Madrasah Khusus Muslim Transgender Dibuka di Bangladesh, Pertama Kali Demi Melawan Diskriminasi

- 9 November 2020, 14:52 WIB
Ilustrasi transgender.
Ilustrasi transgender. /Pexels/Rosemary Ketchum

PR CIREBON - Bangladesh membuka sekolah Islam pertamanya untuk Muslim transgender pada hari Jumat, dengan ulama menyebutnya sebagai langkah pertama untuk mengintegrasikan minoritas yang terdiskriminasi ke dalam masyarakat, 6 November 2020

Madrasah tersebut adalah salah satu dari serangkaian langkah baru-baru ini di Bangladesh, untuk membuat hidup lebih mudah bagi 1,5 juta orang transgender di negara mayoritas Muslim itu.

Komunitas LGBT menghadapi diskriminasi yang meluas di negara Asia Selatan, dengan undang-undang era kolonial masih berlaku yang menghukum gay dengan hukuman penjara, meskipun penegakannya jarang.

Tetapi sekitar 50 siswa transgender membaca ayat-ayat Alquran untuk menandai pembukaan Madrasah Da'watul Islam Tritio Linger, atau Sekolah Gender Ketiga Islam, di pinggiran ibu kota, Jumat.

 
Sekelompok ulama yang dipimpin oleh Abdur Rahman Azad mengubah lantai atas gedung tiga lantai, menjadi sekolah dengan dana dari badan amal setempat. 
 
Tim Azad sudah memberikan pelajaran Alquran kepada tujuh kelompok transgender di Dhaka, dan mengatakan madrasah tumbuh dari kebutuhan akan basis permanen bagi komunitas.

Hingga 150 siswa, hampir semua orang dewasa, akan mendapatkan pelajaran yang serupa dengan madrasah tradisional, di mana Al-quran diajarkan bersama dengan filsafat Islam, Bengali, Inggris, matematika, dan ilmu sosial.

 
Azad mengatakan kaum transgender, yang dikenal sebagai Hijra di Bangladesh, sudah terlalu menderita.

"Sudah terlalu lama mereka hidup sengsara. Mereka tidak bisa bersekolah, madrasah atau masjid. Mereka menjadi korban diskriminasi. Kita, masyarakat dan negara yang harus disalahkan atas ini," ujarnya.

"Kami ingin mengakhiri diskriminasi ini. Allah tidak membeda-bedakan manusia. Islam memperlakukan semua orang sebagai manusia. Hijra harus menikmati semua hak seperti manusia lainnya," kata Azad.
 
 
Seorang murid di madrasah tersebut mengatakan kalau dia gembira atas langkah ini.

"Saya sangat gembira," kata Shakila Akhter, seorang siswa berusia 33 tahun, kepada AFP.

"Kami berterima kasih kepada para ulama atas langkah indah ini," ujarnya

Akhter terlahir sebagai perempuan dan selalu ingin menjadi dokter atau pengacara, namun ambisi tersebut digagalkan saat ia meninggalkan rumah saat masih kecil untuk bergabung dengan komunitas transgender.

"Kami Muslim, namun kami tidak bisa pergi ke masjid. Kami bahkan tidak bisa bergaul dengan anggota masyarakat lainnya," kata Akhter. Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Channel News Asia.

 
Pada 2015, ekstrimis Islam meretas sampai mati seorang aktivis gay terkemuka dan editor majalah LGBT, sementara kaum homoseksual terkemuka lainnya telah melarikan diri dari negara itu.

Namun langkah maju telah dibuat untuk komunitas. Pemerintah Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina sejak 2013, mengizinkan transgender diidentifikasi sebagai gender terpisah.

Tahun lalu mereka diizinkan mendaftar untuk memilih sebagai jenis kelamin ketiga, dan jumlah mereka akan dihitung dalam sensus yang akan dilakukan tahun depan di negara berpenduduk 168 juta itu.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Channel New Asia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x