“Israel tidak mengizinkan masuknya printer atau mesin canggih apa pun ke Strip, jadi kami harus mulai dari awal dan membangun kemampuan itu sendiri. Itu termasuk material, mesin, penelitian yang dihancurkan.”
Diketahui, kala ia tidak dapat mengimpornya, Abu Matar dan timnya membuat sendiri printer 3D pertama di Gaza pada tahun 2014 dengan mengumpulkan suku cadang dan mengikuti desain sumber terbuka secara online.
Mereka menyatukan mesin pengolah CNC dan pemindai 3D yang belum tersedia hingga saat itu di Gaza.
Sejak 2017, Abu Matar memperkirakan mereka memasukkan sumber daya senilai lebih dari $ 150.000, tetapi ini jelas bukan tentang uang.
“Itu menghabiskan banyak penelitian dan kerja otak. Itu tak ternilai harganya,” lirih Abu Matar.
Abu Matar dan timnya memiliki kontrak dengan berbagai klinik dan LSM termasuk Doctors Without Borders (MSF), yang mengandalkan mereka untuk perangkat medis cetak 3D.
“Ini sangat berarti bagi saya ketika saya tahu bahwa teknologi dan proyek saya membantu pasien di Gaza,” tuturnya.
Gencatan senjata yang belum sepenuhnya terjadi di Gaza sejak Jumat pagi setelah Jalur itu mengalami serangan militer terburuk dalam beberapa tahun, yang menewaskan sedikitnya 248 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak, tewas dalam serangan udara Israel.