Meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno. Mereka juga menyaksikan butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno, yang dengan pilu menatap mata suami yang sangat dicintainya.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta di Jakarta untuk menjadi narasumber. Host mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno, kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa? Di saat itulah meledak tangis Pak Suyatno, bersama tamu yang hadir di studio yang kebanyakan kaum perempuan pun tidak sanggup menahan haru.
Baca Juga: Pencabutan Subsidi Migor Curah, Firman Turmantara Belum Menangkap Logika Kemanusiaan
Pak Suyatno bercerita: “Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinan tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian, semua itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, yang sewaktu sehat dia dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya, bukan dengan mata. Dia memberi saya empat anak yang lucu-lucu.
Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama, itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintai dia apa adanya. Jika dia sehat pun, saya belum tentu mau mencari penggantinya, apalagi dia sakit,” katanya sembari berurai air mata.
Setiap malam saya bersujud dan menangis. Saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas saja. Saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya. Cinta saya kepada istri saya, sepenuhnya saya serahkan kepada Allah.***