Aktivis HAM Eropa Tuntut 5 Perusahaan Pengecer Jerman, Sebut Ambil Keuntungan dari Kerja Paksa Penduduk Uighur

- 7 September 2021, 17:30 WIB
Kelompok aktivis HAM di Eropa mengajukan tuntutan pidana pada 5 perusahaan peengecer Jerman karena diduga untung dari kerja paksa Uighur.
Kelompok aktivis HAM di Eropa mengajukan tuntutan pidana pada 5 perusahaan peengecer Jerman karena diduga untung dari kerja paksa Uighur. /Reuters/Leah Millis

PR CIREBON – Aktivis HAM di Eropa mengatakan bahwa mereka telah mengajukan tuntutan pidana di Jerman terhadap lima pengecer, termasuk C&A, Lidl dan Hugo Boss.

Menurut aktivias HAM itu, perusahaan-perusahaan pengecer Jerman tersebut mendapat keuntungan dari kerja paksa yang dilakukan pada penduduk Uighur di Tiongkok.

Pusat Konstitusi dan Hak Asasi Manusia Eropa (ECCHR) mengatakan telah mengajukan kasus tersebut, yang juga menargetkan dua jaringan supermarket Aldi Nord dan Aldi Sued, setelah melakukan penyelidikan sumber terbuka.

Baca Juga: Ketahui Kepribadian Rahasiamu Melalui Gambar Pertama yang Terlihat, Salah Satunya Kamu Orang yang Kontras!

Miriam Saage-Maass dari ECCHR mengatakan sulit bagi organisasi masyarakat sipil untuk mendapatkan bukti yang jelas tentang tuduhan kerja paksa tersebut, tetapi cukup bagi jaksa untuk menyelidiki lebih detail.

Dia mengatakan ada banyak informasi yang muncul dan menunjukkan kerja paksa sedang terjadi.

"Pertanyaannya adalah menjalin hubungan bisnis bukanlah cara untuk membantu dan bersekongkol dengan kejahatan internasional itu," katanya, dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Channel News Asia.

Baca Juga: Hanya 2 Minggu Sejak Menjabat di Beijing, Duta Besar Jerman untuk Tiongkok Meninggal Dunia Secara Mendadak

Saage-Maass menambahkan bahwa lima perusahaan telah terdaftar, secara terbuka dan sukarela, bahwa pabrik pemasok mereka berasal dari Xinjiang.

"Kami percaya bahwa kelima perusahaan itu benar-benar hanya contoh dari masalah yang jauh lebih luas dan lebih sistematis," katanya.

Dia menunjukkan bahwa kapas Tiongkok menghasilkan 20 persen dari produksi global, dan 80 persen diproduksi di Xinjiang.

Baca Juga: Nam Joo Hyuk hingga Kim Tae Ri Akan Bintangi Drakor Romantis Baru

"Jadi sangat mungkin ada lebih banyak perusahaan yang mengambil dari wilayah tersebut," tambahnya.

Saat dihubungi, pengecer mode C&A membantah membeli pakaian apa pun dari produsen yang berbasis di Xinjiang.

Mereka menambahkan bahwa pihaknya belum mendapatkan sumber benang atau kain dari wilayah tersebut.

Baca Juga: Militan ISIS Kembali Lakukan Penyerangan di Irak, Tewaskan 10 Polisi

Hugo Boss juga menolak klaim ECCHR. Mereka berpendapat bahwa nilai dan standar dipatuhi dalam produksi barang-barang perusahaan itu dan tidak ada pelanggaran hukum.

Sedangkan Aldi Group mengatakan tuduhan ECCHR diarahkan pada pemasok Turpan Jinpin Knitting, tetapi mengatakan telah berhenti membeli barang apa pun dari perusahaan itu sejak akhir 2019.

Amerika Serikat mengatakan bahwa Beijing melakukan genosida terhadap Uighur dan sebagian besar Muslim Turki di Xinjiang, di mana para ahli memperkirakan lebih dari satu juta orang dipenjara di kamp-kamp.

Baca Juga: Sebut sang Istri Ingin Anak Perempuan, Ali Syakieb: Apa Aja yang Penting Sehat

Beijing menyangkal genosida dan menggambarkan kamp-kamp itu sebagai pusat pelatihan kejuruan yang bertujuan menjauhkan orang dari ekstremisme setelah bertahun-tahun kerusuhan.

Uighur mengatakan sedang dipaksa untuk meninggalkan tradisi agama.

Beberapa merek konsumen utama termasuk Uniqlo, H&M, Nike dan Adidas mengumumkan tahun lalu bahwa mereka akan berhenti membeli kapas dari wilayah tersebut, yang mengarah pada seruan boikot di Tiongkok.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Channel News Asia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah