Kornas Masyarakat Peduli BPJS Ungkap PHK Masal Dorong Kemiskinan Baru

21 Mei 2020, 08:35 WIB
ILUSTRASI kemiskinan, kelaparan, tunawisma, pengemis.* /PIXABAY/

PIKIRAN RAKYAT – Kemerosotan eknomi di semua lini warga adalah salah satu dampak dari pandemi Covid-19, disusul dengan dorongan penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

PSBB tersebut terjadi di sejumlah daerah se-Indonesia yang berdampak pada laju ekonomi diberbagai sektor.

Banyak perusahaan tidak sanggup meneruskan produktivitas usaha hingga harus lakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Gubernur DKI Jakarta Minta Dana kepada Dubes Tiongkok untuk Penanganan Covid-19?

Dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari situs Galamedia, Data Kemnaker RI tercatat hingga 2.8 juta korban PHK di era pandemik Covid-19. 

Bahkan Menkeu Sri Mulyani menyatakan, ada 5 juta lebih pekerja ter PHK. Kadin lebih besar lagi yakni 15 juta orang yang ter-PHK di Indonesia.

Disampaikan Hery Susanto Ketua Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS) selaku pembicara dalam diskusi daring yang diadakan oleh Menara Peradaban Bangsa (MP Bangsa) pada Rabu 20 Mei 2020 malam.  

Baca Juga: Presiden PSG Beri Kode Kekaguman, Akankah Cristiano Ronaldo Hengkang dari Juventus?

Dlaam diskusi daring tersebut hadir pula narasumber lainnya, yakni Agus Setiawan selaku advokat, dan Puji Santoso Ketua DPP SPN.

"Semakin lama social distancing via PSBB, nampaknya semakin besar resiko kemerosotan ekonomi dan semakin besar buruh alami PHK. Hal ini tentu berisiko terhadap bertambahnya kemiskinan baru pasca Covid-19," kata Hery Susanto.

Ia mengatakan, PHK massal akibat pademik Covid-19 ini mendorong besarnya pengajuan klaim jaminan hari tua (JHT) BPJS ketenagakerjaan. 

Baca Juga: 1.000 Kilogram Bawang Merah Dikirim pada Pacar yang Selingkuh, Sang Wanita: Kini Gilirannya Menangis

Data BPJS Ketenagakerjaan pada kuartal I tahun 2020 tercatat ada 620 ribuan lebih pekerja yang mengklaim JHT. 

Memasuki kuartal II tahun 2020 yakni pada bulan April tercatat sudah tembus 1 juta lebih pengajuan klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan. Pastinya ini akan terus bertambah naik.

"Sayangnya, pihak BPJS Ketenagakerjaan di saat banjir bandang gelombang pengajuan klaim JHT akibat PHK massal di tengah pademik Covid-19 malah menerapkan work from home (WFH) dan membatasi kuota pelayanan klaim JHT," kata Hery Susanto.

Baca Juga: Presiden Tiongkok, Xi Jinping Dukung Review Wabah Covid-19 yang Dipimpin WHO

Di saat normal sebelum pandemi Covid-19 saja kuota pelayanan klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan berkisar antara 100-200 orang per cabang per hari. 

Memasuki pandemik Covid-19 anehnya dikurangi menjadi 50-100 orang per cabang per harinya. Jelas ini mempersulit klaim peserta.

Karenanya pembatasan kuota pelayanan klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan harus dicabut, terapkan tanpa batasan kuota. 

Baca Juga: Prilly Latuconsina Angkat Bicara Soal Lawakan Andre Taulany dan Rina Nose, Minta Marganya Memaafkan

"Pembatasan kuota pelayanan klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan justru melanggar asas kemanusiaan dan keadilan sosial serta prinsip keterbukaan dalam UU BPJS, karena itu harus dicabut," katanya.

Hery Susanto menjelaskan, PHK massal juga beresiko terhadap bertambahnya peserta BPJS Kesehatan dari Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ter PHK tersebut bermutasi menjadi bukan pekerja (BP) atau menjadi peserta bukan penerima upah (PBPU).

Baca Juga: Dibanderol Tiket Rp 650 Ribu, PT Blue Bird Angkat Bicara Soal Brosur Program 'Mudik Sehat PSBB 2020'

"Sebagian besar pekerja dengan tanpa bekerja lagi dan jatuh miskin harusnya menjadi peserta bantuan iuran (PBI). Karenanya negara harus mendata ulang PBI BPJS kesehatan pasca Covid-19," katanya.

Paradoks, saat ini negara malah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.  Kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Perpres No 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.

Perpres tersebut dinilai tidak memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang sedang rendah daya beli akibat terdampak kesulitan ekonomi. 

Baca Juga: Tawarkan Mudik ke 2 Daerah, Polisi Selidiki Program 'Mudik Sehat PSBB 2020' Mengatasnamakan Big Bird

"Secara yuridis tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) dan secara politik tidak merespon aspirasi rakyat melalui DPR RI yang jelas menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan.  Kami mendesak pemerintah untuk segera mencabut Perpres tersebut," pungkasnya***

Editor: Tyas Siti Gantina

Sumber: Galamedianews

Tags

Terkini

Terpopuler