Pertanyakan Kapasitas Nadiem Makarim sebagai Mendikbud, KPAI: Saya Rasa Beliau Harus Belajar Sejarah

- 29 Juli 2020, 17:45 WIB
Menteri Pendidikan RI, Nadiem Makarim.
Menteri Pendidikan RI, Nadiem Makarim. /Kemdikbud RI

PR CIREBON - Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menuai beragam polemik hingga dianggap tak populis (merakyat).

Polemik tersebut telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) banyak dikritik karena kebijakannya.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mempertanyakan kapasitas Nadiem Makarim sebagai Mendikbud.

Baca Juga: Mendikbud Minta Maaf Polemik POP, NU: Mas Menteri Bukan Salah ke Kami, Tapi ke Dunia Pendidikan

Retno mengungkapkan, pertanyaan tersebut akhirnya terjawab dengan polemik Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud yang memiliki anggaran hingga Rp595 miliar.

"Saya melihat Pak Nadiem habis dipanggil Presiden, Pak Nadiem nyatakan tidak tahu masa lalu. Saya tahu masa depan dan langsung naik Go-Jek. Saya awalnya tidak paham. Sekarang saya paham Pak Nadiem tidak tahu sejarah. Saya rasa beliau harus belajar sejarah," kata Retno di Jakarta.

Diberitakan wartaekonomi.co.id partner sindikasi Viva dalam artikel berjudul "KPAI ke Nadiem Makarim: Mas Menteri Perlu Belajar Sejarah", Retno mengakui digitalisasi dalam semua sektor termasuk pendidikan tak bisa dihindari.

Baca Juga: Teguh Tolak POP Kemendikbud, Muhammadiyah: Mendikbud Masih Beri Harapan pada Organisasi Tak Kredibel

Retno mengharapkan hal tersebut dapat terjawab oleh kaum milenial, di mana Nadiem dianggap sebagai wakil dari generasi tersebut.

"Ternyata Pak Nadiem tidak bisa menjawab," katanya.

Selain itu, Retno khawatir akan ada komersialisasi pendidikan karena konsep merdeka belajar merupakan cikal bakal dari POP.

Baca Juga: Polemik POP Dianggap Tidak Bijak, Din Syamsudin Salahkan Jokowi yang Angkat Nadiem Jadi Menteri

Retno mengungkapkan, merdeka belajar merupakan sebuah merek dagang yang dimiliki sebuah perusahaan yang salah satu petinggi perusahaan tersebut saat ini menjadi pembisik Nadiem Makarim.

Ia menambahkan bahkan keluarga pahlawan Nasional yang meletakkan dasar pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, tidak pernah mengomersialkan konsep pendidikan yang saat ini menjadi dasar dari konsep merdeka belajar.

Retno menyarankan Nadiem segera menghentikan program-program yang mengarah pada kapitalisasi pendidikan.

Baca Juga: Miliki Kritik Terselubung Terhadap AS, Tiongkok dan Rusia Bekerjasama Deklarasikan Perang Informasi

Menurutnya, pendidikan merupakan hal dasar yang harus dipenuhi oleh negara pada semua rakyatnya, karena hal tersebut sulit dipenuhi bila pendidikan menjadi mahal.

KPAI, selanjutnya, meminta Nadiem Makarim fokus mengevaluasi pendidikan jarak jauh di masa pandemi Covid-19 dengan kurikulumnya.

Berdasarakan hasil evaluasi KPAI, program tersebut cukup bermasalah dan menuai banyak keluhan, sehingga harus segera diselesaikan.

"Hasil evaluasi terjadi disparitas anak kaya dan miskin. Anak kaya terlayani dengan baik, anak miskin tidak. Terjadi bias anak kota dan desa. Anak kota biasa berselancar internet, anak desa tidak termasuk gurunya. Disparitas Jawa luar Jawa, luar Jawa tidak terlayani seperti Papua," kata Retno.***(Redaksi WE Online)

Partner Konten: Warta Ekonomi > Viva

Editor: Nur Annisa

Sumber: Warta Ekonomi Viva


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x