Penyakit Kambuhan Netralitas ASN, Berikut Alasan ASN Menjadi Amunisi Memenangkan Kontes Pilkada

- 30 Oktober 2020, 15:40 WIB
ASN harus netral./Pikiran Rakyat
ASN harus netral./Pikiran Rakyat /

PR CIREBON - Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) bisa diibaratkan sebagai gejala penyakit yang selalu kambuh setiap lima tahun sekali.

Di tengah tahapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, yang saat ini sudah memasuki masa kampanye, ASN di daerah benar-benar diuji independensinya untuk tidak berpihak pada pasangan calon tertentu, khususnya petahana yang bertarung di kontestasi lokal tersebut.

Melihat struktur peserta Pilkada Serentak 2020 di 270 daerah, terdapat 737 pasangan calon yang memenuhi syarat, dimana 322 pasangan calon diantaranya merupakan petahana yang ingin mempertahankan kembali kekuasaannya di daerah.

Baca Juga: Terkait Vaksin Covid-19, Wakil Ketua MPR Sebut Pemerintah Harus Gencar Sosialisasikan Urgensinya

Daerah dengan calon-calon petahana memiliki risiko tinggi terhadap pelanggaran netralitas ASN di pemerintahan daerah tersebut. Hal itu karena petahana mempunyai kuasa untuk mengintervensi jajaran birokrasi di daerahnya.

Selain itu, risiko tinggi pelanggaran netralitas ASN juga terjadi di 25 daerah dengan pasangan calon tunggal.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik menilai daerah dengan pasangan calon tunggal di Pilkada Serentak 2020, hampir semua ASN di pemerintahan daerah tersebut akan berpihak kepada calon kepala daerah tunggal itu.

Baca Juga: Banyak Insiden Siswa Bunuh Diri, KPAI Minta Kemendikbud Evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh

Hampir seluruh ASN, mulai dari pejabat pimpinan tinggi pratama, pejabat pimpinan tinggi madya, administrator dan pengawas akan merasa yakin bahwa pasangan calon tunggal itu yang akan menjadi pemenang Pilkada 2020.

Apalagi kalau menang dan memimpin selama lima tahun, maka para ASN di daerah tersebut merasa penting untuk mendukung kesuksesan pasangan calon tunggal tersebut.

“Kami katakan 25 daerah ini sangat tinggi potensi pelanggaran netralitas ASN-nya. maka kami memberikan saran agar teman-teman pengawas untuk lebih memperhatikan 25 daerah dimana ada pasangan calon tunggal,” kata Akmal, dikutip PikiranRakyat-Cirebon.com dari Antara News.

Baca Juga: Cegah Kenaikan Kasus Covid-19 di Pilkada, Analisis Politik: Ingatkan Terus Protokol Kesehatan

Terdapat empat alasan mengapa ASN menjadi amunisi yang menarik bagi pasangan calon untuk memenangkan kontes pilkada. Pertama, ASN diasumsikan memiliki tingkat pendidikan dan pengetahuan yang cukup memadai.

Kedua, keberadaan ASN yang tersebar luas di berbagai tingkatan daerah, mulai dari kabupaten, kecamatan, kelurahan hingga desa, membuat kandidat petahana memanfaatkan potensi tersebut untuk menarik calon pemilih.

Ketiga, ASN dengan jabatan struktural memiliki fungsi dan strategi dalam menggerakan anggaran keuangan negara, sehingga akses untuk menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) akan semakin mudah digunakan untuk kepentingan calon tertentu.

Baca Juga: Untuk Kesuksesan Pilkada 2020, KPU Depok Gelar Doa Bersama saat Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Keempat, ASN dianggap memiliki akses dan kewenangan untuk menggunakan fasilitas milik negara yang sering disalahgunakan untuk mendukung pasangan calon tertentu.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat pelanggaran netralitas yang sering dilakukan ASN ialah memberikan dukungan kepada pasangan calon tertentu melalui media sosial dan menghadiri acara-acara kampanye.

Adapun, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan laporan pelanggaran netralitas ASN sering berkaitan dengan unggahan, komentar dan membagikan konten kampanye terhadap pasangan calon tertentu.***

Editor: Egi Septiadi

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x