Ketupat dan Opor Ayam Saat Lebaran Idul Fitri dalam Filosofi Sunda, Menurut Ki Demang Wangsafyudin

- 13 Mei 2021, 12:35 WIB
Ilustrasi resep opor ayam.
Ilustrasi resep opor ayam. /Royco.co.id/

PR CIREBON - Ketupat atau masyarakat Sunda menyebutnya ‘kupat’, dan juga opor ayam, dalam budaya warga Jawa Barat selalu dihidangkan pada perayaan Lebaran, atau Hari Raya Idul Fitri tanggal 1 Syawal.

Ternyata, perpaduan menu makanan kupat dan opor ayam lebaran memiliki makna yang sangat filosofis di kalangan masyarakat Sunda.

Seperti diterangkan oleh seorang budayawan tokoh Sunda, Ki Demang Wangsafyudin saat dihubungi PikiranRakyat-Cirebon.com, makna dari tradisi masyarakat membuat dan menyuguhkan kupat pada waktu Hari Raya Lebaran Idul Fitri, berasal dari kata “ngaku lepat”.

Baca Juga: Nagita Slavina Bongkar Hampers Makanan, Rafathar Bereaksi dengan Pemberian Baim Wong: Nggak Mau!

Artinya, yakni mengakui kesalahan, di mana sudah menjadi kewajiban bagi Muslim/Muslimah kala merayakan hari kemenangan Idul Fitri, karena umat Islam harus kembali ke fitrah.

Selain, membersihkan diri dengan Zakat Fitrah, diharuskan juga untuk saling memaafkan dengan sesama. Supaya, Ukhuwah Islamiyah semakin kuat, serta persaudaraan dengan umat lain pun tetap terjaga kerukunannya.

Ki Demang Wangsafyudin menerangkan, bahwa kupat haruslah dibuat dengan janur kuning dari daun kelapa sebagai pembungkusnya. Janur’ berasal dari kata cahaya atau nur, berarti menerangi.

Baca Juga: Berencana Menikah di Bulan Syawal Ini? Simak 7 Janji yang Harus Kamu Buat dengan Pasangan

“Janur kuning, adalah sajati ning nur, yaitu berani mengakui setiap kesalahan untuk menuju fitri yang sejati dan menerangi kehidupan,” jelasnya.

Halaman:

Editor: Dini Novianti Rahayu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x