PR CIREBON - Insiden pencopotan baliho Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab oleh Pangdam TNI membuat kondisi menjadi panas. Para pengikut FPI merasa tersinggung oleh perbuatan tersebut dan menyalakan api keberatan.
Situasi semakin panas lantaran sikap Pemerintah yang menanggapi perseteruan TNI dan FPI seperti menghadapi perang. Hal ini terlihat dari langkah Pimpinan TNI yang menggelar apel siaga di sejumlah kesatuan khusus.
Serupa dengan yang dikatakan Jimly Asshidiqy, Refly Harun juga membenarkan bahwa sikap Pemerintah dalam menanggapi persoalan ini terlalu dibuat panas dan menegangkan.
Melalui kanal Youtube Refly Harun Official yang rilis pada Sabtu, 21 November 2020, Refly mengatakan seharusnya Pemerintah harus lebih bijak lagi dan lebih diplomatis dalam mengahadapi persoalan ini.
Baca Juga: Kabar Baik dari Studi Baru Covid-19: Pasien Sembuh Tidak Tertular Lagi, Setidaknya Selama 6 Bulan
Refly menegaskan bahwa menghadapi Ormas Islam bermassa banyak seperti FPI, Pemerintah jangan terlihat takut, hingga mengerahkan TNI untuk menjaga kesatuan Negara.
Refly menyarankan Pemerintah harus lebih bisa menerapkan Negara yang demokratis dan berlandaskan hukum. Bukan demokrasi yang anarkis dalam menghadapi pengkritik Negara.
"Harus menempatkan demokrasi yang berlandaskan hukum, bukan demokrasi yang anarkis" kata Refly.
Baca Juga: Mengejutkan, FPI Bukan Lagi Ormas Terdaftar hingga Tak Boleh Kegiatan, Berikut Alasan Kemendagri
Refly juga menekankan kepada pihak FPI agar kelompok tersebut harus selalu mematuhi hukum meski memiliki massa yang banyak. Menurut Refly, Indonesia tetaplah Negara hukum yang mana institusi resmi harus dihargai.
“Kelompok FPI harus patuh hukum walaupun memiliki massa yang banyak. Harus tetap menghargai institusi resmi Negara seperti DPR dan sebagainya" kata Refli.
Akan tetapi Refly juga mengingatkan agar FPI tidak hilang kritis. Menurutnya kritikan adalah vitamin dalam berdemokrasi. Meskipun, dalam mengkritik harus bisa dibedakan dengan memprovokasi masa, menghina atau menyebarkan kebencian.
"Bedakan antara kritikan dan provokasi dengan hinaan atau ungkapan kebencian," pungkas Refly.