PR CIREBON - Sebanyak 21 ribu ton minyak tumpah dalam Sungai Ambarnaya di dekat Kota Norilsk, Siberia akibat kebocoran dari pembangkit listrik yang dikelola Norilsk Nickel.
Terlebih, diketahui Norilsk Nickel dinilai lambat dalam menangani masalah berbahaya terhadap lingkungan itu hingga membuat Presiden Rusia Vladimir Putin pun marah besar.
Putin pun mengeluarkan kritik tegas terhadap perusahaan tambang nikel itu dan menyuruh orang yang tepat untuk menanganinya pada Rabu 3 Juni 2020.
Baca Juga: Cek Fakta: Alih-alih Menanggapi Curhatan, Benarkah SBY Sebut Fadli Zon Ikan Buntal? Berikut Faktanya
Tak tanggung-tanggung, Putin memilih menetapkan status darurat bencana pada Kamis 4 Juni 2020 untuk mengatasi dampak yang lebih parah.
Di sisi lain, Juru Bicara Pemerintah Rusia untuk Badan Penyelamatan Laut, Andrei Malov mengatakan bahwa bantuan tanggap darurat telah sampai di lokasi yang terpencil pada Kamis, 4 Juni 2020.
Nantinya, mereka akan berupaya membersihkan tumpahan minyak di laut mulai akhir pekan ini.
Baca Juga: Miliki Klaim Tumpang Tindih, Tiongkok Ajukan Negosiasi Laut China Selatan dengan Nine Dash Line
"Tak pernah ada tumpahan minyak di Laut Arktik sebelumnya. Ini harus segera diselesaikan dengan cepat karena minyaknya larut ke dalam air," tuturnya yang dikutip dari AFP.
Adapun minyak tumpah itu diketahui akan mengalir dari Sungai Ambarnaya ke Danau Pyasino dan berakhir di Semenanjung Taimyr.
Menurut Malov, Badan Penyelamatan Laut telah memasang enam jaring penahan tumpahan minyak di Sungai Ambarnaya agar tak mengalir ke danau dan menggunakan alat khusus untuk menyingkirkannya.
Baca Juga: Situasi Memanas, NU Sebut Demokrasi di AS Sedang Sekarat dan Tak Sekokoh yang Didengungkan
Namun rupanya, misi pembersihan terkendala oleh akses jalan yang minim dan cuaca berangin di wilayah tersebut, sehingga dikhawatirkan situasi ini membuat balok-balok es di atas sungai melewati penahan dan meloloskan tumpahan minyak ke danau.
"Ini wilayah yang berawa dan semua hal hanya bisa dikirim lewat kendaraan darat," ungkap Malov
Di sisi lain, Greenpeace Rusia menyebut peristiwa ini menjadi kecelakaan terparah di wilayah Kutub Utara (Arktik). Bahkan, insiden sebesar ini menjadi yang pertama di Arktik jika dibandingkan dengan Exxon Valdez di Alaska pada 1989.
Baca Juga: Tersiar Kabar Legenda Argentina Diego Maradona Jadi Gendut akibat Lockdown Covid-19, Ini Faktanya
Sedangkan, Juru Bicara Badan Nelayan Rusia, Dmitry Klokov menyebut bahwa pemulihan dari daerah aliran sungai (DAS) yang tercemar butuh waktu berpuluh-puluh tahun.
"Ukuran bencana ini telah diremehkan," ujarnya pada media lokal TASS.
Dmitri pun enambahkan bahwa tumpahan bahan bakar itu telah tenggelam hingga dasar sungai dan mencapai danau.
Baca Juga: Hari Ini 45 Tahun Lalu: Indonesia Raih Piala Uber Pertama, Suasana Haru Selimuti Istora Senayan
Sementara itu, Komite Penyelidikan Rusia menyebut bahwa pengawas pembangkit listrik telah ditahan dan akan segera disidang.
Nantinya, ia akan dijerat oleh tiga tuduhan terkait pencemaran lingkungan dan pelanggaran standar keamanan.
Namun sejauh ini, belum diketahui tentang kemungkinan para pegawai di sana juga akan terjerat hukuman atau tidak.***