara),” jelasnya.

Baca Juga: Ramalan Horoskop Karier Keuangan, Rabu 9 Juni 2021: Zodiak Leo, Virgo dan Libra Harus Berani Ambil Peluang!

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2016, polusi udara luar ruangan (polusi udara ambien) diperkirakan menyebabkan 4,2 juta kematian dini secara global.

91 persen di antaranya terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dengan jumlah kematian terbesar di dunia. kematian seperti itu terjadi di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat WHO.

Standar WHO untuk kualitas udara ambien tahunan adalah 10 mikrogram partikel halus per meter kubik udara, sedangkan standar nasional Indonesia adalah 15 mikrogram.

Baca Juga: Menag Yaqut Cholil Qoumas Bahas Pembatalan Ibadah Haji: Kita Lebih Menyayangi Nyawa dan Keselamatan Jamaah

Namun Bondan mengatakan data resmi terkait partikel halus, yang dikenal sebagai PM2.5, diterima Greenpeace dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mulai 2020 atau tahun ketika pandemi Covid-19 membuat jumlah lalu lintas berkurang dalam beberapa bulan.

“Jika kita membandingkan standar kualitas udara ambien nasional kita dengan standar WHO kita masih jauh tertinggal. Bahkan selama pandemi, data tahunan PM 2.5 di Jakarta berada di atas baku mutu udara ambien nasional,” ujarnya.

Para penggugat dalam gugatan tersebut juga berharap pemerintah akan memikirkan kembali seluruh strategi tata kota di kota tersebut.

Baca Juga: Agensi IOK Company Merilis Pernyataan Resmi Perihal Kasus Dakwaan yang Dihadapi B.I

“Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum tetap ngotot membangun jalan tol meski kendaraan pribadi merupakan salah satu penyumbang polusi udara terbesar,” kata Elisa Sutanudjaja, direktur Rujak Center for Urban Studies di Jakarta.

“Saya berharap melalui gugatan ini, akan ada strategi untuk mengubah model pembangunan dan kebijakan mobilitas yang tidak berkelanjutan ini,” sambungnya

“Selama model pengembangannya masih car-centric, tidak akan ada perbaikan yang signifikan,” tegas Elsa Sutanudjaja.***

Editor: Asri Sulistyowati

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler