Soroti Transpuan di Indonesia, Media Arab Saudi: Pandemi Covid-19 Buat Usaha Mereka Hancur

- 25 Desember 2020, 18:25 WIB
Ilustrasi Covid-19. Update Kasus Covid-19 di 34 Provinsi per-22 Desember 2020, Alami Lonjakan hingga 6.347 Orang
Ilustrasi Covid-19. Update Kasus Covid-19 di 34 Provinsi per-22 Desember 2020, Alami Lonjakan hingga 6.347 Orang /cottonbro/.*/pexels.com/@cottonbro

PR CIREBON - Sebuah Salon kecantikan di kota Medan yang dimili oleh Iwan seorang transgender di Indonesia merasakan perbedaan penurunan drastis di masa pandemi Covid-19 ini.

Yang mana pada sebelum Covid-19, Iwan mengaku sempat mempekerjakan empat waria lainnya sebagai penata rambut dan penata rias di Salon Anna Sui di Medan, Sumatera Utara.

Namun di masa Pandemi ini semua berubah drastis dan mengalami penurunan yang sangat signifikan sehingga Salon milik Iwan kini hanya mampu mempekerjakan satu orang saja.

Baca Juga: Picu ‘Herd Immunity’, Anthony Fauci: 70 Persen Populasi Harusnya Sudah Divaksinasi Covid-19

“Dulu kami punya 10 sampai 15 pelanggan sehari, sekarang sudah lebih dari seminggu kami tidak punya pelanggan,” kata Iwan, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Aljazeera.

“Mungkin sekarang kami mendapatkan satu pelanggan setiap dua minggu. Sudah seperti itu sejak pandemi dimulai pada bulan Maret," imbuhnya

Karena sebuah pekerjaan salon dan industri pernikahan adalah dua hal dari sedikit sektor yang ada di Indonesia yang dapat menawarkan peluang kerja bagi mereka sebagai transgender.

Pasalnya transgender di mata masyarakat Indonesia dianggap sebagai hal yang menyimpang, dan bahkan pelaku transgender distigmatisasi dan bahkan mereka diintimidasi oleh masyarakat.

Baca Juga: Keluarkan Pernyataan Resmi Terkait BSI, PP Muhammadiyah: Semua Pihak Dimohon Untuk Menahan Diri

“Masyarakat transgender masih dianggap menyimpang di sebagian besar masyarakat Indonesia. Mereka distigmatisasi dan diintimidasi. Namun, mereka diterima di beberapa sektor sempit seperti industri kecantikan," kata Irna Minauli, psikolog di Medan

Antonius Remigius Abi yang mengajar etika di Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas di Medan, menuturkan kepada Al Jazeera bahwa, bahwa hal tersebut adalah sebuah aliran pemikiran yang keliru sehingga membangun sebuah prasangka bahwa transgender adalah suatu yang abnormal dalam masyarakat Indonesia.

Antonius sering sekali berdiskusi tentang komunitas waria di kelasnya, dan mengatakan bahwa mahasiswa seringkali mengkritik komunitas berdasarkan persepsi sempit tentang perilaku seksual dan identitas gender.

Dan hasilnya akan berlanjut berdampak pada visibilitas waria di masyarakat sipil.

Baca Juga: Ditemukan Kecurangan pada Pilpres AS, Nama Orang yang Sudah Meninggal Dipakai untuk Pemilihan

“Dari sudut pandang etika, setiap manusia itu setara dan harus dihormati. Namun, komunitas transgender jarang diterima bekerja di ruang publik selain salon atau industri hiburan di Indonesia, ”ujarnya.

Indonesia telah menjadi negara yang paling parah terkena dampak pandemi di Asia Tenggara dengan lebih dari 20.000 kematian dilaporkan sejak Maret.

Kepulauan saat ini memiliki hampir 127.000 kasus aktif virus korona yang dikonfirmasi, dan industri kecantikan telah sangat terpengaruh.

Sementara dilain waktu sebelum masa pandemi Covid-19 datang Salon Anna Sui telah mempekerjakan lusinan pekerja transgender selama bertahun-tahun, Iwan mengatakan bisnis berjalan sangat lambat sehingga sekarang hanya ada Emmy, 40, yang telah bekerja sebagai penata rambut di sana selama 10 tahun.

Kini kabarnya, Iwan beruntung memiliki gedung tempat salon dan tidak perlu membayar sewa.

