Ungkap Strategi Konflik Timur Tengah, Mantan Pejabat Pemerintahan Trump sebut Upaya Bangun Ibukota Politik

30 Januari 2021, 18:32 WIB
Donald Trump. /Instagram.com/@realdonaldtrump

PR CIREBON – Pemerintahan Donald Trump dilaporkan berkeliling Palestina untuk melakukan perjanjian normalisasi tahun lalu antara Israel, Uni Emirat Arab, dan Bahrain.

Penasihat keamanan nasional untuk mantan Presiden Donald Trump, Robert O'Brien mengatakan, pemerinatahan Trump berusaha membangun ‘ibukota politik’ dengan Israel terlebih dahulu.

Tindakan itu dilakukan dengan memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.

Baca Juga: Langgar Perjanjian, Tiongkok akan Mulai Berhenti Akui Paspor Inggris untuk Warga Hong Kong

"Kami tidak dapat membiarkan Palestina berdiri sebagai penghalang jalan menuju perdamaian Timur Tengah yang lebih luas," ungkap O'Brien dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Aljazeera.

“Jadi kami mendekati sekutu kami dan kami membangun modal politik. Dan salah satu cara kami membangun ibu kota politik di Israel adalah dengan memindahkan kedutaan ke Yerusalem.

"Salah satu cara kami melakukannya adalah dengan mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel,” terangnya.

Baca Juga: Tanggapi Penjualan Pulsa hingga Voucher Belanja yang Dikenai Pajak, Begini Jawaban Sri Mulyani

Diketahui, mantan Presiden AS Donald Trump membuat perjanjian normalisasi yang disebut ‘Abraham Accords’ antara Israel, Uni Emirat Arab, dan Bahrain pada September 2020.

Perjanjian tambahan dicapai untuk memasukkan Maroko pada Desember dan Sudan pada Januari.

Trump telah mengumumkan pada 2017, bahwa AS akan memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.

Baca Juga: Setujui Larangan untuk Mantan Anggota HTI dan FPI Jadi ASN, Ferdinand Hutahaean: Keputusan Tepat!

Langkah itu dirayakan di Israel tetapi secara luas dikritik oleh negara lain karena merugikan kepentingan Palestina yang didukung secara internasional.

Trump secara sepihak mengakui kedaulatan Israel atas Golan pada 2019 dan melanggar hukum internasional.

Israel telah merebut wilayah itu dari Suriah dalam Perang Enam Hari tahun 1967.

Baca Juga: Soal Cuitan Permadi Arya, Ferdinand: Saya Tidak Yakin Dia Punya Niat Rasisme ke Natalius Pigai

“Ini adalah fakta yang tidak akan pernah berubah di lapangan. Yerusalem tidak akan pernah berubah menjadi ibu kota Israel. Israel tidak akan pernah mengembalikan Dataran Tinggi Golan ke Assad atau rezim lain di Suriah.

“Kami melakukan hal yang sama. Kami membangun ibukota politik dengan Bahrain, dengan Maroko dengan UEA,” lanjutnya.

O'Brien menjelaskan, pemerintahannya memberi tahu negara-negara tersebut bahwa AS akan mendukung ketiganya, dengan keluar dari kesepakatan nuklir Iran yang merupakan ancaman serius bagi kawasan.

Baca Juga: Mengenal Tradisi Amplop Merah saat Imlek, Berikut Cara Memberi dan Menerimanya

Trump secara sepihak menarik diri pada 2018 dari perjanjian nuklir Iran yang telah dinegosiasikan oleh pendahulunya Presiden Barack Obama.

Kini, Presiden AS Biden bergerak untuk membuka negosiasi dengan Iran untuk menghidupkan kembali perjanjian tersebut.

"Kami kemudian mengambil modal itu dan menggunakannya untuk menyatukan semua pihak dan melihat apakah kami dapat membuat mereka mencapai kesepakatan," kata O'Brien.

Baca Juga: Menamai Dirinya Boneka Modifikasi, Wanita ini Habiskan Rp 62 Juta untuk Merubah Tampilan

O'Brien mengatakan, ia masih mengharapkan kesepakatan damai antara Israel dan Palestina dan menyarankan negara-negara Arab lainnya seperti Arab Saudi akan bergabung di masa depan.***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler