5.000 Warga Seoul Kenang 100 Hari Tragedi Itaewon yang Tewaskan 159 Orang, Bentrok dengan Polisi

4 Februari 2023, 22:17 WIB
Keluarga korban tragedi Itaewon berbaris di sebuah jalan di pusat kota Seoul pada hari Sabtu, sehari sebelum hari ke-100 kecelakaan itu. /Koreaherald/Yonhap/

SABACIEBON - Keluarga korban kematian massal Itaewon pada hari Sabtu turun ke jalan  di pusat kota Seoul dan memasang altar peringatan di lapangan umum tanpa persetujuan dari pihak berwenang, sehari sebelum hari ke-100 tragedi itu.

Sekitar 5.000 orang, termasuk sekitar 150 anggota keluarga korban, berbaris dari altar peringatan di Stasiun Noksapyeong, dekat lokasi kecelakaan 29 Oktober, dimana  159 orang tewas saat perayaan Halloween, ke Jalan Sejongno, tempat mereka mengadakan acara peringatan untuk para korban.

Mereka awalnya berencana untuk mengadakan acara di Lapangan Gwanghwamun terdekat dan mendirikan altar peringatan di sana. Namun pemerintah kota menolak permintaan tersebut, dan kantor polisi mengirim sekitar 3.000 personel di dekat Lapangan Gwanghwamun.

Baca Juga: Anang Hermansyah Menyapa Fans Cirebon dengan Bisnis Berkonsep Bistro di Mal. Simak Menunya

Di tengah pawai, keluarga dan peserta tiba-tiba mendirikan fasilitas peringatan sementara di Seoul Plaza di depan Balai Kota yang terletak di Jalan Sejongno.

Polisi bentrok sebentar dengan mereka saat mencoba memblokir jalan. Setelah petugas polisi mundur menghadapi perlawanan mereka, sekitar 70 pejabat kota Seoul berusaha memindahkan fasilitas tersebut tetapi juga gagal.

Selama konfrontasi, seorang anggota keluarga yang berduka pingsan dan dibawa ke rumah sakit terdekat, kata saksi mata.

Baca Juga: Bupati Cirebon Janji Tinggal Janji, Jalan Hancur Dari Musim Hujan Sampai Musim Hujan lagi, Kasihan Ibu Hamil

Acara peringatan berlangsung sekitar dua jam dan berakhir tanpa bentrokan besar.

Keluarga mengenakan syal merah yang melambangkan kesedihan karena kehilangan orang yang dicintai dan lencana dengan empat bintang diukir untuk mewakili para korban, keluarga mereka, penyintas, dan penyelamat.

Seorang pengunjuk rasa Lee Jeong-nyeo (51), mengatakan, dia bergabung ikut unjuk rasa bersama putranya yang berusia 11 tahun merasa frustrasi karena Majelis Nasional tidak berbuat cukup banyak untuk mengungkap kebenaran kecelakaan itu.

Baca Juga: 1.531 Jiwa Terdampak Gempa Bumi Dangkal, Kab. Garut tak Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana

Bulan lalu, majelis menyelesaikan penyelidikan parlemen selama 55 hari atas kasus tersebut di tengah kritik, bahwa kasus tersebut tidak sesuai harapan dan digunakan sebagai alat untuk pertarungan politik.

"Kami menyatakan penyesalan yang mendalam kepada polisi dan pemerintah metropolitan Seoul karena berusaha memblokir suara keluarga yang berduka daripada mengingat dan mengenang para korban," kata kelompok sipil lokal, Lawyers for a Democratic Society, juga dikenal sebagai Minbyun, dalam pernyataannya.

Rep. Lee Jae-myung, pemimpin oposisi utama Partai Demokrat, dan anggota parlemen oposisi lainnya juga bergabung dalam unjuk rasa tersebut.

"Tanggung jawab negara tidak terlihat sebelum tragedi itu, setelah tragedi itu, dan sekarang ... Pemerintah kota Seoul bahkan dengan dingin menolak permintaan keluarga yang berduka meminta hanya ruang kecil untuk mengenang para korban hari ini," ujarLee.

Lee menuduh pemerintah Presiden Yoon Suk Yeol mengubah "keluarga biasa para korban" menjadi "pejuang", mengatakan partainya akan melanjutkan upayanya untuk mengungkap kebenaran bencana dan meminta pertanggungjawaban mereka yang harus bertanggung jawab.***

Editor: Asep S. Bakrie

Sumber: Koreaherald

Tags

Terkini

Terpopuler