Terpuruk akibat Covid-19, Agensi Kecil Industri K-pop Berada di Ambang Kebangkrutan Selama Pandemi

16 September 2020, 17:47 WIB
Idola K-Pop dibawah naungan BigHit Entertainment. /allkpop

PR CIREBON - Label rekaman K-pop telah kehilangan salah satu aliran pendapatan tertinggi mereka selama pandemi Covid-19. Sebagai upaya untuk bertahan dari krisis tersebut, banyak yang kemudian beralih ke platform online.

Boy Group BTS, misalnya, melakukan konser virtual 'Bang Bang Con: The Live' pada bulan Juni dan berhasil menarik lebih dari 750.000 penonton berbayar di seluruh dunia.

Dari konser virtual tersebut, Big Hit Entertainment, selaku agensi BTS, diperkirakan meraup sekitar 22 miliar won (Rp278 miliar) dari penjualan tiket.

Baca Juga: Normalisasi Israel dengan Bahrain dan UEA, Donald Trump: Ini Menandai Era Baru Perdamaian

Boy Grup lain, seperti SuperM menggelar pertunjukan online bertajuk 'SuperM - Beyond the Future' pada bulan April, yang menarik sekitar 75.000 penonton.

Sementara itu, SM Entertainment, agensinya, diperkirakan meraup lebih dari 2,4 miliar won (Rp30,3 miliar) melalui acara itu.

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari situs The Korea Times, sementara itu, banyak perusahaan kecil dan menengah gagal menemukan solusi untuk menjaga bisnis mereka agar tetap menguntungkan.

Baca Juga: Ahok Gaduh Soal Borok Pertamina, Politisi Gerindra: Copot Saja Daripada Buat Kegaduhan Tidak Perlu

Menurut Yoon Dong-hwan, wakil presiden Asosiasi Industri Label Rekaman (LIAK) dan CEO perusahaan manajemen M.Y.music Ent, menuturkan bahwa melakukan konser virtual hanya dapat dilakukan oleh grup-grup yang sudah memiliki nama besar di industri K-pop.

"Saya pikir konser virtual ini hanya menguntungkan sekitar 10 bintang K-pop teratas yang memiliki fandom yang kuat di Korea dan sekitarnya," kata Yoon kepada The Korea Times.

"Banyak bintang lain yang kurang populer (terutama di luar negeri) mencoba tetapi gagal membuat mereka menguntungkan,”ujarnya.

Baca Juga: Ahok Gaduh Soal Borok Pertamina, Politisi Gerindra: Copot Saja Daripada Buat Kegaduhan Tidak Perlu

Sementara itu, Yoon menambahkan bahwa agensi-agensi besar seperti Big Hit dan SM, mereka telah memiliki Platform online sendiri yang memudahkan mereka untuk melakukan live-streaming.

Sedangkan agensi-agensi K-pop yang lebih kecil tidak seperti itu. Agensi harus membayar untuk tempat, suara, penerangan, instrumen, pakaian dan jasa katering, antara lain.

“Ini sama dengan tayangan offline, hanya tanpa keramaian,” ujarnya.

Baca Juga: Pilkada 2020 Membingungkan, Anggota DPR Usulkan 5 Cara Jitu Jalankan Pemilu di Tengah Pandemi

Yoon menambahkan, mengingat hal ini, sulit bagi agensi yang lebih kecil untuk menghasilkan pendapatan kecuali bintang mereka memiliki basis penggemar yang sangat kuat yang masih akan membayar untuk acara di mana mereka tidak dapat melihat bintang secara langsung.

Tidak ada bantuan berarti dari pemerintah

Dalam upaya membantu bisnis hiburan yang tengah kesulitan, Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata mengumumkan pada 1 September bahwa mereka akan menyuntikkan 29 miliar won untuk membangun studio dan mengatur konser online untuk mereka.

"Sebuah band K-pop tanpa fandom internasional yang kuat tidak dapat menarik cukup banyak penonton untuk membuat konser virtual yang menguntungkan," kata Yoon.

"Satu hal yang dapat dicoba oleh kementerian adalah mempertemukan bintang-bintang besar dan yang kurang populer untuk acara bersama. Tapi perlu dipikirkan lebih banyak tentang bagaimana membuat tawaran itu lebih menarik bagi superstar yang tidak membutuhkan bantuannya," tutur Yoon.

Baca Juga: Covid-19 Sudah sampai Ring Satu Anies Baswedan, Sekda DKI Jakarta Meninggal dengan Dugaan Positif

Hal itu ditanggapi oleh seorang Kritikus Park Soo-jin, yang menulis untuk majalah musik IZM, dan menyetujui pendapat Yoon tersebut.

"Saya percaya apa yang dibutuhkan oleh perusahaan manajemen K-pop kecil dan menengah bukanlah sebuah studio, tetapi lebih banyak kesempatan bagi artis mereka untuk menerima sorotan dengan musik mereka," kata Park.

Akankah label K-pop kecil mampu bersinar di masa pandemi ini?

Karena pandemi Covid-19 masih merajalela di sebagian besar dunia dan social distancing adalah hal baru, beberapa perusahaan manajemen K-pop telah didorong ke ambang kebangkrutan.

Baca Juga: Dapat Clue 'Bapakmu-Bapakku', KPK Dalami Bukti Terbaru Kasus Suap Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki

Menurut LIAK, lebih dari 539 pertunjukan di Korea Selatan telah ditunda tanpa batas waktu atau dibatalkan antara Februari dan Juli. Total kerusakan finansial diperkirakan melebihi 121 miliar won (Rp1,5 triliun).

Untuk membantu perusahaan seperti itu, kata Yoon, pemerintah harus lebih fokus mendukung produksi album mereka.

"Untuk agensi dan penyanyi, pemerintah butuh kebijakan yang bisa mendukung mereka untuk terus memproduksi album," ujarnya.

Baca Juga: Akui Satu Tuduhan di Sidang Perdana, Seungri eks BIGBANG Bantah Tuduhan Terlibat Prostitusi

"Perusahaan juga membutuhkan bantuan sewa untuk barang-barang yang mungkin mereka butuhkan untuk bekerja di lingkungan pandemi."

Namun untuk saat ini, Yoon dan Park mengatakan perusahaan kecil harus memiliki strategi mereka sendiri untuk bertahan hidup - sebelum mereka dapat memanfaatkan popularitas global K-pop yang tampaknya hanya tumbuh di tengah pandemi.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: The Korea Times

Tags

Terkini

Terpopuler