Namun pada kenyataannya, Trump terpaksa berbicara di depan sekitar 6.200 orang pendukung dan penyelenggara terpaksa menutup area luar karena yang datang tak mencapai setengahnya.
Sejumlah besar pengguna TikTok dan penggemar K-pop, ternyata telah mendaftar untuk tiket tetapi mereka tidak berniat hadir. Sehingga banyak ruang kosong di arena BOK center berkapasitas 19.000 tempat duduk.
Baca Juga: Izin Resepsi Pernikahan Masih Dikaji, Wedding Organizer Gelisah dan Minta Kelonggaran
Tidak jelas seberapa besar dampak kampanye pada tingkat partisipasi yang rendah.
Pembajakan hashtag Twitter yang memecah belah dan penghinaan terhadap presiden AS adalah demonstrasi dari aktivisme sosial yang berlangsung di seluruh komunitas K-pop, terutama di AS, menurut CedarBough Saeji, asisten profesor tamu dalam bahasa dan budaya Asia di Indiana University.
"Penggemar K-pop Amerika, dan ada banyak dari mereka, berwawasan ke luar, berpikiran terbuka, penasaran budaya dan mendukung hak-hak LGBTQ. K-pop tidak terlalu politis, tetapi terlibat secara sosial," ujarnya.
Ia kemudian menambahkan, banyak idol K-Pop yang menyumbang untuk tujuan keadilan pendidikan dan sosial. Penggemar dengan sukarela mengikuti para idolnya menyumbang terkait masalah pendidikan untuk keluarga berpenghasilan rendah, perawatan untuk orang tua, atau perlindungan lingkungan.
Baca Juga: Bersikap Masa Bodoh Soal Corona, Presiden Brasil Diminta Hakim Gunakan Masker atau Bakal Didenda
Sementara itu, Brad Parscale, manajer kampanye Trump, menyalahkan bencana Tulsa atas gangguan dari 'pengunjuk rasa radikal', sebuah deskripsi yang mungkin tidak jauh dari kebenaran, menurut Jay Song, seorang dosen senior Studi Korea di University of Melbourne.
"Penggemar BTS selalu serius tentang politik dan masalah sosial ekonomi, mulai dari pengangguran kaum muda, kesehatan mental, ketimpangan sosial dan ekonomi dan minoritas seksual," kata Song.