Baca Juga: Pemerintahan Trump Dorong Kesepakatan Senjata hingga Rp7 Triliun dengan Arab Saudi

“Kalau masih sewa, pasti sudah tutup sekarang,” kata Iwan.

“Saya memiliki teman-teman di komunitas transgender yang juga memiliki salon dan banyak dari mereka harus tutup karena tidak mampu membayar sewa lagi. Beberapa teman saya telah memberhentikan semua staf mereka dan hanya memanggil mereka sebagai pekerja lepas ketika seseorang membuat janji," ujarnya

Iwan mengatakan banyak karyawan transgender di industri kecantikan menggunakan media sosial untuk mendapatkan klien dan melakukan kunjungan rumah, sesuatu yang tidak lagi populer selama pandemi ketika orang-orang takut pekerja luar datang ke rumah mereka dan tidak mampu membeli layanan yang tidak penting seperti kecantikan, perawatan.

Shinta Ratri, Ketua Pondok Pesantren Waria Al-Fatah di Yogyakarta, yang diyakini sebagai madrasah waria pertama di dunia, mengatakan kepada Al Jazeera banyak waria yang berjuang karena pandemi tersebut.

Baca Juga: Sandiaga Uno jadi Menteri, Menhan Prabowo Subianto Ucapkan Selamat

“Dampak COVID-19 telah menurunkan pendapatan komunitas transgender hingga 60 persen,” ujar Shinta.

Mereka merasa sulit untuk membayar akomodasi dan mereka hanya punya cukup uang untuk menutupi kebutuhan pokok seperti makanan.

"Itulah sebabnya banyak dari mereka yang begitu stres," imbuhnya

Karena hampir tidak mungkin anggota komunitas transgender mendapatkan pekerjaan di sektor yang lebih stabil seperti pendidikan atau pegawai negeri, Pondok Pesantren Waria Al-Fatah telah menyiapkan program pelatihan ketahanan pangan untuk 20 orang selama dua bulan untuk membantu mereka melakukan diversifikasi, peluang kerja mereka.

“Kami juga telah menyiapkan program penggalangan dana untuk membantu membayar biaya bagi 60 anggota komunitas transgender dan telah menyiapkan dukungan kesehatan mental untuk 20 lainnya,” tambahnya.

Baca Juga: Gegara Pandemi Covid-19, FIFA Resmi Batalkan Piala Dunia U-20 Indonesia 2021, PSSI: Kami Menghormati

Di seluruh Indonesia, komunitas transgender seringkali mengalami kesulitan dalam mengakses dukungan formal pemerintah, karena stigma seputar identitas gender dan fakta bahwa banyak dari mereka tidak berdokumen atau memiliki dokumen yang tidak mencerminkan identitas mereka.

Baik Iwan dan Emmy meremehkan tanggapan pemerintah terhadap Covid-19, dengan mengatakan bahwa mereka tidak menerima bantuan keuangan atau subsidi.

“Kami bahkan tidak mendapat bantuan untuk membayar tagihan listrik kami. Tidak apa-apa, ”kata Iwan.

“Namun empat pejabat pemerintah baru saja ditangkap karena korupsi, termasuk menteri sosial saat kami berjuang,” kata Emmy, yang menambahkan bahwa mereka suka menonton komentar politik di TikTok karena tidak banyak yang bisa dilakukan di salon.

Baca Juga: Dianggap Sebarkan Teror, Pengadilan Turki Putuskan Seorang Jurnalis Dihukum 27 Tahun Penjara

Pada 6 Desember, Juliari Batubara, menteri sosial Indonesia, ditangkap atas tuduhan korupsi terkait bantuan makanan yang dialokasikan untuk mereka yang terkena pandemi setelah menerima suap dari kontraktor yang bertugas memasok paket makanan.

Baik Iwan maupun Emmy mengatakan bahwa mereka menjadi semakin ketakutan menjelang akhir tahun, dan mereka khawatir Natal akan menghantam mereka dengan keras.

“Kami akan memiliki setidaknya lima pelanggan per hari hanya untuk merias wajah mereka untuk pesta liburan. Tidak ada yang akan datang sekarang, ”kata Iwan.

“Jika kami harus tutup, di mana kami akan bekerja? Kami hanya memiliki bisnis salon," pungkas Iwan.***

Editor: Tita Salsabila

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah