Soal Ustaz Maaher Ditangkap, Refly Harun: Kenapa Tidak Menggunakan Pendekatan Perdata ?

4 Desember 2020, 10:09 WIB
Pakar hukum tata negara, Refly Harun. // Youtube Refly Harun

PR CIREBON-  Sebagaimana diketahui, Soni atau yang dikenal dengan sebutan Ustadz Maaher ditangkap Bareskrim Polri, pada Kamis, 3 Desember 2020.

Maaher ditangkap atas kasus dugaan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) melalui media sosial.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Baca Juga: Alasan Husin Shihab Laporkan Ustaz Maaher: Jangan Karena Punya Gelar Lalu Lontarkan Hinaan

Ustaz Maaher ditangkap atas kasus yang dilaporkan oleh Waluyo Wasis Nugroho, Maaher dilaporkan ke Bareskrim Polri pada 27 November 2020. Saat ini, Ustadz Maaher masih menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri.

Terkait berita tersebut, Refly Harun selaku pakar hukum tata negara melalui kanal YouTube Refly Harun Official yang diunggah pada Jumat, 4 Desember 2020 pun angkat bicara.

Refly mengatakan, UU ITE kembali memakan korban, baik itu dari aktivis politik maupun aktivis dakwah.

“UU ITE sebenarnya dimaksudkan untuk mengontrol transaksi di dunia cyber, terutama mereka yang menggunakan dunia maya ini untuk tindakan kejahatan seperti menipu. Akan tetapi, UU ITE kini kemudian digunakan untuk mencokok orang-orang yang dianggap melakukan penghinaan, penyebaran kebencian, provokasi  dan lain sebagainya,” katanya.

Baca Juga: Kuasa Hukum Sebut Ada Kejanggalan saat Ustaz Maaher Ditangkap, Polri: Silakan Uji di Pengadilan

Dia mengatakan, akan lebih baik jika kasus ini menggunakan pendekatan perdata saja.

“Menurut saya, apakah perlu ditangkap? apakah tidak diperiksa terlebih dahulu? baru kemudian dinyatakan sebagai tersangka jika memang pantas jadi tersangka. Mengapa tidak menggunakan pendekatan perdata saja,” ucapnya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari YouTube Refly Harun.

Dia menuturkan, jika ada orang yang mengadu ke Bareskrim, cukup direkonsiliasi, kemudian temukan titik terangnya. Tetapi, jika langsung penangkapan, maka yang terjadi negara seperti ikut campur tangan dalam konflik antar sesama anak bangsa.

“Ini berbahaya, karena negara bisa saja subjektif dalam melakukan tindakan, ada yang diproses dan tidak, ada yang ditangkap dan tidak. ini menjadi persoalan, dan ini bisa menjadi diskriminasi penegakan hukum. Apalagi ini sifatnya delik aduan. Jadi, disitulah masalahnya jika tangan negara ikut dalam menengahi, tetapi menggunakan pendekatan hukum pidana,” ujarnya.

Baca Juga: Pergerakan Masif Kelompok Intoleran Berjubah Agama, Cendikiawan: Masa Depan Bangsa Dipertaruhkan

Lebih lanjut, Refly mengatakan, padahal seharusnya hukum pidana menjadi jadi jalan terakhir, jika upaya-upaya yg lain tidak bisa dilakukan. Misalnya, upaya untuk mendamaikan antar sesama warga negara.

“Padahal kita tahu, hukum acara pidana mengatakan menangkap dan tidak menangkap itu dengan beberapa alasan seperti takut menghilangkan barang bukti, takut melarikan diri dan dikhawatirkan mengulangi perbuatannya. Ketiga unsur itu terkadang tidak terpenuhi, tetapi tetap saja orang ditangkap,” katanya.

Refly pun mengatakan bahwa negara ini masih sangat bermasalah dalam hal penegakan UU ITE.

“Jadi, maksud UU ITE itu adalah untuk melindungi konsumen atau warga negara dari kejahatan-kejahatan melalui dunia cyber, misalnya tipu menipu dan sebagainya. Akan tetapi, yang terjadi justru ini (UU ITE) menjadi alat ampuh bagi penguasa, untuk membungkam lawan-lawan politiknya, membungkam orang-orang kritis,” ucapnya.

Baca Juga: Letusan Gunung Ili Lewotolok Terus Terjadi, Kepala Mitigasi: Setiap Gunung Punya Dapur Magma Sendiri

Lebih lanjut, dia berharap hal seperti, kedepannya dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat, dipertemukan untuk dimusyawarahkan bagaimana jalan keluarnya, dan itu pendekatan yang sangat pancasilais.

Dia pun berharap agar penegak hukum tidak selalu menggunakan perspektif pendekatan pidana, apalagi sampai menangkap dan memenjarakan mereka-mereka yang dianggap melanggar atau melakukan perbuatan-perbuatan yang dianggap dilarang oleh UU ITE.

“Kita lihat kasus Maaher ini, mungkin saja dia salah, walaupun berlaku azas praduga tidak bersalah, yang saya persoalkan adalah, apakah iya seseorang harus ditangkap lalu ditahan untuk pelanggaran UU ITE yg merupakan mala inprohibita, bukan sebuah tindakan pidana absolut,” pungkasnya.

***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: YouTube Refly Harun

Tags

Terkini

Terpopuler