Sidang Kasus Penyerbuan Capitol AS Digelar, Petugas Polisi Beri Kesaksian: Saya Berisiko Dilucuti dan Dibunuh

28 Juli 2021, 11:15 WIB
Dalam sidang kasus penyerbuan Capitol AS, para petugas polisi memberikan kesaksian mereka dan bercerita seperti apa situasi saat itu. /Reuters / Stephanie Keith/

PR CIREBON – Komite khusus DPR AS yang ditugasi menyelidiki penyerbuan 6 Januari di Capitol mulai melakukan kesaksian pada Selasa, 27 Juli 2021 waktu setempat.

Kesaksian pertama dalam penyelidikan serangan di Capitol AS itu dihadiri oleh empat petugas polisi yang berhadapan dengan perusuh.

Sidang itu mengakhiri perdebatan berbulan-bulan di Kongres AS mengenai peluncuran investigasi bipartisan independen soal serangan di Capitol, yang dibuat setelah tragedi 9/11.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Melonjak di Tokyo, Tertinggi Sejak Dimulainya Pandemi

Komisi semacam itu sempat diblokir oleh Senat Republik pada bulan Mei lalu.

Sebaliknya, Ketua DPR Nancy Pelosi, seorang Demokrat, mengumumkan panelnya pada Juni, yang terdiri dari Demokrat dan dua Republik yang dipilih oleh dirinya.

Keputusan itu sebagian besar diboikot oleh kepemimpinan Partai Republik.

Baca Juga: Media Asing Soroti Banyaknya Anak-anak yang Meninggal karena Covid-19 Melonjak di Indonesia

Dalam kesaksiannya, Petugas Polisi Metropolitan Washington, DC Michael Fanone menceritakan kepada panel bagaimana penegakan hukum dikuasai oleh para perusuh.

Perusuh itu, menurutnya, didorong oleh mantan Presiden Donald Trump dan bertekad untuk menghentikan sertifikasi kongres atas kemenangan pemilihan Presiden Joe Biden.

“Saya ditangkap, dipukul, ditusuk, semuanya disebut pengkhianat negara,” katanya, seperti dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari Al Jazeera.

Baca Juga: Orang Tua Harus Paham! Inilah 3 Perilaku Anak sebagai Tanda Adanya Kecemasan Berlebih

“Saya berisiko dilucuti dan dibunuh dengan senjata api saya sendiri, ketika saya mendengar teriakan 'bunuh dia dengan senjatanya sendiri', ” ungkap petugas polisi itu.

Ia menceritakan bahwa dirinya bahkan masih bisa mendengar kata-kata itu di kepalanya hingga hari ini.

Dia menambahkan bahwa dia menderita serangan jantung selama kerusuhan, selain juga didiagnosis dengan gegar otak, cedera otak traumatis dan gangguan stres pascatrauma.

Baca Juga: Ramalan Kartu Tarot 28 Juli 2021: Ada Orang yang akan Menguji Taurus dan Cancer Merasa Frustasi

Fanone dengan marah menyesalkan bahwa ada anggota Kongres dari Partai Republik yang secara terbuka meremehkan kekerasan yang dia dan rekan-rekannya alami saat melawan para perusuh.

"Ketidakpedulian yang ditunjukkan kepada rekan-rekan saya itu memalukan!" katanya sambil membanting tangannya ke meja.

Petugas Polisi Capitol AS Harry Dunn, pada gilirannya, menceritakan dirinya dipanggil dengan julukan kotor serta rasis oleh perusuh.

Baca Juga: Soal Lockdown dan Rp1 Juta Per Bulan, Ferdinand Hutahaean ke JK: Pilihan Asal Bicara

“Tidak ada yang pernah memanggilku seperti itu sambil mengenakan seragam polisi Capitol,” katanya.

Sementara itu, petugas Polisi Capitol Aquilino Gonell mengatakan kepada legislator bahwa para perusuh telah meneriakkan bahwa dirinya, seorang veteran tentara dan perwira polisi, harus dieksekusi.

Dia ingat pernah mencoba membantu sesama petugas ketika ditangkap oleh massa, dipukul berulang kali dan hampir mati lemas.

Baca Juga: Indonesia Optimis Capai Emisi Nol Bersih di Tahun 2060 atau Lebih Cepat, Luhut Pandjaitan: Saya Tidak Ragu

“Apa yang kami alami seperti sesuatu dari pertempuran abad pertengahan. Kami berjuang bergandengan tangan, inci demi inci, untuk mencegah invasi Capitol oleh konten massa yang merusak proses demokrasi kami,” bebernya.

"Saya ingat berpikir pada diri sendiri, 'inilah cara saya akan mati, pertahankan pintu masuk ini,'" sambungnya.

Lima orang tewas selama atau tak lama setelah pemberontakan, termasuk petugas polisi Capitol Brian Sicknik. Puluhan polisi terluka.***

Editor: Linda Agnesia

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler