Tolak Kena Sanksi UU Uighur Buatan Trump, Tiongkok Tekankan AS Tak Mendikte Urusan Dalam Negerinya

- 19 Juni 2020, 15:00 WIB
Muslim Uighur.
Muslim Uighur. //Pikiran Rakyat

PR CIREBON - Kian meningkatnya agresi militer Tiongkok terhadap wilayah sengketa di sejumlah negara tetangga, rupanya diiringi dengan upaya Amerika Serikat (AS) untuk ikut campur dalam urusan tersebut.

Paling terbaru adalah AS diam-diam meresmikan UU Hak Asasi Manusia (HAM) Muslim Uighur pada 17 Juni 2020, sehingga secara otomatis AS dapat bebas menjatuhkan sanksi baru terhadap rivalnya tersebut, terutama terkait tuduhan genosida budaya terhadap Muslim Uighur.

"Undang-undang tersebut menuntut para pelaku pelanggaran HAM yang bertanggung jawab," ungkap Trump.

Baca Juga: Ingin Mencapai Sepakat Damai, India dan Tiongkok Justru Saling Tuduh dan Tak Mau Disalahkan

"Pelanggaran tersebut yaitu penggunaan kamp indoktrinasi secara sistematis, kerja paksa dan pengawasan intrusif untuk menghapus identitas etnis dan kepercayaan agama warga Uighur dan minoritas lainnya di Tiongkok," tegas Trump.

Sontak saja, aksi diam-diam menghanyutkan ini membuat Tiongkok seketika naik pitam. Terlebih, selama ini Republik Rakyat Tiongkok (RRT) berkali-kali menolak dugaan represi dan diskriminasi terhadap suku Uighur di Xinjiang.

Untuk itu, Tiongkok mengeluarkan ancaman balas dendam pada AS. Melansir situs Express, secara tegas Presiden Tiongkok Xi Jinping menyatakan tak terima dengan tuduhan maupun sanksi yang dijatuhkan oleh AS.

Baca Juga: Bak Senjata Makan Tuan, Petani Durian Ketakutan Sendiri dengan Pelindung 'Pocong' yang Dibuatnya

Melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RRT Zhao Lijian, Beijing memberikan komentar pedas terhadap aksi Trump tersebut.

"Kami sekali lagi mendesak AS untuk memperbaiki kesalahan dan menghentikan upaya hukum terkait Xinjiang yang membahayakan kepentingan Tiongkok dan mencampuri urusan dalam negeri," ujar Jubir Kemenlu RRT penuh ketegasan.

Apabila AS tetap tak mengubah kebijakan itu, Tiongkok tak segan untuk menentukan sikap perlawanan dengan semua konsekuensi yang ditanggung AS.

Baca Juga: Hoaks atau Fakta: Benarkah Calon Jemaah Haji dari Aceh Tetap Bisa Berangkat Ibadah Haji 2020?

"Sementara itu, Tiongkok akan mengambil langkah perlawanan dan semua konsekuensi yang muncul semua ditanggung Amerika Serikat," tambah Zhao Lijian bernada mengancam.

Mengakhiri komentar, Tiongkok menegaskan AS untuk tak perlu menggunakan muslim Uighur sebagai trik untuk mendikte urusan dalam negeri Tiongkok.

"Dan jangan lagi gunakan isu terkait Xinjiang (Uighur) untuk mendikte urusan dalam negeri Tiongkok," tegas Zhao.

Baca Juga: Soal Guyonan Tiga Polisi Jujur di Indonesia, Mabes Polri Pastikan Tak Akan Proses Hukum

Sedangkan, ketegangan antara Washington dan Beijing memang menguat terutama setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berbincang dengan Politburo PKT Yang Jiechi terkait kamp-kamp 'deradikalisasi' Uighur yang kontroversial.

Dalam pertemuan itu, Jubir Kemenlu RRT Yang Jiechi kembali menegaskan bahwa Tiongkok sangat menyesalkan terbitnya UU tersebut dan menuding AS menerapkan 'standar ganda' pada mereka.

"Untuk menghormati upaya deradikalisasi dan perlawanan terhadap terorisme di Tiongkok, hentikan standar ganda dalam isu counter-terorrism," tutur Jiechi bernada tegas.

Baca Juga: Bantaran Sungai Cimanuk Garut Bakal Disulap Jadi Ruang Terbuka Hijau

Kembali lagi dalam sudut pandang AS, kebijakan UU HAM ini memang akan sangat tegas 'memberi hukuman' bagi penjahat HAM.

Apalagi, UU Uighur ini melalui perjalanan yang mudah. Terbukti dengan langsung melewati proses legislasi di DPR AS dan Senat AS pada bulan lalu, karena kedua partai mendukung UU itu secara penuh.

Sementara itu, aktivis HAM Uighur dan anggota Komisi Kebebasan Beragama Internasional sangat menyambut pengumuman undang-undang tersebut.

Baca Juga: Twitter Kembali Labeli Tweet Trump sebagai Manipulasi Media, Kali Ini soal Bayi Kulit Hitam-Putih

"Ini adalah hari yang hebat bagi penduduk AS sebagaimana bagi orang-orang Uighur dan suku Turkic lainnya di Tiongkok yang telah menjadi korban dari pelanggaran HAM keras oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT)," jelas Nury Turkel mengakhiri.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Express


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x