Haiti Bergolak, PM Ariel Henry Dipaksa Mundur oleh Pemberontak Bersenjata

12 Maret 2024, 15:33 WIB
Pria berlari di samping ban yang terbakar selama protes menuntut diakhirinya kekerasan geng, di Port-au-Prince, Haiti, 14 Agustus 2023. /Reuters/Ralph Tedy Erol/

SABACIREBON –  Stabilitas berbagai bidang di sebuah negara amat diperlukan untuk tetap menjadikan situasi dan kondisi kehidupan berbagangsa dan bernegara tetap aman dan lancar.

Jika terjadi instabilitaas salah satu bidang saja akan menyebebabkan timbulnya ketidak peryayaan rakyat terhadap pemerintahnya.

Bidang-bidang yang acap kali menjadi pemicu kerusuhan di suatu negara diantaranya stabilitas politik, keuangan atau ekonomi dan keamanan.

Baca Juga: Tips untuk Penderita Komorbid Jalankan Ibadah Puasa Ramdhan, Simak Selengkapnya 

Situasi negara yang sedang mengalami permasalahan itu  nampaknya kini sedang dialami oleh sejumlah negara di belahan dunia, termasuk salah satunya negara Haiti yang sedang dilanda kerusuhan akibat ketidak percayaan rakyat terhadap pemimpinnya.

Dikutip dari Antaranews.com, Ariel Henry akan meninggalkan jabatannya sebagai Perdana Menteri Haiti di tengah keadaan darurat yang diberlakukan akibat kerusuhan di negara Karibia itu, kata Presiden Guyana Irfaan Ali pada perundingan internasional di Jamaika, seperti dilaporkan oleh Sputnik.

"Dengan ini, kami mengakui pengunduran diri Perdana Menteri Ariel Henry untuk membentuk dewan presiden transisi dan menunjuk perdana menteri sementara," kata Ali saat konferensi pers seusai perundingan tersebut pada Selasa.

Baca Juga: Selama Ramadhan 1445H Taman Margasatwa Ragunan Sesuaikan Jam Kunjungan untuk Wistawan

Perundingan itu, yang digelar Konferensi Kepala Pemerintahan Komunitas Karibia (CARICOM) dan melibatkan para pemangku kepentingan di Haiti, bertujuan mempercepat transisi politik di negara tersebut, yang dikuasai geng-geng bersenjata setelah presidennya dibunuh hampir dua bulan lalu.

Dewan presidensial transisi akan terdiri dari tujuh anggota yang mewakili berbagai gerakan Haiti dengan hak untuk memilih dan dua pengamat tanpa hak memilih, menurut deklarasi yang dirancang para perwakilan dari Haiti, negara-negara anggota Komunitas Karibia, Amerika Serikat, Kanada, Prancis, dan Brazil.

Dewan itu akan menjalankan sejumlah kewenangan presiden untuk sementara dan bertindak berdasarkan suara mayoritas.

Baca Juga: Solana dan 2 Altcoin Lain, Siap Beraksi dalam 4 Hari Mendatang

Pada 29 Februari, geng-geng bersenjata mulai melakukan penembakan di Port-au-Prince dan bandara internasional di ibu kota Haiti itu ketika Henry berkunjung ke luar negeri.

Saat itu, Henry sedang berada di Kenya guna membahas kesepakatan pengerahan tentara asing ke negaranya untuk memerangi kejahatan terorganisir.

Geng-geng tersebut mengatakan tujuan mereka adalah mencegah Henry kembali ke Haiti.

Baca Juga: WNA Taiwan Korban Speedboat Terbalik di Pulau Seribu Masih Hilang, Basarnas Lakukan Ini

Sekelompok geng bersenjata menyerbu penjara terbesar di Haiti dan membebaskan ribuan tahanan yang belum terkonfirmasi jumlahnya.

Sejak itu, pemerintah Haiti mengumumkan keadaan darurat dan jam malam di Port-au-Prince.

Haiti telah lama terperosok ke dalam krisis sosial dan politik sejak Presiden Jovenel Moise dibunuh pada 7 Juli 2021.

Negara itu mencatat peningkatan aktivitas kelompok kriminal yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara situasi kemanusiaan memburuk akibat sejumlah bencana alam.***

Editor: Otang Fharyana

Sumber: Antaranews

Tags

Terkini

Terpopuler