Pertumbuhan Ekonomi Tunjukkan Angka Minus, DPR Minta Langkah Konkret Pemerintah untuk Atasi Resesi

- 6 November 2020, 09:14 WIB
Ilustrasi resesi: Pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 tunjukkan pertumbuhan angka minus 3,49 persen pada kuartal III-2020.
Ilustrasi resesi: Pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 tunjukkan pertumbuhan angka minus 3,49 persen pada kuartal III-2020. //Pixabay/Mediamodifier

 

PR CIREBON – Indonesia telah dinyatakan resmi alami resesi, dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal III yang masih menunjukkan angka minus.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen secara tahunan.

Terkait hal tersebut, anggota DPR RI Mukhamad Misbakhun meminta kepada pemerintah untuk melakukan langkah-langkah konkret dalam mengatasi resesi ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Baca Juga: Sinyal Radio Misterius Terdeteksi dari dalam Bima Sakti, Ahli Astrofisika Sebut Itu Paling Bercahaya

"Saat ini yang paling utama ialah melakukan upaya-upaya perbaikan konkret dan fundamental," kata Misbakhun di Jakarta pada Kamis, 5 November, dilansir Pikiranrakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Menurut Misbakhun, berbagai risiko akibat resesi harus benar-benar diantisipasi sehingga tekanan pada sektor ekonomi tidak merembet pada sektor-sektor lain.

"Yang penting tawaran solusinya. Harus ada upaya sungguh-sungguh untuk melakukan perbaikan-perbaikan di semua sektor ekonomi. Indikator negatif yang menjadi penyebab resesi harus dimitigasi sehingga durasi resesi ekonomi yang kita alami tidak panjang dan cepat berlalu," katanya dalam keterangan tertulisnya.

Baca Juga: Menko PMK Sebut Penyaluran Bansos Berlanjut di Tahun 2021: Awal Januari Bisa Segera Disalurkan

Dia juga berpendapat pengumuman dari BPS itu bukanlah hal mengejutkan karena hal yang lebih utama saat ini adalah mencari solusi atas masalah ekonomi efek pandemi Covid-19.

"Pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh BPS pada periode Q3 2020 pada posisi -3,49 secara yoy (year on year) dan pada posisi resesi sudah kita prediksikan sejak awal. Saat ini bukan lagi berdebat pada definisi resesi lagi," kata Misbakhun.

Dia mengatakan bahwa tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi saat ini muncul karena pandemi Covid-19. Pasalnya, banyak negara melakukan pembatasan sosial bahkan lockdown yang membuat seluruh dunia mengalami situasi dan keadaan sama.

Baca Juga: Survei UNICEF Menunjukkan Tingkat Kesadaran Masyarakat Indonesia Sangat Rendah untuk Tertib Prokes

"Situasi pandemi inilah yang membuat ekonomi berjalan dalam situasi ketidakpastian yang berkelanjutan dan memberikan tekanan yang dalam pada pertumbuhan ekonomi sampai pada level resesi," katanya.

Pemerintah telah berupaya dengan kebijakan meningkatkan jumlah belanja bantuan sosial, bantuan modal pada UMKM, dan anggaran kesehatan yang besar untuk program menangani Covid-19. Namun, Misbakhun juga mengingatkan soal pentingnya perbaikan pada sisi permintaan.

Menurutnya, harus ada perbaikan pada sisi konsumsi rumah tangga. Misbakhun menyebutkan lebih dari 56 persen pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia didorong oleh konsumsi rumah tangga kelas menengah yang saat ini mengalami penurunan sangat drastis.

Baca Juga: Guru Besar Kedokteran Unpad: Persetujuan Darurat Vaksin untuk Pemakaian Terbatas Bukan Izin Edar

Penurunan itu menyebabkan pertumbuhan ekonomi terkontraksi sangat dalam. Dia menilai sampai saat ini, kebijakan stimulus yang ada dan dilakukan oleh pemerintah masih belum ada yang menyentuh sisi perbaikan konsumsi kelas menengah.

"Padahal, mereka ini membutuhkan stimulus tersebut karena daya tahan mereka dalam melakukan konsumsi terbatas. Tanpa bantuan stimulus, mereka akan cenderung membatasi konsumsi," tuturnya.

Selain itu, Misbakhun juga menyinggung soal anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Baca Juga: Atas Kejadian Kaburnya Napi, Kemenkumham Lakukan Penguatan Keamanan di Lapas Kelas I Tangerang

Dia mengharapkan dana PEN dalam APBN 2021 lebih besar sehingga cakupan dan sektor-sektor yang harus diberi stimulus ekonomi juga lebih banyak, termasuk ke korporasi.

"Seharusnya dukungan pada sektor korporasi tidak hanya untuk BUMN, tetapi juga ke sektor-sektor swasta yang menjalankan kegiatan bisnis dan menguasai pasar," ucapnya.

Oleh karena itu, Misbakhun mendorong pemerintah lebih serius dalam program penempatan dana di perbankan untuk membantu program restrukturisasi kredit sektor perbankan.

Baca Juga: Kelompok Masyarakat Jabar Sebut akan Jemput Habib Rizieq, Polda Jabar: Protokol Kesehatan Dijaga

"Penempatan dana pemerintah ini akan sangat menyelamatkan sektor perbankan dan membantu likuiditasnya. Perbankan mengalami kesulitan likuiditas akibat program restrukturisasi yang saat ini dijalankan guna menyelamatkan aktivitas sektor riil yang terhantam karena Covid-19," katanya.

Misbakhun menilai penempatan dana pemerintah pada perbankan anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) melalui mekanisme treasury dealing room (TDR) ternyata kurang efektif dan jumlahnya terbatas.

Menurutnya, jika pemerintah hendak membangun rasa percaya diri sektor keuangan, harus ada program penempatan dana ke sektor perbankan dalam jumlah yang signifikan.

Baca Juga: Senada dengan Pernyataan sang Ayah, Donald Trump Jr Ajak Amerika Berperang Total Atas Pilpres 2020

"Jumlahnya sekitar 25 sampai 30 persen dari total portofolio kredit perbankan dan diinjeksikan kepada seluruh perbankan tanpa membedakan mereka anggota Himbara atau Perbanas," katanya.

Upaya tersebut perlu dikuatkan dan lebih diperinci, kemudian dieksekusi sebagai kebijakan untuk perbaikan pertumbuhan ekonomi agar segera keluar dari situasi resesi.***

Editor: Irma Nurfajri Aunulloh

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x