DPR Menilai Instruksi Mendagri Soal Penegakan Prokes: Jangan Buat Spekulasi dan Salah Arti

- 22 November 2020, 21:28 WIB
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin. //DPR

PR CIREBON -  Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin menilai instruksi Mendagri Muhammad Tito Karnavian yang memuat sanksi pemberhentian bagi kepala daerah sangat penting.

Dia menilai instruksi tersebut ditujukan untuk mengingatkan kepala daerah agar tidak lengah untuk penegakkan protokol kesehatan penyakit virus Corona.

"Ini upaya pemerintah pusat untuk mengingatkan dan mengajak kepala daerah tidak lengah sedikitpun dalam menegakkan protokol kesehatan termasuk mencegah kerumunan massa yang berpotensi penularan demi melindungi kesehatan warga dan menjaga keselamatan rakyat” kata Zulfikar kepada wartawan.

"Sebagai upaya untuk mengajak, mengingatkan, dan menekankan serta jangan sampai lengah dan lalai demi keselamatan warga, itu urgent," lanjutnya, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Kementerian Dalam Negeri.

Baca Juga: Petamburan Gelar Rapid Test Gratis, Pelaksanaan Langsung Dipantau Kapolda Metro Jaya

Ketua DPP Partai Golkar ini juga menilai instruksi Mendagri Tito itu sebagai upaya pemerintah pusat agar kepala daerah taat aturan. Jadi, perlu mengingatkan kewajiban berikut sanksi sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 bagi kepala daerah agar menaati ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk yang dibuat Kepala Daerah sendiri atau Perkada.

"Ini juga upaya pemerintah pusat untuk menekankan tentang kewajiban kepala daerah menaati dan menjalankan peraturan perundang-undangan, dan ketika tidak taat, termasuk lalai,  diingatkan aturan UU yang menegaskan adanya sanksi ,"ujarnya.

Ditegaskan Legislator asal Daerah Pemilihan Jawa Timur III itu, Instruksi Mendagri tersebut jangan disalahartikan dengan berbagai spekulasi macam-macam.

"Instruksi Mendagri harus dilihat semangatnya sebagai pengingat Kepala Daerah agar tidak kendor menegakkan protokol kesehatan covid-19. Jangan ditafsirkan Mendagri telah melampaui kewenangannya,” ujarnya.

Baca Juga: Resmi Ada Klaster Baru di Jakarta, Kapolda: Klaster Covid-19 Akad Nikah Petamburan dan Tebet

Lanjutnya, instruksi Mendagri itu sendiri tentu tidak bisa menjadi dasar hukum pemberhentian kepala daerah. Pemberhentian kepala daerah diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 yang diingatkan di dalam Instruksi Mendagri tersebut.

Senada dengan Zulfikar, Pemerhati Hukum dari Universitas Bung Karno Ibnu Zubair menilai, dalam sistem yang berlaku umum, setiap lembaga yang mempunyai pimpinan harus memiliki mekanisme pengangkatan dan pemberhentian.

"UU Nomor 23 Tahun 2014 secara eksplisit sekali mencantumkan kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah. Termasuk tata cara pengangkatan dan pemberhentian," jelas Zubair saat dihubungi, Sabtu 21 November 2020.

Baca Juga: Resmi Ada Klaster Baru di Jakarta, Kapolda: Klaster Covid-19 Akad Nikah Petamburan dan Tebet

Menurutnya, pemberhentian tidak hanya karena masalah hukum, seperti melakukan tindak pidana sebagaimana yang terjadi selama ini. Tetapi karena alasan-alasan lain yang diatur dalam Pasal 78 UU Nomor 23 Tahun 2014.

Secara administrasi surat pengangkatan dan pemberhentian Gubernur sebagai Kepala Daerah tingkat I dilakukan dengan surat Keputusan Presiden atau Keppres yang ditandatangani Presiden.

Sedangkan untuk kepala daerah tingkat II Bupati dan walikota suratnya ditandatangani oleh Mendagri. Meskipun tata cara pengangkatan dan pemberhentian diatur dalam mekanisme tersendiri.

Dia menganggap, apa yang dilakukan Kemendagri, dengan secara tegas mengingatkan Kepala Daerah agar sungguh- sungguh menjalankan tugasnya dalam mengatasi pandemi Covid-19 merupakan langkah yang tepat.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Kemendagri.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah