PR CIREBON – Gedung Putih Amerika Serikat (AS) mengumumkan pembatasan visa baru yang keras dan sanksi pembekuan asset bagi beberapa warga Arab Saudi.
Sanksi visa bagi beberapa warga Arab Saudi itu diterapkan setelah laporan intelijen AS yang mengatakan bahwa Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menyetujui pembunuhan Jamal Khashoggi.
Tetapi, hingga kini, tidak ada sanksi yang diberikan secara langsung oleh AS kepada Putra Mahkota Arab Saudi itu sendiri.
Pejabat pemerintah AS menyebutkan, putra Raja Salman itu akan menghindari hukuman langsung atas pembunuhan 2018 untuk menjaga hubungan antara Amerika dengan sekutu utama di Timur Tengah.
"Tujuannya adalah kalibrasi ulang hubungan, bukan perpecahan. Itu karena kepentingan penting yang kami miliki bersama," kata seorang pejabat senior Biden, dilansir PikiranRakyat-Cirebon.com dari New York Post.
Sementara itu, Departemen Keuangan dan Departemen Luar Negeri AS mengumumkan sanksi terhadap puluhan warga Saudi lainnya yang diidentifikasi terlibat dalam pembunuhan dan mutilasi Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul.
Dalam apa yang disebut sebagai ‘Larangan Khashoggi’, AS akan memberlakukan pembatasan visa pada orang-orang yang terlibat dalam kegiatan kontra-pembangkang yang serius atas nama pemerintah asing.
“AS segera membatasi visa 76 orang Saudi yang diyakini terlibat dalam ancaman pembangkang di luar negeri, termasuk namun tidak terbatas pada pembunuhan Khashoggi," kata Menteri Luar Negeri Anthony Blinken dalam pernyataan pers.
Blinken mengatakan bahwa orang-orang Saudi itu dan anggota keluarga mereka juga menghadapi kemungkinan penolakan visa di masa depan.
Departemen Keuangan AS mengumumkan telah membekukan aset AS mantan wakil kepala intelijen Saudi Ahmad Hassan Mohammed al Assiri.
Ia dituduh dalam dakwaan Turki sebagai biang keladi di balik pembunuhan Khashoggi.
Yang juga dibekukan adalah aset Amerika dari anggota pasukan intervensi cepat elit Arab Saudi, karena perannya dalam pembunuhan Khashoggi.
Setelah penyangkalan awal, pemerintah Saudi akhirnya mengakui bahwa pembangkang berusia 59 tahun dan kolumnis Washington Post terbunuh dalam operasi ekstradisi.
Jurnalis itu dikabarkan dibujuk ke konsulat dengan janji dokumen yang akan membuka jalan bagi pernikahannya.
Sedangkan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman sebelumnya menyangkal mengetahui operasi tersebut.***